Wajah Almeer tampak begitu gusar sepulang dari rumah sakit, dia menyesal karena bertanya terlalu blak-blakan kepada Riana. Tapi mau bagaimana lagi, karena tujuan utamanya adalah mencari-tahu tentang ayah dari janin yang dikandung Riana.
"Mengapa kau kusut sekali, Al?" tanya Dino sembari merapikan berkas di meja kerjanya.
"Riana, dia marah padaku. Dia tersinggung karena aku menanyakan tentang anak yang dikandungnya," keluh Almeer sembari melepas rambut palsu, dan aksesoris lainnya dengan kasar.
Dino tampak berpikir sejenak sebelum berkata. "Memang tidak semua orang akan mudah menceritakan tentang masalah pribadinya kepada orang lain, Al. Apalagi jika masalah itu termasuk aib baginya."
"Lalu bagaimana aku bisa tahu anak siapa yang sedang dikandungnya? Aku tidak mau menunggu sampai anak itu lahir, hanya untuk mengetahui kebenarannya. Jika itu memang anakku, sebagai ayahnya aku sangat ingin membahagiakannya, sejak dia masih berada dalam kandungan," desah Almeer frustasi.
Almeer berjalan menuju rak kaca miliknya, dia mengambil koleksi minuman, lalu kembali ke tempat duduknya semula.
"Bagaimana kalau kita paksa Riana untuk mengatakan yang sebenarnya," celutuk Dino.
Almeer menuang minuman miliknya ke dalam sloki, lalu meneguknya hingga tandas. "Tidak, itu tidak bisa dilakukan! Apa kau lupa pesan dokter tadi siang, agar tidak membuat Riana menjadi stres? Karena itu bisa berakibat buruk pada kondisi janinnya. Aku yakin itu adalah anakku, dan aku tidak mau mengambil resiko kehilangannya."
Karena sarannya ditolak oleh Almeer, Dino pun kembali mengungkapkan pendapatnya. "Jika kau sudah begitu yakin itu anakmu, katakan saja pada Riana bahwa yang dikandungnya adalah anakmu!"
"Tidak bisa, Din. Bagaimana jika keyakinanku itu salah? Makanya aku juga perlu bukti yang valid!" sanggah Almeer sembari meneguk minumannya lagi.
Dino mendesah berat. "Ya, Sudah! Kalau memang harus begitu, berarti jalan keluarnya hanya satu. Kau harus menunggu sampai anak itu lahir, lalu kita akan melakukan Tes DNA Padanya."
"Jika niatmu adalah untuk memberi dukungan kepada Riana semasa anak itu masih dalam kandungan, masih ada banyak cara untuk melakukannya, Al. Kau bisa mendatangi tempat tinggal Riana dengan berbagai alasan. Ya, tapi jika yang jadi masalah adalah penyaluran biologismu, kau bisa memanggil ayam-ayam supermu itu untuk membantumu melepaskannya!" pungkas Dino sembari tertawa kecil.
"Aku tidak berselera!" sergah Almeer kesal. Karena alih-alih memberikan solusi, asistennya itu malah menertawakannya.
Dino yang sudah selesai dengan pekerjaannya, melangkah keluar dari balik meja kerja. "Bersabarlah, Al!"
"Aku pulang dulu, jangan lupa besok ada pertemuan dengan Tuan Danesh!" imbuh Dino, lalu melangkah keluar dari ruang kerja yang berada di penthouse Almeer tersebut.
Almeer mendesah berat, rasanya dia malas sekali untuk berurusan dengan si tua Danesh itu. Karena saat ini pikirannya hanya tertuju pada Riana.
Sepulangnya Dino, Almeer meninggalkan ruang kerja untuk kembali ke kamarnya. Di ranjang empuknya dia rebahan dengan pikiran yang terbang jauh.
Almeer berpikir keras, mencari cara agar mendapatkan kejelasan tentang janin yang ada dalam kandungan Riana, tapi dengan catatan tidak membuat wanita itu tertekan perasaan.
***
Pagi-pagi sekali Riana sudah diperbolehkan pulang, mereka kembali ke rumah kurnia setelah menghabiskan satu malam perawatan.
"Tante aku tinggal kuliah, ya. Nanti sehabis dari kampus, aku mau mampir ke catering. Jadi pulangnya agak sorean," ujar Kurnia.
"Iya, kamu jangan lupa hati-hati," pesan Riana, yang diangguki Kurnia.
"Tante istirahat aja, langsung kabari aku jika ada sesuatu," pesan Nia yang diangguki Riana, kemudian gadis itu berlalu pergi.
Saat ini Riana tidak melakukan apa-apa, dia memilih mengikuti anjuran dokter untuk banyak-banyak istirahat.
Riana pergi ke kamar tidur, lalu merebahkan diri di ranjangnya. Beberapa jam berlalu hingga membuat Riana merasa bosan sendiri, karena biasanya hari-hari yang dia jalani selalu disibukkan dengan berbagai aktivitas.
