Saat Meli melihat Lina untuk yang pertama kalinya, dia tertarik dengan penampilannya yang mungil dan cantik.
Dia pun tidak bisa menahan diri, untuk tidak mencubit wajah Lina yang putih bersih, sambil berkata dengan senyumnya yang lebar, "Apakah kamu pasangan Uriel? Betapa mungil dan imutnya dirimu."
Dalam hati, Lina pun mengakui kalau tinggi tubuhnya tidaklah tinggi, tetapi dia juga tidak pernah merasa kalau dirinya pendek.
Tapi sejak dia dikirim ke dunia ini, dia mulai menyadari kalau setiap Orc yang dia lihat ternyata tubuh mereka lebih tinggi darinya. Bahkan wanita muda di depannya ini pun satu kepala lebih tinggi darinya.
Saat ini dia sedang dalam suasana hati yang kurang baik dan sedih.
Saat musim dingin mulai tiba, para Orc laki-laki semuanya akan sibuk berburu, meninggalkan beberapa Orc yang sudah tua dan anak-anak mereka di rumah, untuk menyamak kulit-kulit yang sudah mereka kumpulkan. Dan juga menjaga sirkulasi udara, untuk mencegah daging-daging hasil buruan mereka, membusuk selama dalam penyimpanan.
Adapun bagi para wanita yang jumlahnya langka di sini, mereka tidak perlu melakukan apa-apa. Mereka hanya perlu beristirahat di rumah dan bersenang-senang. Para Laki-laki lah yang akan membawa makanan ke hadapan mereka.
Meskipun Lina ingin berbaring di tempat tidur setiap harinya, dan menunggu kehidupan yang baik, akan tetapi dia mencintai Uriel lebih dari sekedar persoalan berburu.
Dia berharap untuk bisa berbagi beberapa tekanan bersama Uriel.
"Saudari Meli, maukah kamu mengajari aku caranya menyamak kulit?" Dia bertanya kepada Meli dengan ragu-ragu.
Meli mengangguk.
"Tentu saja, tapi kenapa kamu ingin mempelajarinya? Sebagai seorang wanita, kamu tidak perlu melakukan apa-apa. Kamu hanya perlu untuk bisa memiliki bayi dan berada di rumah saja. Nanti akan ada orang lain yang akan melakukan pekerjaan kasar ini."
Saat mendengar kata melahirkan, wajah Lina yang putih pun berubah memerah.
Dia tidak bisa untuk tidak memikirkan itu.
"Jika aku bisa melahirkan anak setampan Uriel, itu pasti akan sangat bagus."
"Ah. Sudah! Sudah!" Lina kemudian menutupi wajahnya yang memerah, untuk menghentikan angan-angannya yang tidak realistis itu.
Tentu saja dia tidak mungkin mengatakan, kalau dia ingin berbagi tekanan dengan Uriel. Jadi dia hanya bisa mengatakan beberapa alasan yang dibuat-buat saja.
"Aku sedang merasa bosan saja, mencoba untuk mencari kegiatan untuk diriku sendiri."
Mendengar apa yang dikatakan Lina, Meli pun tertawa.
"Yah, kebetulan aku juga sedang merasa malas dan bosan. Aku akan menemanimu sambil berjemur.."
Setelah itu, mereka pun mengambil beberapa kulit dan pergi menuju ke sungai.
Proses penyamakan kulit binatang ternyata tidaklah rumit. Di bawah arahan Meli, Lina dapat dengan cepat memahami seluruh prosesnya.
Saat mereka bekerja sambil asik bercanda, banyak pria yang menatap mereka dengan sorot mata yang berapi-api.
Di sini, wanita sangatlah spesial, mereka biasanya jarang keluar pada hari-hari sibuk, keluarga mereka pun kebanyakan tidak akan membiarkan mereka keluar diwaktu seperti ini.
Tapi hari ini ada dua wanita yang muncul pada saat yang sama, hal seperti ini jarang terjadi. Mereka berdua juga tampak cantik-cantik, terlebih lagi yang bertubuh mungil. Setiap mata laki-laki yang melihatnya pasti akan tertarik dengannya.
