"Maaf, Pak. Tapi masalahnya apa, ya?"
"Lakukan saja apa yang saya perintahkan. Itu pun jika kamu masih mau bekerja di perusahaan saya!" tegas atasan Windy tersebut.
Windy bingung dengan keputusan bossnya, tapi dia tidak bisa bertanya lebih lanjut, karena atasannya itu sudah menutup telponnya.
"Ada apa, Win?" tanya Riana yang juga bingung.
"Aku juga nggak ngerti, An. Tiba-tiba boss aku nelpon, katanya kamu diblack list di sini, dia bahkan nggak ngasih tahu alasannya apa!" balas Windy yang sama bingungnya.
Riana terdiam, dia sudah tidak tahu lagi harus ke mana mencari pekerjaan. Perusahaan ini adalah satu-satunya harapan Riana, setelah resume yang dikirimnya ke berbagai perusahaan lain juga mendapat penolakan.
"Maaf ya, An. Aku nggak bisa bantu kamu, aku juga nggak tau kenapa bisa begini." Windy merasa tidak enak hati karena tidak dapat membantu temannya itu.
"Nggak apa-apa, kok Win. Mungkin perusahaan ini juga memiliki hubungannya dengan mas Tashlim," sahut Riana pasrah.
"Sepertinya ini nggak ada sangkutannya dengan mantan suami kamu, An. Kamu tahu sendiri ini perusahaan retail, mana mungkin ada hubungannya dengan mas Tashlim," ujar Windy yang benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi.
"Sudahlah, Win. Mungkin belum jodoh, aku bisa kerja kerja di sini." Riana mendesah berat karena sudah merasa lelah, dia hampir menyerah dengan semua ini.
"Sekali lagi maaf, ya, An. Aku benar-benar nggak bisa bantu." Windy mengatupkan kedua telapak tangan di depan dadanya, sebagai ungkapan dia turut menyesal atas kejadian ini.
"Sudah, jangan dipikirin." Riana mengibaskan tangannya, berusaha menujukkan mimik tegar. Dalam hatinya dia berjanji akan membuktikan kepada orang-orang yang membencinya, bahwa dia bisa bertahan dan bangkit dari keterpurukannya saat ini.
"Kamu nggak langsung pulang 'kan, An. Tunggu bentar, ya. Nggak lama lagi aku istirahat, nanti aku traktir kamu makan siang," ujar Windy mencoba menghibur Riana.
"Oke, kalau gitu aku tunggu di loby, ya," pamit Riana yang diangguki Windy.
Riana melangkahkan kaki dengan berat, pikirannya melayang jauh tentang masa depan.
"Bagaimana aku bisa menghidupi anakku nanti? Jika aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan di mana-mana," lirihnya pilu.
***
Riana dan Windy meninggalkan perusahaan, mereka pergi ke sebuah restoran untuk makan.
Melihat Riana sudah keluar, seorang pria yang ditugaskan untuk megikuti Riana mengeluarkan ponsel untuk menghubungi atasannya.
"Bagaimana?" tanya Dino.
"Nyonya Riana sudah pergi, Boss. Saya sudah menekan pemilik perusahaan agar tidak menerima lamaran kerja Nyonya Riana," jawab pria tersebut.
"Bagus." Dino tersenyum puas. "Terus ikuti dia, kau akan kehilangan pekerjaanmu jika terjadi sesuatu padanya."
Dino memutuskan sambungannya lalu tersenyum geli.
"Al, Al. Dia bahkan tidak mengizinkan Riana bekerja, padahal dia sendiri belum bisa memastikan, apakah saat ini Riana benar-benar tengah mengandung Al junior." Dino menggelengkan kepalanya.
Setelah merapikan meja kerjanya, Dino keluar untuk makan siang. Saat di koridor dia berpapasan dengan Kurnia, yang sedang menuju lift dengan langkah lesu.
"Sedang apa kau di sini?" tanya Dino. Seperti biasa, nada bicaranya selalu dingin dan tidak bersahabat.
Kurnia mendongakkan kepalanya, dia merasa mengenali pemilik suara tersebut. Dan dugaannya pun benar, pemilik suara itu memang Dino.
"Kak Dino! Sedang apa kau di sini?" Kurnia malah bertanya balik.
Dino mendecakkan bibirnya. "Ck, aku yang lebih dulu bertanya. Kau sedang apa kau di sini?"
Kurnia menghela napasnya, meski baru beberapa kali bertemu Dino, dia seperti sudah terbiasa dengan nada bicara Dino yang selalu terdengar ketus.
"Ehmm, aku sedang menawarkan jasa cateringku di perusahaan ini. Tapi managernya bilang, perusahaan ini sudah memiliki vendor catering langganan," jawab Kurnia lesu.
