"Tuan Darien pulang!" teriak salah seorang pelayan dari dalam rumah. Pelayan senior yang tak lain Bi Mar memanggil seluruh pelayan yang berada di rumah. Mereka bersiap untuk menyambut kedatangan Tuan Darien yang baru saja pulang dari luar negri.
Wajah tampannya dan senyuman khasnya membuat semua pelayan wanita terpikat dengan pesonanya. Darien adalah anak kedua dari Tuan Math. Dia adalah pengusaha sukses yang mendirikan perusahaan dengan jerih payahnya sendiri tanpa bantuan Ayahnya.
"Selamat datang kembali, Tuan Darien." Pelayan serentak memberikan hormat akan kedatangannya.
"Sudah berapa kali saya bilang, hentikan memberikan hormat seperti ini. Saya tidak suka." Darien tidak nyaman dengan perlakuan para pelayan yang menurutnya berlebihan.
"Maaf, Tuan. Tapi ini perintah dari tuan Math," ujar Bi Mar menjelaskan.
"Ayah terlalu berlebihan!" ujarnya kesal dan beranjak pergi.
Di sebuah ruangan yang terletak di lantai paling atas, dia menginjakkan kakinya di sana. Pintu yang selalu tertutup tapi tidak dikunci, dia buka perlahan.
"Darien ... anakku tersayang," ujar Tuan Math seraya memeluknya erat. Dia tahu hari ini anak paling mandiri akan pulang, karna itu dia tidak berangkat ke kantor.
"Ayah, hentikan aturan yang berlebihan itu. Darien tidak suka." Darien mendudukkan tubuhnya pada sofa setelah sang Ayah menyuruhnya untuk duduk.
"Itu bentuk kasih sayang Ayah kepadamu Darien," ucap Tuan Math.
"Ayah hanya sayang kepada Son. Ayah hanya bangga terhadapku jika aku melakukan kebaikan, jika aku melakukan kesalahan. Ayah tidak pernah membelaku atau pun menegurku dengan cara halus," ujarnya menyindir.
"Ayah tidak pernah pilih kasih. Hentikan omong kosongmu!" Tuan Math mulai naik darah. Dia tidak terima putranya berkata seperti itu.
"Siapa gadis di depan? Apa itu wanita baru lagi?" Tuan Math beranjak dari duduknya dan melihat ke bawah dari jendela.
"Dia sudah datang," ujarnya lirih. Tuan Math beranjak pergi dan meninggalkan Darien yang masih duduk di sofa.
"Ayah ... siapa gadis itu?" Darien pun menyusul langkah Ayahnya yang terlihat tergesa-gesa.
"Kau tidak usah ikut campur, Darien! Temui adikmu dan buat dia tersenyum lagi." Hampir setiap kali Darien pulang ke rumah, Ayah hanya menyuruhnya untuk menemui Son-adiknya. Dia hanya memikirkan keadaan Son, tanpa mau tahu keadaan dirinya selama di luar negri.
Langkah kakinya ragu saat akan memasuki sebuah rumah mewah. Rumah yang sangat mewah dan juga besar. Dia berjalan bersama seorang pelayan yang pakaiannya sangat rapi. Bahkan bisa dibilang pakaian pelayan ini lebih bagus dari pakaian yang dia kenakan.
"Silahkan Anda tunggu di sini, Nona." Sania duduk di kursi sofa yang sangat empuk. Bahkan empuknya melebihi kasur di kamarnya. Dia benar-benar seperti di rumah sultan.
"Sania ...." Seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Tuan Math memanggilnya dengan lembut, "akhirnya kamu datang juga, Sania." Tuan Math tersenyum ke arahnya. Dia juga menyuruh Sania untuk bersikap santai saja.
"Iya Tuan. Sesuai yang dikatakan Tuan, apa Anda akan memberikan saya sebuah pekerjaan?" Sania tidak sabar untuk mengetahui pekerjaan apa yang akan diberikan Tuan Math padanya. Tapi sebelum itu Tuan Math memerintahkan seluruh pelayan untuk meninggalkan ruang tamu yang cuma ada dirinya dan Sania.
"Sania, berapa umurmu?" tanya Tuan Math lembut. Dia terlihat seperti Ayah yang sangat penyayang.
"Umur saya baru 18 tahun, Tuan. Saya baru lulus sekolah." Tuan Math mengangguk. Dia meneliti penampilan Sania dari atas sampai bawah, memang dia terlihat masih remaja.
"Ayah dan Ibumu ada di rumah?" Tuan Math memberikan pertanyaan yang sangat privasi itu membuat Sania terlihat tidak nyaman. Tapi dia berusaha untuk menjawabnya.
