Matahari pagi menyapa dengan hangatnya. Seorang gadis cantik sedang berdiri di halaman depan rumah. Gadis dengan rambutnya yang digerai indah itu membantu pelayan merawat tanaman bunga.
"Nona, sebaiknya Anda masuk saja ke dalam rumah." Seorang pelayan menyuruhnya untuk berhenti membantunya. Tapi Sania tidak menghiraukannya.
"Nona, tolong hentikan. Nanti saya yang dimarahi," ujar pelayan itu lagi.
"Sania, kenapa kamu di sini?" Suara Math tiba-tiba terdengar dari arah belakang mereka. Serentak kedua orang itu menoleh ke belakang. Terlihat Math berdiri dengan pakaian rapi, sepertinya akan segera ke kantor.
"Ayah, aku sedang—"
"Masuk ke dalam, Sania. Takut jika Son membutuhkan sesuatu," perintahnya. Bukan berarti melarang menantunya untuk keluar rumah, tapi keadaan Son yang sangat membutuhkan bantuan orang lain. Math sangat mengkhawatirkan keadaan putranya.
"Baik, Yah." Sania langsung beranjak pergi. Belum juga dia mencapai pintu depan. Terdengar langkah kaki seseorang mendekat. Pak Satpam yang berjaga di depan berlari dengan kencangnya menghampiri mereka semua.
"Ada apa? Kenapa kau lari-lari?" tanya Math.
"Maaf, Tuan. Di depan ada seorang pria muda yang memaksa untuk masuk. Katanya ingin bertemu dengan Nona Sania." Mendengar namanya disebut, Sania berjalan mendekat.
"Ingin bertemu denganku?"
"Iya, Nona. Tapi saya tanya katanya belum membuat janji apa pun dengan Nona."
Sania dan Math saling pandang. Dengan cepat Math mengakhiri tatapan itu dan berjalan ke arah depan. Sania mengekori dari belakang. Dia juga penasaran akan sosok pria yang ingin menemuinya.
"Apa kau mempunyai teman pria?" tanya Math ditengah-tengah mereka berjalan.
Sania langsung menggeleng. Dia tidak memiliki teman, bahkan teman wanita pun tidak punya. Tapi tiba-tiba dia teringat sesuatu.
"Jeffry!"
Dia teringat akan Jeffry, apa mungkin dia yang ingin bertemu dengannya?
Benar saja, sosok Jeffry lah yang ada di depan. Dia berkali-kali memaksa untuk masuk saat pertanyaannya dijawab oleh Pak Satpam dengan benar. Bahwa Sania memang benar ada di rumah itu, sebagai istri dari seorang tuan muda di rumah.
"Sania, kau apa kabar?" Ada perasaan senang sekaligus terkejut saat dia akhirnya bisa melihat sosok Sania lagi. Wanita yang telah mencuri hatinya secepat kilat. Tapi kenyataannya sekarang Sania benar-benar sudah menikah. Bahkan dirinya tak diundang sama sekali.
"Jeffry, dari mana kau tahu aku di sini?" Mereka saling pandang, terlihat mata pria itu sangat lah kecewa.
"Sania, apa benar kau sudah menikah?" tanyanya memastikan kembali.
Math yang menyimak keduanya berbincang akhirnya mengeluarkan suaranya. "Ini temanmu, Sania?" Gadis itu mengangguk.
"Sania, kau benar-benar sudah menikah?" pertanyaan sama yang kedua kalinya. Saat ini mereka sedang duduk berdua di ruang tamu. Setelah Math menyuruh Sania membawa temannya untuk masuk.
"Iya, Jeffry. Aku sudah menikah," jawabnya sambil menunduk. Dia merasa malu karna Sania memang sengaja menjauh dari Jeffry. Tidak mau kalau temannya itu mengetahui dirinya yang tiba-tiba menikah. Takut jika Jeffry akan mencemoohnya.
"Kenapa tidak memberitahuku? Apa kau tidak lagi menganggapku sebagai temanmu?" Kenyataan pahit yang sekarang dia terima. Bahwa wanita pujaannya telah menikah dengan pria lain. Tapi Jeffry berusaha menyembunyikan rasa kecewanya. Setidaknya dia masih bisa melihat Sania dan berteman dengannya. Untuk memastikan bahwa wanitanya ini baik-baik saja.
