Wajah Kurnia berubah pucat, begitu masuk ke dalam rumah dia mendapati tantenya tergeletak di lantai tidak sadarkan diri, dan ditambah ada bercak darah di sana.
Kurnia yang panik melepaskan kantong belanjaan yang ada di tangannya, lalu bersimpuh memangku Riana.
"Tante, bangun ... apa yang dilakukan kedua orang tadi padamu?" isak Kurnia sambil menepuk pipi Riana, tapi tidak ada respon dari tantenya itu.
Sementara itu Almeer dan Dino yang mendengar teriakan Kurnia tadi mengurungkan niatnya untuk pergi, mereka kembali ke rumah tersebut dan langsung menerobos masuk.
"Apa yang terjadi pada Nyonya Riana?" tanya Almeer.
"Apa yang kalian pada tanteku?" pekik Kurnia.
Almeer berdecak. Dari mana akan ada jawaban, jika pertanyaan berbalas pertanyaan.
Melihat Riana yang tidak sadarkan diri, jiwa protektif Almeer muncul seketika.
"Minggir!" perintah Almeer, bahkan tanpa meminta persetujuan Kurnia dia langsung mengendong Riana untuk membawanya keluar.
Kurnia bangkit lalu menyusul Almeer. "Mau kau bawa ke mana tanteku?"
"Bertamasya! Tentu saja ke rumah sakit!" geram Almeer, baginya pertanyaan Kurnia terlalu konyol.
Dino dengan sigap membukakan pintu mobil untuk Almeer. Dia langsung masuk untuk duduk memangku Riana.
"Kau duduk di depan saja!" perintah Almeer, dan Kurnia mengangguk.
Dino langsung melajukan mobilnya, sementara itu Kurnia terus mengarahkan pandangannya ke kursi berlakang. Dimana tantenya sedang terbaring di pangkuan pria yang tidak dikenalnya.
Kurnia bertanya-tanya mengapa Almeer tampak begitu paduli pada Riana? Dan pria itu terlihat sangat mengkhawatirkan keadaan Riana. Tapi Kurnia memilih memendam rasa ingin tahunya, dan menyimpan segala pertanyaan di kepalanya sendiri. Karena saat ini yang terpenting adalah keselamatan Riana.
Saat ini Almeer hanya bisa menatap penuh wajah Riana yang tampak pucat itu, ingin rasanya dia menyentuh wajah wanitanya itu, tapi dia harus menahan diri karena sepersekian detik sekali, Kurnia akan menoleh ke belakang untuk melihat keadaan tantenya.
"Din, perintahkan tim medis bersiaga untuk menyambut kita!" perintah Almeer.
"Sudah aku lakukan," jawab Dino yang terus fokus pada kemudinya. Mobil yang ia kendarai meliuk-liuk melewati kendaraan lainnya, dalam kondisi jalanan yang lumayan padat.
Almeer sedikit lega, memiliki Dino sebagai asisten sekaligus sahabat, membuat Almeer mendapatkan begitu banyak kemudahan. Karena Dino sangat gesit dan cepat tanggap dalam segala situasi.
Mobil yang dikendarai Dino tiba di parkiran rumah sakit, beberapa orang perawat langsung menyambut mereka, lengkap dengan brankar pasiennya.
Riana yang sudah dipindahkan ke atas brankar langsung dilarikan menuju ruang perawatan. Sedangkan yang lainnya mengikuti dari belakang.
Kini ketiga orang itu duduk menunggu di ruang tunggu keluarga pasien, sementara dokter melakukan penanganan untuk Riana.
"Mengapa Nyonya Riana bisa seperti tadi?" tanya Almeer, kali ini intonasinya tidak sekeras tadi.
Kurnia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu, aku baru masuk ke rumah dan melihat tanteku sudah pingsan, aku pikir kalian yang melakukannya pada tanteku."
"Mana mungkin aku melakukan hal buruk pada nyonya Riana," sahut Almeer lalu mendesahkan napas berat.
Selanjutnya Kurnia kembali terdiam, dia harus memikirkan bagaimana membayar biaya perawatan Riana. Sementara tanpa persetujuannya Almeer menempatkan Riana di ruang rawat VVIP, yang tentunya akan menelan biaya yang cukup mahal.
"Boleh aku bertanya sesuatu? tanya Almeer membuyarkan lamunan Kurnia.
"Tentang apa?"
"Katanya Nyonya Riana tidak lagi bekerja di perusahaan suaminya, apa kau tahu apa sebabnya?"
"Untuk masalah itu lebih baik tanyakan langsung kepada tante Riana, itu privasinya dia." Tentu saja Kurnia menolak untuk menceritakan masalah pribadi tantenya kepada orang asing. Karena itu termasuk aib keluarga.
Beberapa saat kemudian dokter yang menangani Riana selesai dengan tugasnya. Dia datang untuk menemui keluarga pasien di ruang tunggu.
"Apa Anda suaminya?" tanya dokter tersebut.
"Bukan, tapi saya keluarganya," sahut Almeer cepat.
