Sania merasa bosan di rumah. Dia bingung akan melakukan apa. Rasanya masih canggung jika ingin berkeliling ke penjuru rumah. Biasanya dia akan berdiam diri di kamar, tapi kamarnya sedang ada Son. Suaminya yang selalu berada di kamar, membuatnya mengalah. Satu kamar dengan pria dingin sepertinya, tidak membuatnya nyaman.
Tak terasa, hari pun menjelang sore. Langkahnya yang akan menuju kamar terhenti oleh hentakan kaki yang keras menuju ke arahnya.
"Ada apa, Bi?" Bi Mar lari tergopoh-gopoh menghampiri Sania. Terlihat beberapa peluh menempel di dahinya yang keriput. Wajah tuanya menandakan dia sangat lelah hari ini.
"Ini sudah sore, Nona. Nona harus memandikan tuan Son," katanya. Sania mengerutkan dahinya. Mandi? Dia harus memandikan suaminya, "tadi pagi karna nona pergi, jadi masih saya yang memandikan tuan Son. Dan untuk kali ini dan seterusnya, Nona yang akan mengurus tuan Son sepenuhnya," sambungnya.
"Aku harus memandikan dia juga?" tanyanya kurang percaya. Ya, mereka adalah suami istri tapi Sania merasa malu untuk hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Apalagi jika harus melihat tubuh telanjang seorang pria. Sungguh tak pernah terbayangkan.
"Iya, Nona. Anda dan tuan Son sudah menikah. Anda berhak untuknya." Bi Mar beranjak pergi, Sania mengekori dari belakang.
Di sebuah kamar mandi yang besar. Bi Mar menjelaskan tata cara memandikan Son. Son hanya lah buta, sebenarnya Sania hanya akan menemani Son di dalam kamar mandi sambil mengarahkannya. Juga sedikit membantu menggosokkan punggungnya atau pun bagian-bagian yang sulit dijangkau.
"Dia masih tidur." Sania melihat Son yang masih terlelap. Sambil menunggu Son terbangun, Sania mandi terlebih dahulu. Di dalam kamar mandi, dia sedikit membayangkan bagaimana nantinya saat memandikan Son. Dia tersipu malu sendiri.
Saat Sania keluar dari kamar mandi, dia melihat Son sedang duduk bersender di ranjang. Matanya terlihat kosong. Melihatnya seperti itu, membuat hati Sania terenyuh. Bagaimana mungkin pria yang masih muda seperti dirinya malah memilih buta hanya karna kehilangan cinta. Hatinya begitu tulus, sampai tidak memperdulikan kehidupannya sendiri.
"Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu mandi." Suara Sania mengagetkan Son yang sedang melamun. Kepalanya mengarah sedikit pada sumber suara. Perlahan Sania menggapai tangannya untuk turun dari ranjang.
"Panggil bi Mar!" Son menghempas kasar tangannya. Wajahnya berubah dingin. Matanya yang buta seakan penuh nyawa saat melotot.
"Kata bi Mar, aku yang akan memandikan kamu mulai hari ini. Kamu harus segera mandi." Sania berusaha membujuk.
"Lepas!" Son turun dari ranjang dan berjalan sambil meraba-raba. Saat memasuki kamar mandi, Sania diam-diam mengekorinya, "aku bisa mandi sendiri!" lanjutnya.
BRAKKK!!!
Pintu kamar ditutupnya dengan kencang. Son yang sudah berada di kamar mandi segera membuka pakaiannya. Dia berjalan perlahan sambil tangannya menyentuh dinding. Sungguh sangat menyedihkan. Dia menyiksa hidupnya sendiri.
Tanpa Son sadari, Sania sudah berada di dalam kamar mandi. Sebelum Son menutup pintu, Sania sudah dulu masuk. Dia berharap Son tidak menyadari adanya Sania di dalam sana.
Sania mulai membuka matanya saat Son sudah masuk ke dalam bathub. Melihat seorang pria telanjang membuat kakinya lemas. Dia sungguh tidak kuat. Son sudah mulai membersihkan diri, walaupun tangannya kesulitan untuk mencari apa yang dia butuhkan. Diam-diam Sania menggeser apa yang dia perlukan. Sania berusaha tidak mengeluarkan suara.
Wanita itu melirik pada tubuh indah suaminya. Dia benar-benar pria yang sempurna. Ketampanannya tak kalah dari kakak-kakaknya yang lain. Bahkan menurut Sania, Son lah yang paling tampan.