Untuk mengusir kejenuhan yang mulai menderanya, Riana pergi ke ruang keluarga, lalu rebahan di sana sambil menyaksikan televisi.
Ting ... nong!
Riana menggeliat malas saat mendengar suara bell tersebut. Dia melangkah menuju pintu untuk mengetahui siapa gerangan yang datang bertamu.
"Tuan Almeer ...." Riana sedikit terkejut melihat sosok pria yang berdiri di teras rumahnya. Apalagi tangan pria tersebut tampak penuh dengan kantong belanjaan.
"Selamat siang, Nyonya Riana. Bagaimana kabarmu?" sapa Almeer sembari melengkungkan senyum memikatnya.
"Aku sudah mulai baikan, ngomong-ngomong terimakasih atas bantuanmu kemarin, Tuan," tutur Riana.
"Syukurlah, aku senang mendengarnya," sahut Almeer. "Ah, iya. Aku membawakanmu belanjaan untuk kebutuhan ibu hamil."
Riana merasa sungkan dengan semua perhatian Almeer. Apalagi pria yang membayar biaya pengobatannya kemarin, juga tak lain adalah pria ini.
"Maafkan aku, Tuan. Harusnya kau tidak perlu repot melakukan ini." Riana semakin tidak enak hati.
"Sama sekali tidak merepotkan, Nyonya," sahut Almeer santai.
Riana hanya tersenyum tipis, dia merasa tidak pantas mendapatkan perhatian seperti ini. Apalagi sekarang dia bukan lagi pimpinan dari R.D Corp, seharusnya saat ini yang berhubungan dengan Almeer adalah mantan suaminya, bukan dia. Karena perusahaan mereka masih terikat kontrak kerja sama.
Tapi karena Almeer sudah repot-repot membawakan belanjaan itu untuknya, membuat Riana merasa tidak sopan untuk menolaknya. Oleh sebab itu dia pun mengulurkan tangan, untuk menerima barang bawaan Almeer.
"Jangan, Nyonya. Biar aku yang membawanya ke dalam, bukankah dokter sudah mewanti-wantimu agar tidak kelelahan. Kau harus patuhi itu, Nyonya. Demi kebaikan calon bayi yang ada dalam kandunganmu," cegah Almeer.
"Hanya membawa belanjaan ke dalam rumah, itu tidak akan membuatku kelelahan," bantah Riana.
"Pokoknya tidak boleh!" Tegas Almeer.
Bahkan tanpa persetujuan Riana, dia menerobos masuk ke dalam rumah, lalu melangkah lurus menuju dapur.
Riana hanya melongo melihat semua ini, lebih konyol lagi dia tidak sempat mencegah Almeer yang masuk ke rumah orang tanpa permisi.
Riana menggelengkan kepala, lalu mengayunkan langkah untuk menyusul Almeer ke dapur. Di sana dia melihat Almeer dengan begitu telaten menata belanjaan yang dibawanya, ke dalam lemari makanan.
Tubuh Riana seperti terpaku saat melihat berbagai barang yang dibawa Almeer, mulutnya terasa kelu untuk mencegah Almeer melanjutkan pekerjaannya.
"Ya, Tuhan ... apa dia tidak malu belanja bahan pokok seperti itu?" Riana menutup mulut, di dalam kantong belanjaan yang dibawa Almeer juga terdapat beberapa kotak susu khusus untuk ibu hamil.
Selesai menata belajaannya, Almeer membuang kantong bekasnya ke tempat sampah. Sementara itu Riana yang tidak enak hati, berinisiatif membuatkan minuman untuk Almeer.
Sebuah decakan langsung terdengar dari mulut Almeer begitu ia kembali ke dapur.
"Bukankah aku sudah melarangmu untuk bekerja!" seru Almeer dengan nada yang begitu protektif.
Riana menoleh sekilas. "Aku hanya membuat minum saja, Tuan. Ini tidak akan membuatku kelelahan!"
Almeer mendekati Riana, ternyata minuman dingin itu telah selesai dibuat. Almeer meraih nampannya, lalu membawa minuman tersebut ke ruang tamu.
Riana mengikuti langkah Almeer dari belakang, dengan yang bibir tak henti menggerutu kesal.
"Dasar pria aneh! Memangnya di sini siapa yang tamu, siapa yang tuan rumah!" rutuk Riana pelan sambil mengkuti langkah Almeer.
Bersambung.
Jangan lupa like, vote dan komennya, ya.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
WAKTU MRK MELAKUKANNYA ONE NIGHT STAND, APA RIANA GK LIAT WAJAH NYA ALMEER..???
2022-12-01
0
Maia Mayong
danesh spa ni .... danesh dominiqe kak . hehheheh ...
2022-07-25
0
Jasmine
pekerjakan seorg wanita di rmh itu tuk jd informan...atau detektif atau gmnlah yg terbaik utkmu al
2022-06-27
0