Beberapa pria muda yang masih lajang, tidak bisa menahan keinginan mereka untuk mencoba mendekati, dan berbicara dengan wanita itu.
Akibatnya, mereka pun dipukuli oleh Wiro yang sedang bersembunyi mengawasi Lina, tak terlalu jauh dari lokasinya saat ini.
Dari saat Lina berjalan keluar rumah, Wiro ternyata diam-diam mengikutinya. Dia memperhatikan dari kejauhan, Lina yang sedang berbicara dan tersenyum dengan temannya itu. Senyumnya yang cerah membuat jantungnya berdetak dengan cepat.
Bagi siapa saja pria yang mencoba untuk mendekati gadis mungil itu, dengan cepat Wiro akan segera menghadangnya, dan menghajar mereka hingga babak belur.
Meli menyadari, kalau saat ini ada perkelahian yang tidak jauh dari situ. Dia pun tidak bisa menahan diri untuk memperhatikan lebih seksama, kemudian bertanya dengan sedikit ragu, "Apa kamu kenal dengan Wiro si kepala suku?"
Lina kemudian menjawab tanpa mengangkat kepalanya, "Begitulah."
"Kalau aku perhatikan, sepertinya kepala suku sedang mengawasimu." Kata Meli kepada Lina.
"Hah?" Lina mengangkat kepalanya karena terkejut mendengar apa yang sudah Meli katakan, kemudian melihat ke arah yang sedang dia tunjuk.
Saat itu juga, tatapan mata Lina dan Wiro pun saling bertemu.
Ujung telinga Wiro berubah kemerahan, jantungnya berdetak dengan lebih cepat lagi. Terlihat jelas pihak lain tidak mengatakan apa pun, akan tetapi dia spertinya malah merasa tertekan.
Dia merasa kebingungan dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan melangkahkan kakinya berjalan mendekat menuju ke arah Lina.
"Kenapa kamu di sini?" Lina bertanya kepadanya.
Tapi saat mata Wiro memperhatikan wajah gadis itu dari dekat, pikirannya kemudian membayangkan adegan erangan lembut yang dia dengar semalam. Saat itu juga, dia merasakan benda yang ada di s*l*ngk*ngannya akan bereaksi, dia pun dengan segera membelokkan arah langkahnya untuk menghindari pandangan mata Lina. Dan berjalan lebih cepat.
"Aku sedang jalan-jalan." Jawab Wiro.
"Oh." Lina menjawab singkat. Kemudian dia mengabaikan Wiro yang berada di sana, dan melanjutkan menyamak kulit.
Namun, Meli melihat ada perbedaan yang tidak biasa pada diri Wiro, dan tak bisa menahan tawanya.
"Aku tak menyangka kalau Wiro si kepala suku yang sangat-sangat membenci wanita, hatinya kini sudah terbuka. Kejadian seperti ini benar-benar langka!"
Wiro yang berdiri di sungai tak jauh dari situ, seolah-olah sedang menikmati pemandangan di seberang sungai. Akan tetapi, melalui sudut matanya, dia beberapa kali melirik kearah gadis kecil yang ada di dekatnya.
Lina tetap asik berbicara dan tertawa dengan Meli, sambil menyamak kulit.
Semakin banyak orang melihatnya, semakin mereka menyukainya.
Setelah Kulit-kulit itu basah terkena air, akan menambah bobotnya menjadi lebih berat. Butuh banyak usaha bagi Lina yang lemah, untuk mengangkat kulit-kulit itu.
Tapi kemudian, tangannya tiba-tiba jadi terasa ringan.
Ternyata, Wiro sudah mengambil kulit-kulit yang sedang berusaha akan dia bawa.
Saat Lina akan mengucapkan terima kasih, saat itu juga dia mendengar cemoohan dari arah depannya.
"Kamu bahkan tidak bisa membawa benda seringan ini? Benar-benar wanita yang tidak berguna!"
Kemudian Lina pun berkata, "Rasa terima kasih di hatiku tiba-tiba saja menghilang."
