Almeer masuk ke ruang kerja Riana.
"Silahkan duduk!" Riana mempersilahkan Almeer, ia ingin melakukan sedikit interview pada calon asisten pribadinya ini.
Riana kembali membuka map yang berisi data pribadi Almeer. "Aldi Bagaskara, Ya!"
"Benar Nyonya," sahut Almeer pelan.
"Namamu Indo Sekali, tapi jika dilihat dari wajahmu, kau pasti blasteran," tebak Riana.
Almeer mengganggukkan kepalanya. "Benar Nonya. Ibu saya keturunan Eropa, sedangkan ayah saya asli Indonesia."
Riana menganggukkan kepala, dia menyadari tompel di wajah calon asistennya ini tidak cukup untuk menutupi pesonanya yang begitu memikat.
"Baiklah, Al! Aku sudah membaca data pribadi yang kau kirimkan. Dengan sederet pengalaman kerja yang kau miliki, aku memutuskan untuk menerimamu sebagai asisten peribadiku, tapi ...." Riana menggantung ucapan di ujung kalimatnya.
Almeer hanya diam saja, menunggu kelanjutan dari ucapan Riana.
Riana meletakkan kembali berkas data diri Almeer, sebelum melanjutkan ucapannya. "Aku yakin kau sudah paham betul job desk seorang assiten pribadi, hanya saja aku menginginkan seorang asisten, yang selalu stanby selama dua puluh empat jam, aku tidak ingin mendengar alasan apapun, kau harus ada kapan pun aku butuhkan."
"Saya bersedia, Nyonya," sahut Almeer cepat.
Sebenarnya Almeer sudah mulai menggerutu di dalam hati, biasanya dia lah yang selalu memerintah asistennya untuk selalu standby. Sekarang dirinya lah yang harus menjalankan tugas tersebut.
Tugas seorang asisten pribadi memang sangat berat, lingkupnya jauh lebih luas dari pada sekretaris, karena seorang asisten pribadi adalah otak dan kaki tangan langsung seorang boss.
Tugas seorang asisten pribadi banyak. Job desknya bukan hanya mengatur schedule kantor sang boss, tidak jarang asisten pribadi juga harus menghandle semua kebutuhan pribadi bossnya.
"Ya sudah! Kalau begitu besok kau sudah mulai bekarja, meja kerjamu di sana!" Riana menunjuk sebuah meja yang ada di sisi kiri ruang kerjanya.
"Baik Nyonya." Almeer mengangguk paham.
"Aku rasa interviewnya cukup! Sekarang serahkan ini ke bagian HRD, minta mereka untuk menginput datamu," perintah Riana sembari mengembalikan data pribadi Almeer.
"Baik Nyonya, saya pastikan Anda tidak akan kecewa menjadikan saya sebagai asisten pribadi, karena saya adalah orang yang bisa diandalkan," ucap Almeer dengan percaya diri.
Riana mengibaskan tangannya sambil tersenyum miring. "Antarkan saja berkasmu ke HRD, dan setelah itu kau boleh pulang."
"Sampai jumpa besok, Nyonya." Almeer keluar dari ruangan Riana, dengan langkah penuh semangat, meski ada gejolak ego dalam dirinya, yang merasa terhina oleh perintah Riana.
Tapi rasa penasaran Almeer terhadap Riana, membuatnya rela menurunkan ego. Sekarang ia sudah melewati step awal, yang perlu dia pikirkan selanjutnya adalah membuat Riana nyaman, agar ia dapat mengorek informasi pribadi Riana.
Sementara itu di ruang kerjanya, Riana tertengun oleh sikap Almeer. Pria itu bahkan tidak mengucapkan terima kasih saat ia diterima bekerja.
Meski penampilan Almeer terlihat biasa saja, bahkan bisa dibilang sangat sederhana. Tapi Riana dapat merasakan ada aura kuat dan berkuasa, di dalam diri Almeer.
"Ah, sudahlah! Mungkin itu hanya perasaanku saja," gumam Riana sambil mengibaskan tangan.
Riana kembali sibuk dengan pekerjaannya, apalagi beberapa hari ini ia harus melakukan tugasnya sendiri, ia harus membaca dan membalas pesan dari klien sendiri, mengatur jadwal pertemuan sendiri.
Ya, Riana tampak begitu kelelahan dengan semua ini. Dia juga tidak mengerti mengapa asisten pribadi lamanya, mengundurkan diri tanpa sebab yang jelas.
Riana kembali ke rumah saat hari sudah sore, ia melewati hari yang sangat melelahkan hari ini, karena harus menjumpai beberapa klien, dimulai sejak jam makan siang tadi.