Sania perlahan memundurkan langkahnya saat Son yang tiba-tiba akan keluar dari bathub. Kedua tangannya dia pakai untuk menutupi kedua matanya. Son benar-benar meninggalkan seluruh pakaiannya. Dia saat ini tidak memakai apa pun. Sedikit demi sedikit Sania mengintip di celah-celah jarinya, untuk melihat apa yang akan Son lakukan. Sania paham, dia sedang mencari sebuah handuk.
Saat Sania mencoba menggapai handuk, tiba-tiba tangannya tak sengaja tersentuh oleh Son yang sedang meraba-raba.
"Siapa ini!" Suara Son menggelegar. Sania begitu ketakutan. Son langsung menggapai handuk yang berada di tangan Sania dan memakainya, "kau!" Wajahnya terlihat merah. Sania langsung berlari keluar dari kamar mandi. Son yang buta tak dapat mengejar, dia berjalan tertatih-tatih sambil meraba.
"Jangan pergi!" Apa saja yang diraihnya langsung dia banting. Son begitu marah. Sangat marah. Sania yang ketakutan tak dapat mengeluarkan suara. Matanya berair menahan tangisnya.
"Siapa yang menyuruhmu masuk!" Terdengar suara Son yang teriak-teriak. Dari luar para pelayan menyadari bahwa itu suara darinya.
"Tuan Son sedang memarahi siapa?" Para pelayan saling berbisik.
"Bi Mar, apa kau dengar?" Bi Mar yang tak sengaja lewat menghentikan langkahnya. Dia bisa mendengar jelas suara Son yang sedang marah. Pelayan tua itu langsung berlari menuju kamar Son.
Tok!
Tok!
Tok!
"Permisi, Tuan." Yang ditakutkan Bi Mar adalah Son menyakiti istrinya. Apalagi dia beberapa kali mendengar suara berisik dari barang-barang yang jatuh.
Sania yang mendengar ada yang ketok pintu kamarnya langsung menghampiri dan membuka. Wajahnya dia perlihatkan biasa saja.
"Nona, apa yang terjadi?" Bi Mar begitu cemas. Sania yang baru saja membuka pintu hanya tersenyum dan menggeleng.
"Memangnya apa yang terjadi, Bi? Tidak ada yang terjadi," jawabnya setenang mungkin.
"Nona, jangan berbohong. Saya mendengar tuan Son marah-marah dan membanting barang. Apa tuan menyakiti Anda?" tanyanya khawatir.
"Dia suamiku, Bi. Jadi apa yang terjadi pada kami, itu hanya kami yang tahu. Bibi lanjut kerja saja. Bibi juga sudah memberi amanat untukku." Pintu pun ditutup oleh Sania, dia kembali menghampiri suaminya. Kini Son mulai sedikit tenang. Dia sedang terduduk di atas sofa kecil.
Barang-barang terlihat sangat berantakan. Untung saja tidak ada barang yang terbuat dari kaca. Karna semuanya sudah dikeluarkan dari kamarnya. Pelayan tidak mau melihat Son membanting barang sejenis kaca, karna Son sering terluka karnanya. Jika dilihat lebih dekat, banyak bekas luka di kakinya juga tangannya.
"Pakai lah bajumu dulu. Kau bisa memakainya sendiri, kan? Aku tidak akan melihatnya." Sania memberikan satu stel pakaian tidur untuknya.
"Kau! Kau mengekori ku masuk ke dalam kamar mandi. Dan kau sudah melihat semuanya! Lalu apa bedanya dengan memakaikan pakaianku?" Son mencengkram erat tangannya. Suaranya begitu dingin menusuk ke telinganya, "kau sudah lancang!" Son mendorongnya sampai terjatuh ke lantai. Son tiba-tiba jongkok di hadapan Sania yang jatuh di lantai. Di tariknya kaki Sania, lalu dia menggapai sisi dress bagian bawah.
SREETTTT!
Robek lah sisi dress Sania bagian bawah. Hingga pahanya yang mulus terlihat. "Ini hukuman untukmu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Rouli
yg sabar Sania,,,buah kesabaran pasti hasilnya bagus
2022-12-26
2
Aqila Nurul
bbang son jngan terlalu ksar nanti jd bucin lo
2022-08-28
1
Astrid Oleth van Hayoto
di balik kasarnya son... ad hikmahnya pasti.
kebahagian menantimu sania.
Allah tidak menguji umatnya sampai melewati batas.
2022-08-25
1