Setiap kali orang ini membuka mulutnya, dia tidak akan pernah mengeluarkan kata-kata yang bijak.
Wiro kemudian mulai berjalan sambil membawa kulit-kulit itu.
Lina pun dengan cepat mengikutinya.
"Tunggu aku! Kenapa kamu berjalan begitu cepat?!"
"Jalanku terlalu cepat? Jelas-jelas itu karena kakimu yang terlalu pendek!" Sahut Wiro.
"Hei! Itu merupakan serangan pribadi! Aku keberatan!" Lina mengatakan keberatannya.
"Keberatan ditolak!" Sahut Wiro lagi.
Meli yang membawa kulit-kulit milik keluarganya, sedang mengikuti mereka dari jauh.
Dia mendengar pertengkaran konyol dan ke kanak-kanakan, antara sosok yang bertubuh tinggi dan sosok yang bertubuh pendek, yang sedang berjalan di depannya, dia pun tak bisa menahan tawanya.
"Permusuhan kecil yang menarik!"
Lina kemudian menjemur kulit-kulit binatang itu di puncak gunung. Ketika nanti matahari akan terbenam, dia baru akan mengambilnya.
Saat dia bersiap untuk memasak makan malam, dia tiba-tiba teringat akan kaldu yang dia berikan kepada Wiro tadi malam.
Pria itu sudah menghabiskan kaldu yang diberikan padanya, tapi belum juga mengembalikan mangkuknya.
Kemudian dia pergi menuju ke rumah sebelah mencari Wiro dan mengulurkan tangan kanannya.
"Mana mangkuknya? Kembalikan padaku!"
Wiro pun menghindari pandangannya, dan berkata, "Mangkuk apaan?"
"Mangkuk kayu yang berisi kaldu tadi malam. Yang sudah Uriel bawa kemari untukmu. Jangan pura-pura bodoh. Cepat ambil dan kembalikan mangkuk itu padaku."
Lina menatapnya, menganggap orang ini benar-benar jahat. Dia juga ingin mengambil mangkuknya walaupun sudah diberi sup. Dia bahkan tidak mau melepaskan kesempatan yang gratisan.
Wiro tahu dia tidak bisa menyembunyikannya lagi, dia akhirnya mengambil dan mengeluarkan mangkuk kayu yang telah dia bersihkan, dan akan dia jadikan sebagai barang yang paling berharga itu.
Karena itu adalah satu-satunya barang, yang diberikan gadis kecil itu padanya. Sebetulnya dia sangat enggan untuk mengembalikannya.
Lina meraih mangkuk kayu itu, kemudian segera berbalik dan lari.
Di malam hari, Uriel kembali dengan membawa hasil buruannya.
Dengan hati-hati dia meletakkan tas kulit di atas meja, "Ini semua adalah tanaman yang kamu butuhkan. Aku sudah mencarikannya untukmu."
Dengan riang, Lina berlari dan membuka tas kulit itu, kemudian mengeluarkan semua tanaman yang ada di dalamnya, untuk diidentifikasi satu per satu.
"Semua ini adalah tanaman yang aku butuhkan, tidak ada yang kurang satupun!"
Lina pun sangat senang. Ada sejenis buah yang berwarna putih. Perasan airnya rasanya asin, bisa digunakan sebagai pengganti garam.
Selain itu, ada daun yang berwarna merah, dengan rasanya yang pedas.
Terakhir, ada buah manis yang sering dimakan oleh Lina. Rasanya sangat manis, bisa untuk menggantikan gula.
Dengan sudah tersedianya bumbu-bumbu tersebut, dengan senang Lina pun mulai menggoreng dua hidangan, dan merebus sepanci besar berisi kaldu daging.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡
mau di jadiin benda pusaka ehh malah di pinta lagi, kasian deh jadinya 😅😅😅
2022-04-26
0
EL CASANDRA
☹ kacian juga Wiro💔
2022-02-19
0
zhA_ yUy𝓪∆𝚛z
panas dingin nih jadinya....
2022-01-19
0