Riana segera masuk ke kamar mandi, ia mengguyur tubuh sendiri dengan air shower, air dingin itu terasa sangat menyegarkan, dan dapat sedikit menghanyutkan rasa lelah yang meliputi tubuhnya.
Riana mulai melumuri tubuh indahnya dengan sabun, dia mengusap setiap inchi tubuhnya perlahan, usapan yang kembali membawa Riana terbayang malam panasnya, beberapa malam yang lalu.
Riana sudah berumur 35-tahun, tapi malam itu adalah kali pertama Riana merasakan yang namanya surga dunia, sungguh pengalaman yang membuat Riana serasa terbang melayang, bahkan hangatnya percintaan itu masih membekas pada diri Riana, sampai saat ini.
Riana selesai dengan aktivitas mandinya, ia memakai baju ganti, lalu duduk di depan cermin riasnya. Riana adalah wanita yang sangat memperhatikan perawatan tubuhnya, yang membuat hampir setiap pria yang melihat akan menelan saliva, dengan pikiran yang melayang entah sampai ke mana.
"Selamat sore, Sayang!" seorang pria yang berstelan elegan masuk ke kamar sambil menyapa Riana. Dia adalah Tuan Taslim suami dari Riana.
Suaminya itu menghampiri Riana, lalu mendaratkan kecupan lembut di keningnya. Riana berdiri, ia mengambil tas kantor serta melepaskan jas suaminya, lalu meletakkan jas tersebut di tempat pakaian kotor.
Riana menikah pada saat berumur 20-tahun, usia yang masih terbilang sangat muda. Riana harus merelakan masa mudanya, ia harus menikah dengan Taslim yang notabene sorang duda tanpa anak, umur mereka pun terpaut cukup jauh, 15-tahun.
Riana menikah dengan Taslim, karena menuruti permintaan terakhir ibunya sebelum meninggal, ibu Riana ingin menikahkan putrinya itu dengan anak dari temannya.
Meski pernikahan ini didasari perjodohan, tapi benih-benih cinta tumbuh dengan cepat di antara Riana dan Taslim. Taslim selalu memperlakukan Riana dengan baik, begitu pun Riana, ia menjadi istri yang sangat patuh pada suami.
Riana kembali menghampiri suaminya, lalu bergelayut manja di lengan suaminya itu, tangan Riana mulai meraba dada bidang suaminya, yang masih terasa kekar berotot di usianya yang sudah menginjak setengah abad.
"Aku menginginkannya, Mas," lirih Riana dengan suara serak.
Sejurus kemudian bibir mereka sudah saling berpaut, Riana mulai melucuti pakaiannya, itu juga dilakukan oleh suaminya, kini mereka sudah polos tanpa sehelai benang pun.
Jantung Riana berdebar-debar saat suaminya itu melakukan ancang-ancang untuk memasukinya, Riana sudah menunggu momen ini selama 15-tahun.
Sayang, hal yang sama terulang lagi dan lagi, suaminya itu langsung mencapai puncak, ketika menyentuh Riana.
Inilah satu-satunya kekurangan dalam rumah tangga mereka. Taslim tidak pernah berhasil melakukan tugasnya sebagai seorang suami. Meskipun selama ini berbagai macam cara sudah mereka lakukan, untuk mengobati penyakit Taslim.
Namun, sayang, sampai detik ini semua usaha yang mereka lakukan tidak membuahkan hasil, Taslim tidak berhasil menjadi lelaki sejati.
"Maaf ...." Itulah kata yang selalu didengar Riana, saat suaminya itu gagal memberinya nafkah batin.
"Tidak apa-apa, Mas," sahut Riana pelan.
Riana menekuk wajah untuk menutupi kekacewaan, batinnya tersiksa menahan gejolak yang mendamba, ia adalah wanita normal yang bukan sekedar mebutuhkan nafkah lahir, ia juga menginginkan nafkah batin yang juga merupakan haknya.
Riana turun dari tempat tidur, lalu mengenakan pakaiannya kembali.
"Sebentar Mas, aku siapkan air untuk mandimu," ucap Riana seraya berlalu menuju kamar mandi.
Bersambung.
Jangan lupa like vote dan komen!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Maia Mayong
mgkn jg si taslim dtggl ma istri ny krn ga bs muasi x ya ... krn taslim blm pnya ank
2022-07-25
0
Putri_R
pantesan masih perawan.... ternyata oh ternyata.
etapi emang model begini ada ya didunia nyata?
2022-07-05
2
tursina anriasi
oh gtu,lnjut.....mampirnya
2022-07-04
0