Sania meninggalkan kamar saat Son sudah selesai mandi. Pakaian sudah ia siapkan di atas ranjang. Son bisa memakainya sendiri. Di depan pintu, Sania berdiri. Entah sampai kapan dia harus seperti ini. Pernikahan yang seharusnya saling mengisi, tapi Sania merasa bahwa dia hanya lah seorang pembantu untuknya.
"Nona, nyonya Luzi mengajak Anda dan tuan Son untuk sarapan bersama di ruang makan." Suara seorang pelayan mengagetkan Sania yang sedang berdiam diri. Dia mengangguk cepat dan masuk ke dalam kamar. Son sedang menyisir rambutnya. Sania meraih sisir itu dan melanjutkan merapikan rambut dari suaminya.
"Rambutmu sudah agak panjang. Berapa bulan sekali kamu memotong rambut?" tanya Sania.
"Tidak tahu," jawabnya ketus.
"Ayo kita ke ruang makan. Ibu sudah menunggu kita." Sania mendorong kursi roda ke hadapannya.
"Untuk apa ke sana? Aku biasa sarapan di sini," katanya menolak.
"Kali ini saja, kita sarapan bersama ibu. Ibu selalu sarapan sendirian." Sania masih membujuknya. Rico dan Darien selalu melewatkan sarapan, begitu pun Math.
"Dia memiliki dua orang anak laki-laki yang ia cintai. Kenapa masih menginginkan aku!" Entah apa yang terjadi di antara mereka berdua. Sania merasa janggal sekarang.
"Kau juga putranya. Bukan kah kalian itu saudara?" Sania tambah merasa kebingungan.
"Bukan!" Son tiba-tiba berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut serta mengusir istrinya. Tapi Sania tetap diam di tempat, memandangi Son yang seperti anak kecil. Meringkuk di atas tempat tidur.
"Maksudmu apa? Kalian itu saudara. Kalian keluar dari rahim yang sama."
"Keluar!!!" Suaranya menggema di bawah selimut.
.
.
Karna tidak mau membuat suasana hati Son tambah buruk, Sania pun akhirnya mengalah untuk keluar. Dia menyuruh seorang pelayan untuk membawa makanan untuk Son, sedangkan dia memilih untuk menemani Ibu Luzi sarapan di meja makan.
"Di mana Son?" tanya Luzi saat melihat Sania datang sendirian.
"Dia memilih untuk sarapan di kamar saja, Bu," jawab Sania. Dia melihat raut Ibu Luzi yang nampak kecewa. Banyak hal yang ingin dia tanyakan pada ibu mertuanya, tapi Sania takut kalau dia merasa ikut campur.
"Sania, kau temani saja suamimu untuk sarapan di kamar. Dia pasti membutuhkan bantuan mu." Sania lantas menggeleng dan berkata tidak apa-apa. Dia mengatakan bahwa Son cukup mandiri untuk makan sendiri.
"Ibu, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Sania memberanikan diri untuk bertanya.
"Tanyakan saja apa yang ingin kau ketahui, Sania."
"Permisi Nyonya, di luar ada nona Keyla." Seorang pelayan memberitahu bahwa calon istri Rico datang ke rumah.
"Keyla? Calon menantuku. Ajak lah dia kemari. Kita sarapan bersama." Ibu Luzi menyuruh pelayan tadi untuk membawa Keyla ke ruang makan. Pernikahan Rico dan Keyla akan digelar beberapa minggu lagi.
"Ibu ....." Parasnya yang cantik dan tubuhnya yang bagus, membuat Keyla banyak disukai banyak pria. Tapi pilihan hatinya jatuh pada seorang Rico. Pria tampan yang mempunyai jiwa sosial tinggi. Pertemuan mereka terjadi karna ketidaksengajaan saat ada satu projek dahulu. Mereka bertemu dalam satu komunitas.
"Keyla sayang." Ibu Luzi memeluk Keyla dengan erat. Luzi sangat merindukan seorang anak perempuan, melihat Keyla dirinya seperti memiliki anak perempuan, "duduk, Keyla. Kita sarapan bersama dengan Sania juga."
"Hai, Sania." Keyla menyapa hangat Sania yang diam. Dia begitu iri melihat Keyla yang tampak akrab dengan ibu mertuanya. Juga parasnya yang cantik membuatnya merasa minder.
"Hai juga, Kak Keyla." Sania menjawab dengan canggung. Walaupun ini bukan kali pertamanya mereka bertemu, tapi Sania yang hanyalah gadis biasa merasa tidak pantas berada ditengah-tengah keluarga ini.
