Pesta yang begitu meriah sedang digelar di sebuah gedung di kota. Para tamu undangan yang terdiri dari kalangan atas dan pejabat penting terlihat mulai memasuki gedung. Banyak mobil mewah terparkir di halaman dengan rapi. Papan nama yang bertengger di depan halaman gedung menjadi pusat perhatian semua orang. Dua nama insan manusia yang akan melangsungkan pernikahan hari ini. Dua pasang nama yang terkenal di bidangnya masing-masing. Keluarga mereka pun berasal dari keluarga yang tidak biasa.
"Sania, di mana paman, bibi dan sepupumu?" Sania yang sedang duduk di sebuah ruangan bersama Son menoleh ke arah pintu yang terbuka. Terlihat Ibu Luzi memasuki ruangan yang sedang ditempati mereka berdua untuk menunggu acara yang sebentar lagi akan segera dimulai. Son yang mendengar suara Ibu Luzi nampak membuang muka, merasa tidak suka.
"Sania sedang berusaha menghubungi paman, Bu. Mungkin mereka sedang berada di jalan. Dari tadi panggilan Sania tidak diangkat." Sekitar seminggu yang lalu, Sania sudah memberitahu Paman dan Bibinya tentang acara pernikahan Rico. Tapi memang tak ada jawaban dari mereka, entah akan datang atau pun tidak.
"Ya sudah, mungkin sedang di jalan. Kalian berdua segera lah keluar, sebentar lagi acara pernikahan Rico dan Keyla akan dimulai." Sania menoleh pada Son yang hanya diam duduk di kursi roda. Perlahan dia menghampiri Son, tapi saat tak sengaja melintas pada cermin besar, Sania berhenti. Dia meneliti penampilannya hari ini. Sangat cantik. Baru kali ini dia memuji penampilannya sendiri. Dress berwarna putih bersih tanpa lengan dengan tatanan rambut yang dihiasi mahkota kecil, seperti bridesmaids. Sania memang sengaja didandani seperti itu, atas perintah Ibu Luzi.
"Aku tidak mau keluar!" Sifat keras kepalanya mulai kambuh. Sania hanya bisa menghela nafasnya. Hidup dengan pria sepertinya, harus punya kesabaran yang luar biasa.
"Lalu kau mau apa di sini?" Sania sedikit menghentakkan kakinya kesal. Itu karna dirinya juga sudah jenuh berjam-jam di ruangan itu.
"Tinggalkan aku sendiri!"
"Hey Son ...." Suara wanita terdengar dari pintu yang terbuka. Wanita cantik dengan warna gaun yang sama dengan dirinya, terlihat tersenyum sumringah. Melangkah dengan semangatnya menuju suaminya.
"Suara itu ...." lirihnya. Son mengingat-ingat suara yang baru saja memanggilnya.
"Apa kau mengenaliku, Son?" Wanita itu menggeser posisi Sania yang sedang memegangi kursi roda dari arah belakang. Membuat Sania mau tidak mau bergeser dan memberi tempat untuknya. Sania tidak tahu siapa wanita itu, tapi dia beranggapan mungkin saja masih satu saudara dengan suaminya.
"Meylin, apakah itu kau?"
"Kau ternyata tidak melupakan aku. Ayo, kita keluar." Wanita yang ternyata bernama Meylin itu membawa suaminya keluar dari ruangan. Meninggalkan Sania dengan segala kebingungan. Tak ada penolakan dari Son, saat Meylin membawanya keluar.
Sania yang tidak mau terus menerus berpikiran negatif, dia akhirnya ikut berjalan di belakang mereka. Saat mereka bertiga sedang berjalan memasuki sebuah ruangan yang sudah di desain sangat indah, pandangan seluruh tamu undangan berpusat pada Son. Mereka nampaknya sedang berbisik tentang anak dari Math yang buta. Yang bisa dibilang, sengaja membutakan dirinya sendiri. Padahal Math sanggup membiayai pengobatan untuk putranya.
Juga pusat perhatian mereka tertuju pada Sania. Gadis cantik yang berjalan sendirian di belakang mereka berdua yang tampak sedang saling berbicara.
"Sania, duduk lah di sini." Ibu Luzi seakan menjadi penyelamat untuk dirinya. Saat Sania kebingungan mencari tempat duduk, Ibu Luzi menghampirinya dan membawanya ke tempat kursi yang kosong. Yang sudah disediakan untuk tempat duduk putra-putranya Math.