"Begini, saat ini kandungan pasien memang sudah memasuki awal trimester ke dua, dan seharusnya sudah aman. Tapi setiap kehamilan itu berbeda-beda, dan kandungan Nyonya Riana termasuk yang agak rentan. Maka dari itu jangan membuatnya tertekan pikiran, salah satu penyebab utama Nyonya Riana mengalami pendarahan hari ini, adalah karena tekanan psikologi yang menyebab dia stres berat," jelas dokter tersebut.
"Lalu bagaimana dengan kandungannya, Dok? Apa baik-baik saja?" Kali ini Kurnia yang bertanya.
"Kandungannya baik, tapi tolong jangan buat pasien tertekan, sebisa mungkin cobalah untuk meminimalisir beban pikirannya. Demi menghindari gejala lanjutan," pesan dokter tersebut.
Kurnia mengangguk paham. "Baik, Dokter. Apa saya sudah boleh menjenguk tante saya?"
"Silakan. Tapi saat ini pasien belum siuman, mungkin sebentar lagi."
Setelah mendapat izin, Kurnia langsung pergi untuk melihat keadaan tantenya. Sementara itu Almeer masih terdiam, mencerna setiap kata yang dijelaskan dokter tadi.
Almeer mulai menerka-nerka setiap kemungkinan. Mungkinkah janin yang dikandung Riana adalah anaknya? Karena Riana masih gadis saat mereka berhubungan sekitar 3-bulan yang lalu. Cocokloginya pun mendukung, mengingat dokter tadi mengatakan bahwa kandungan Riana sudah memasuki trimester kedua.
Seperti sebuah titik terang, Almeer menebak sumber masalah antara Tashlim dan Riana adalah kehamilan itu. Tashlim murka karena istrinya hamil, tapi pelakunya bukan dia.
Memikirkan hal ini, membuat Almeer harus mencari bukti, apakah anak yang dikandungan Riana benar anaknya atau tidak? Namun, jalan satunya-satunya adalah menanyakan langsung kepada Riana, karena terlalu lama jika menunggu hasil tes DNA, yang pastinya harus menunggu kelahiran anak itu terlebih dulu.
Almeer melangkah mendekati brankar Riana, jiwanya merasa terpanggil untuk menyapa janin yang kini ada dalam kandungan Riana. Tapi dia kembali harus menahan diri, setidaknya sebelum kebenarannya terungkap.
"Tolong jaga Nyonya Riana. Ini kartu namaku, langsung hubungi aku jika terjadi sesuatu," pesan Almeer yang diiyakan Kurnia.
Setelah berkata seperti itu Almeer mengajak Dino pergi meninggalkan rumah sakit. Mereka menuju sebuah restoran untuk makan siang, yang baru dilakukan saat hari menjelang sore.
***
"Aku yakin anak yang ada dalam kandungan Riana itu anakku, Din," ujar Almeer setelah dia menghabiskan makanannya.
Dino hampir tesedak mendengar pernyataan sahabatnya itu. "Kau jangan mengada-ada, Al. Dia itu wanita bersuami, bagaimana kau bisa begitu yakin itu adalah anakmu?"
"Astaga, Din. Bukankah aku sudah pernah mengatakan bahwa Riana masih suci saat bersamaku! Dan kau tahu, pernikahan Riana dengan Tashlim itu sudah berjalan selama 15-tahun."
Dino mengangguk, dia paham mengapa Almeer begitu yakin. Dino terdiam sejenak membayangkan kemungkinan yang terjadi pada rumah tangga Riana dan Tashlim.
"Begini, Al. Karena kau bilang Riana masih suci saat bersamamu, maka ada dua kemungkinan. Pertama, Riana bukan istri yang berbakti karena tidak mau melayani suaminya notabene sudah berumur. Kedua, suaminya yang sudah tua itu tidak ...."
Dino sengaja tidak melanjutkan kata-katanya, yang langsung digantikan oleh ledakan tawa dari tenggorokannya. Almeer yang paham pun ikut tertawa keras.
"Aku berharap yang benar adalah kemungkinan yang kedua!" ujar Almeer di sela-sela tawanya.
"Tapi sekarang kau harus menemukan bukti dari keyakinanmu dulu, Al. Sebelum kau bertindak lebih jauh!" Dino mengingatkan sahabatnya itu.
"Tentu saja, Din."
Setelah dari restoran, Almeer langsung pulang ke penthousenya. Dia sudah tidak sabar untuk kembali ke rumah sakit, demi menggali informasi tentang kehamilan Riana.
Tapi sebelum itu dia harus berganti ke mode Aldi si asisten, agar pembicaraannya dengan Riana nanti bisa lebih cair.
Bersambung.
Jangan lupa like, vote, dan komennya, ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
🌨️P$W✨
wkwkwk
2022-06-26
0
Putri Nunggal
mahir juga ya author dalam perhitungan bumil 😃
2022-05-05
0
Putri Nunggal
😂😂😂😂sempet sempetnya asal jawabnya almeer
2022-05-05
0