"Maaf, Jeffry." Hanya maaf yang bisa dia katakan. Tak mungkin dia menceritakan semuanya pada Jeffry. Mereka tidak sedekat itu. Sania hanya menganggap Jeffry sekedar teman kenal saja. Walaupun Jeffry menganggapnya lebih. Bahkan jika wanita ini membutuhkan bantuannya, Jeffry dengan siap sedia membantunya. Walaupun mereka baru saja kenal.
"Nona, Anda harus segera ke kamar. Tuan Son sudah bangun," bisik seorang pelayan pada Sania. Wanita itu lantas menoleh pada Jeffry yang kebingungan.
"Jeffry, aku masih banyak urusan. Kita bisa bertemu lain waktu lagi," ujarnya. Jeffry pun mengerti, dia akhirnya pamit untuk pulang. Sejenak dia menatap wanita pujaannya dengan tatapan dalam. Dia berharap wanitanya ini bahagia dengan pernikahannya.
"Sania, kabari aku jika kamu ada masalah atau butuh bantuan." Sania begitu terenyuh mendengar perkataan Jeffry. Sepeduli itukah Jeffry terhadapnya? Baru kali ini ada seorang pria yang tulus berteman dengannya.
Saat Sania sedang berjalan menuju kamarnya. Di tengah jalan dia berpapasan dengan Darien. Kakak dari suaminya yang berwajah tampan. Sania mencoba untuk tersenyum padanya, tapi Darien masih memasang wajah datar membuat Sania akhirnya malu karna senyumannya tak terbalas.
"Tunggu!" Suara Darien menghentikan langkahnya. Terlihat tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada mereka berdua. Sania lantas menoleh ke belakang, begitu pun Darien.
"Iya, Kak. Ada apa?" tanya Sania lembut. Keduanya saling menatap satu sama lain.
"Jika Son suatu hari menyakitimu, katakan padaku." Setelah mengatakannya Darien langsung beranjak pergi. Pria itu sama dinginnya dengan Son. Sania hanya bisa menghela napasnya melihat orang-orang di dalam rumah yang begitu dingin sikapnya.
"Sania!" tepukan pada pundaknya membuatnya terjingkat kaget. Ternyata Ibu Luzi. Wanita paruh baya itu menatapnya dengan heran. Kenapa Sania berdiri sendirian dan terdiam.
"Ibu." Sania menatap Ibu Luzi yang beruntung. Memiliki suami seperti Math dan putra-putra yang tampan dan sukses.
"Kau sedang apa di sini sendirian?" tanyanya pada menantu pertamanya. Merelakan Son menikah, itu hal yang sulit untuk dia terima. Son adalah putra terakhir, tidak seharusnya dia menikah secepat ini. Waktu dulu Son memutuskan untuk bertunangan dengan Vennie, Luzi juga menentangnya. Tapi Son tetap saja keras kepala.
"Tidak sedang apa-apa, Bu. Aku harus segera ke kamar. Son sudah bangun, aku harus segera memandikannya." Sania ingin beranjak pergi, tapi Luzi menahannya.
"Sania, sebentar," ujarnya pelan. Banyak hal yang belum dia katakan pada menantunya itu, "Sania, bersabarlah. Kesabaran pasti akan membuahkan hasil yang baik."
Tidak tahu mengapa banyak orang yang mengkhawatirkannya. Sania merasa beruntung dikelilingi orang yang baik.
"Iya, Bu. Ini pilihan hidup Sania." Sania sudah jujur dengan Luzi. Bahwa dia memang belum terlalu mengenal Son, tapi Sania yakin pernikahannya akan berakhir bahagia. Walaupun setiap hari dia semakin ragu dengan harapannya.
Son sudah duduk di ranjang dengan posisi yang sama setiap harinya. Melihat ke sembarang arah dengan tatapan kosongnya.
"Siapa!" Mendengar pintu kamarnya dibuka, Son langsung mengeluarkan suara.
"Istrimu," jawab Sania, "kau harus segera mandi. Untuk kali ini, aku tidak akan diam-diam masuk ke dalam kamar mandi. Aku akan tunggu di luar. Tapi jika kau kesulitan di dalam sana, panggil lah aku."
"Kau siapa? Apa kau senang akhirnya menikah denganku? Kau hanya mengincar hartaku saja, kan?" Pria buta itu berkata dengan pedasnya. Tak percaya jika suaminya menganggapnya rendah seperti itu. Memangnya apa yang bisa dia harapkan dengan pria buta seperti dirinya? Apa dia memiliki harta?
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
son jangan bicara keras..
2022-11-13
3
Tole Tole
sabar Sania pedas ucapan suamimu
2022-07-24
2
Risa Istifa
nanti bucin deh ..
2022-07-20
2