"Kau ingin mendapatkan kontrak kerja sama dengan perusahaan ini?" tanya Dino, dan Kurnia mengangguk dengan cepat.
"Ikut ke ruanganku sekarang!" ajak Dino.
Dia memutar tubuh lalu mengayunkan langkah kembali ke ruangannya, sebelum Kurnia mengiyakan ajakannya.
Kurnia menggerutu pelan, meski begitu dia tetap menyusul Dino. Sembari berharap keberuntungan sedang berpihak kepadanya.
Kini Kurnia sudah berada di ruangan Dino, dia sekarang duduk berhadapan dengan pria yang menurutnya seperti beruang kutub itu.
Kurnia menunduk gugup, karena tatapan Dino yang sama sekali bersahabat. Dia sendiri tidak mengerti mengapa tatapan itu selalu dingin, karena seingatnya dia tidak pernah berbuat salah pada Dino.
"Kau ingin vendor cateringmu mendapatkan kontrak dari perusahaan ini?" tanya Dino.
"Iya, Kak," sahut Kurnia pelan.
"Aku akan memberimu kontrak itu, asalkan kau bersedia menuruti persyaratan yang aku berikan!"
Persyaratan? Persyaratan macam apa yang akan diajukan beruang kutub ini? Tiba-tiba saja Kurnia teringat cerita di novel-novel yang sering dibacanya.
Seorang Ceo dingin akan menawarkan pernikahan kontrak, sewa rahim, dan semacamnya. Kemudian mereka akan saling jatuh seiring berjalannya waktu, lalu hidup bahagia untuk selamanya.
Membayangkan hal ini pun membuat Kurnia jadi senyum-senyum sendiri.
"Hey, gadis bodoh! Mengapa kau senyum-senyum sendiri? Kau sedang melamun jorok, ya?" sentak Dino.
Suara ketus Dino menyeret Nia kembali dari lamunan indahnya, dia mengangkat kepala memberanikan diri untuk menatap Dino.
"Persyaratan macam apa yang Kakak inginkan, apa itu semacam pernikahan kontrak? Sini biar aku tanda-tanngani," ujar Kurnia penuh semangat.
'Gadis ini benar-benar tidak waras, bisa-bisanya dia berpikiran seperti itu,' Dino mengumpat dalam hati.
Dino menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan jalan pikiran gadis yang ada di hadapannya. Jika saja bukan karena Almeer, dia tidak akan mau berurusan dengan gadis konyol seperti Nia.
"Buang jauh-jauh otak m3summu itu, aku sama sekali tidak berselera padamu. Camkan itu!" seru Dino dengan ketusnya.
Kurnia mendelik, dia malu sekali. Rasanya dia ingin lari dan menceburkan diri ke lautan, karena sudah tidak memiliki harga diri di depan Dino.
Kini kurnia hanya bisa menyesali pemikiran bodoh, dan perkataan konyol yang lolos begitu saja dari bibirnya tadi. Bisa-bisanya dia membayangkan kisah hidupnya akan seperti di novel-novel! Oh, Tuhan, ini sungguh tidak realistis.
''Dengar, aku akan memberimu kontrak kerja sama itu, jika kau mau menceritakan tentang anak yang dikandung Riana,'' ujar Dino.
"Maksudnya?'' Kurnia bertanya sambil mengekrutkan dahi.
"Jelaskan padaku bagaimana Riana bisa mengandung? Dan dengan siapa saja tantemu itu berhubungan?"
"Mengapa Kakak sangat ingin mengetahui urusan pribadi orang?'' tanya Kurnia heran, kali ini nada bicaranya sudah tidak seramah tadi.
"Cukup jawab saja pertanyaanku, Nia. Kau mau mendapatkan kontrak kerja samanya, atau tidak?'' kesal Dino.
"Tidak, aku lebih baik tidak mendapatkan kontrak itu, aku tidak akan menjual masalah pribadi keluargaku kepada orang asing," tolak Kurnia dengan tegas.
Dia segera berdiri setelah menyelesaikan kalimatnya, dia berniat meninggalkan ruangan Dino. Kurnia memang sangat membutuhkan kontrak yang Dino tawarkan, tapi menukarnya dengan aib tantenya sendiri, adalah hal tidak akan pernah dia lakukan.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan like dan komentarnya, ya.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Sri Puryani
pancing seolah" tau ansk dr riana
2024-12-20
0
Jasmine
klu riana dan kurnia tak mau cerita yg kalian ceritalah sebelum mrk mau.cerita
2022-06-28
0
naviah
salut dengan kurnia
2022-05-28
0