"Ayah dan Ibuku sudah meninggal, Tuan. Saya tinggal bersama Paman, Bibi dan sepupu perempuan." Sania menjawab apa adanya.
"Kamu yatim piatu? Tidak punya saudara?" Tuan Math memasang wajah sedihnya.
"Saya anak tunggal, Tuan."
Setelah kepulangannya dari rumah Tuan Math, Sania berjalan sendirian menyelusuri jalan. Sebelum 24 jam dia harus memutuskan tentang takdir kehidupannya untuk ke depannya.
"Terima atau tidak?" Sania terlihat berpikir.
"Saya sedang mencari calon istri untuk putra bungsuku. Namanya Son, dia putraku yang paling saya sayangi. Dia sedang patah hati karna kehilangan Vennie-tunangannya. Vennie sudah meninggal. Son buta dan tidak mau menjalani kehidupannya dengan normal. Operasi mata telah ada untuknya, tapi dia tidak pernah mau menyetujuinya. Saya ingin, kamu membuatnya menjadi Son yang dulu. Jadi lah istrinya agar tidak ada jarak di antara kalian. Sebagai Ayah, saya tidak mau melihat putraku terus terpuruk dengan kesedihannya selama bertahun-tahun."
"Menjadi istri dari pria buta yang patah hati?" Sania tidak sanggup membayangkan. Dia tidak mau menikah di usianya yang masih belia. Dia belum cukup ilmu untuk membina sebuah rumah tangga. Ini bukan sekedar menikah, dia juga harus menyembuhkan luka di hati suaminya nanti. Membuat seorang pria jatuh cinta tanpa melihat? Itu sangat sulit. Semua orang mengatakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Artinya fisik menjadi salah satu timbulnya rasa tertarik dan suka.
Tak terasa Sania sudah sampai di depan rumah setelah tadi dia naik bus dan turun di halte. Rumah yang cukup mewah dibandingkan rumah lain di kompleknya.
"Kenapa sudah pulang siang hari begini! Mana katanya kamu cari kerja?" Belum sempat masuk, Bibi Lotus sudah berdiri di depan pintu. Saat tak sengaja melihat Sania di depan rumah, dia langsung menghampirinya.
"Sania belum dapat pekerjaan, Bi." Sania tidak punya pilihan lain untuk tetap pulang ke rumah ini. Dia tidak punya saudara selain Paman dan Bibinya. Seorang teman pun dia tidak punya. Dia selalu dikucilkan dulu saat di sekolah, itu semua karna Maria. Maria membuat semua teman di sekolah menjauhinya. Ada teman pria yang mendekatinya tapi Sania tidak pernah merespon mereka semua, itu yang membuat seluruh teman pria membencinya juga.
Pak Mail yang baru saja pulang dari supermarket tersenyum ke arahnya. "Nona, Anda sudah pulang? Bagaimana hari ini?" Pak Mail mengajaknya untuk masuk. Bibi Lotus pun tidak bisa berbuat apa-apa, dia tahu kedekatan mereka berdua. Tidak mungkin Bi Lotus memecat Pak Mail, karna hanya Pak Mail yang mau digaji berapa pun yang diberikannya. Pak Mail juga tidak punya pilihan lain selain tetap bekerja di rumah ini.
"Pak Mail, Sania mau bicara sesuatu," bisiknya. Sania mengajaknya untuk ke halaman belakang. Dia menengok ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada seorang pun di sana.
"Kenapa, Nona? Apa ada masalah?" Pak Mail terlihat khawatir. Wajah keriputnya terlihat bersedih.
Sania menggeleng. "Kalau Sania menikah bagaimana?" ujarnya lirih.
Hati Pak Mail seketika mencelos kaget seraya memegangi dadanya yang sedikit sesak. "Pak, Pak Mail tidak apa-apa?" Sania mencoba memegangi tubuhnya agar masih bisa menjaga keseimbangan.
Pak Mail sejenak mengatur napasnya dan menjawab. "Sania ingin menikah dengan siapa? Kenapa Pak Mail belum pernah di kasih tahu? Jangan asal memilih laki-laki untuk dijadikan suami, Nona." Salah satu yang membuat Pak Mail bertahan di sini juga karna dia yang sudah sayang sekali dengan Sania. Dia menganggap Sania seperti anaknya sendiri.
.
.
.
Selamat membaca ya Para Readers...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Komang Restu
maaf baru mampir pensaran
2024-01-30
1
Aqila Nurul
awal dri kebahagianmu sania terima sja
2022-08-28
2
riana irma
☺😍
2022-07-29
2