***
Tak terasa matahari sudah tenggelam sedari tadi. Langit pun telah menggelap. Udara malam yang begitu dingin terasa menyapa kulitnya dengan sengaja. Sania masih berdiri di pinggir jendela kamarnya. Sesaat setelah melihat mobil masuk ke dalam rumah, Sania segera menutup jendela. Dia berlari menuju bawah.
"Kenapa belum ganti baju?" Langkahnya terhenti saat melihat Darien. Kakak dari Son terlihat menyipitkan mata. Sudah sekitar satu jam yang lalu mereka tiba di rumah. Tapi Sania belum juga melepaskan gaunnya. Darien dan Sania memang pulang bersama atas perintah Ibu Luzi. Sedangkan Son waktu itu tidak tahu berada di mana dengan Meylin.
"Aku menunggu Son pulang, Kak," jawab Sania. Melihat Sania yang begitu polos, hatinya begitu terenyuh. Entah apa yang membuat gadis kecil ini mau dinikahkan dengan adiknya, padahal Sania seharusnya memiliki masa depan yang panjang.
Terdengar suara kursi roda mendekat. Sania melihat Son sedang duduk di kursi roda dengan Bi Mar yang mendorongnya.
"Ada Nona Sania, Tuan. Bi Mar pamit." Bi Mar pun melepaskan genggamannya pada kursi roda. Dia melangkah pergi sambil memberi isyarat pada Sania.
"Son! Kau ke mana saja dengan Meylin?" Darien mencegah Sania yang akan membawa Son ke kamar.
Tak ada tanda-tanda Son yang akan menjawab. Membuat Sania yang berada di tengah-tengah mereka pun merasa bingung.
"Son!" Darien menghela nafasnya sejenak. Dia melirik pada Sania yang diam. Rasanya ingin berteriak keras, tapi Darien tidak mau membuat Sania ketakutan. "Sania, bawa Son masuk," ujarnya lembut dan melangkah pergi.
Sania juga sebenarnya penasaran, ke mana Son dan perempuan itu pergi. Pria yang sudah beristri tidak seharusnya pergi dengan perempuan lain hanya berduaan. Terlebih mereka berdua tidak ada hubungan saudara. Sania baru mengetahui saat Darien menceritakan siapa Meylin.
"Kenapa suamimu bersama Meylin?" tanya Darien tanpa menoleh sedikitpun. Sania merasa terkejut dan langsung menoleh pada sisi kiri. Tanpa Sania sadari, bahwa Sania duduk di sebelah Darien. Dia melihat dengan jelas wajah Darien dari dekat. Benar-benar tampan. Apalagi saat ini Darien terlihat sangat berkharismatik dengan setelan jas putih dengan corak warna hitam yang tidak terlalu dominan.
"Iya, tadi Meylin datang dan membawa Son keluar." Suaminya saat ini duduk agak jauh dengannya. Son memilih duduk bersama Meylin.
"Apakah kau tidak marah?" Sepertinya Darien sedang memancing reaksinya. Tapi Sania pun bingung, haruskah dia marah? Dia belum tahu siapa itu Meylin.
"Marah? Untuk apa marah, Kak?" tanya Sania balik.
"Suamimu tampak akrab dengan wanita lain. Apakah kau tidak marah?"
"Memangnya siapa itu Meylin?"
"Dia sepupunya Vennie."
DEG.
Sania terkejut mendengar jawaban dari Darien. Berarti suaminya dan perempuan itu bukan saudara. Mereka tidak memiliki hubungan keluarga. Tapi suaminya tampak lebih akrab dengannya dibanding dengan dirinya.
"Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu mandi. Mandi lah. Setelah kau selesai mandi, nanti baru aku," ujar Sania. Dia membuka lemari pakaian dan mengambilkan satu stel pakaian tidur untuk suaminya. Sania mengarahkan Son untuk masuk ke dalam kamar mandi.
"Jangan dikunci!" tutur Sania. Dia selalu memperingatkan Son untuk tidak mengunci pintunya. Agar saat terjadi apa-apa, Sania bisa langsung masuk. "Aku tidak akan masuk ke dalam. Aku janji!" Sania selalu berjanji. Agar Son tahu bahwa Sania tidak akan melanggarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Aqila Nurul
jngan ksar doung tor son sma sania nya
2022-08-28
1
Tole Tole
payah di simak ceritanya loncat loncat
2022-07-24
7
Risa Istifa
💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼
2022-07-20
2