"Sania, berapa usiamu? Kau tampak masih muda sekali," tanya Keyla yang merasa penasaran dengan sosok adik iparnya.
"Umurku baru 18 tahun, Kak."
Uhuk..
Uhuk..
"Keyla, pelan-pelan makannya." Ibu Luzi menyodorkan air minum untuknya, "apa kau baru tahu kalau Sania itu masih muda? Dia baru saja lulus sekolah." Ibu Luzi ikut menimpali.
Wajahnya begitu terkejut saat mendengar kenyataan bahwa adik iparnya berusia 18 tahun. Bagaimana pertemuan mereka berdua? Itu yang ada dipikiran Keyla.
"Oh ya, Keyla. Bagaimana persiapan pernikahan kalian? Apa yang perlu Ibu bantu," tanya Luzi menawarkan.
Keyla masih memandangi Sania yang sedang makan. Dia tak mengalihkan sedikit pun perhatiannya pada Sania.
"Keyla!" Ibu Luzi menyentuh lengannya membuat Keyla tersentak kaget.
"Hah, iya Bu."
"Bagaimana persiapan pernikahan kalian, Keyla? Sudah mencapai berapa persen? Katakan, apa yang perlu Ibu bantu," tanyanya mengulangi.
"Sudah siap semua, Bu. Keyla tinggal mengecek kembali. Mungkin undangan saja yang belum disebar. Ibu tidak perlu membantu apa pun, cukup doa saja."
Ibu Luzi mengangguk dan melanjutkan makannya. Melihat kedua perempuan yang ada di hadapannya membuatnya merasa lega. Putra-putranya akhirnya memiliki seorang pendamping yang baik. Hanya tinggal satu putranya yang belum memiliki pendamping, dia berharap Darien lekas memiliki seorang perempuan pilihannya.
***
Dari kejauhan dia melihat wajah seorang wanita yang tak asing di matanya. Wanita manis yang sedang duduk sendirian dan sibuk dengan ponselnya.
"Ini pesanan Anda, Nona. Silahkan." Pria yang menjadi pelayan itu meletakkan segelas minuman dengan hati-hati di atas meja wanita itu. Tampaknya wanita itu tak menghiraukan kedatangan pelayan.
"Sepertinya kita pernah bertemu, Nona," kata pelayan pria itu lagi. Wanita itu lantas mengangkat kepalanya untuk melihat sosok pria yang mengajaknya berbicara.
"Kau? Kau temannya Sania?" Maria mengenali wajah pelayan pria itu.
"Iya, Nona. Saya Jeffry, teman cafe Sania dulu." Percakapan mereka tidak bisa berlangsung lama, karna keadaan cafe yang sedang ramai. Sebenarnya Jeffry ingin menanyakan sesuatu hal pada Maria, tapi dengan terpaksa dia harus kembali bekerja.
Maria memandangi sosok Jeffry dari kejauhan. Wajah tampannya sangat disayangkan sekali jika harus menjadi pelayan.
"Maria, maafkan aku. Aku pasti membuatmu jenuh." Seorang wanita yang tak lain adalah temannya akhirnya datang, setelah hampir 30 menit Maria menunggu.
"Sangat jenuh!," jawab Maria dengan kesal.
"Maaf, maaf. Aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Aku sedang mempersiapkan pernikahanku sebentar lagi." Perkataan temannya membuat Maria membelalakkan matanya. Juga kupingnya yang ia rasa salah dengar.
"Pernikahan?" Maria meloloskan pertanyaan yang membuatnya tak percaya.
"Iya, maaf. Aku baru memberitahumu. Jika sebentar lagi, aku akan menikah. Dua minggu lagi."
"Hah!!!" Maria menggelengkan kepalanya. Kenapa teman sebayanya dengan tiba-tiba mau menikah. Umur yang masih sangat muda untuk memutuskan menikah. Juga Sania, gadis menyebalkan itu tanpa ragu menikahi pria asing.
"Kau tahu kan, aku sangat mencintai Pras. Dia mengajakku menikah setelah aku lulus sekolah. Dan sekarang waktunya. Maaf aku baru menceritakan ini." Maria benar-benar terkejut. Sungguh mudah sekali seseorang memutuskan untuk membina rumah tangga.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Siapa aja
maria kita sama. sama² kaget liat temen² pada nikah muda yg mana kita sendiri masih nonton masha and the bear, upin-ipin. dan masih merasa bocil walaupun umur udah kepala 2😭
2023-10-21
1
Aqila Nurul
ada konplik apakah sbenernya
2022-08-28
1
Else Widiawati
terus menyimak
2022-08-11
1