Riana mengkerutkan dahinya. "Apa maksud kamu?"
"Ck, emangnya Tante nggak ngerasa kalau kak Al itu baik banget sama Tante, dia bayarin rumah sakit, bawain belanjaan buat Tante. Kak Al itu ada sesuatu sama Tante," sahut Kurnia sembari tersenyum lebar.
"Ngaco, kamu! Mana mungkin pria seperti Almeer menyukai tante-tante!" Riana mengibaskan tangan.
"Lihat aja nanti!" Kurnia malah tertawa geli, sikap Kurnia ini membuat Riana melotot kesal.
"Udah, ah. Aku mau mandi dulu! Ingat, Tante itu nggak akan lepas dari jeratan kak Almeer," ujar Kurnia seraya berlalu meninggalkan tantenya.
Sementara itu Riana masih nyaman dengan posisi duduknya di ruang keluarga. Bibirnya melengkungkan senyum saat mengingat lelucon yang dikatakan Kurnia tadi.
Terbesit rasa kehilangan di hatinya, ke mana menghilangnya Almeer selama seminggu ini? Padahal sebelumnya pria itu memang tampak begitu perhatian padanya.
Saat pikirannya mulai melantur, Riana cepat-cepat membuang jauh-jauh pikiran konyol tersebut. Dia tidak ingin kehilangan kewarasannya, apa yang dia khayalkan sungguh di luar nalar.
Almeer bukan pria biasa, dia masih muda dan memiliki spesifikasi lengkap untuk menjadi idaman wanita.
Kaya raya, wajahnya tampan, hidungnya mancung, memiliki tubuh tinggi atletis, ditambah lagi dia memiliki senyuman memikat yang bisa melelehkan wanita mana pun, termasuk Riana sendiri.
Hanya saja Riana masih mampu menguasai dirinya, sehingga dia bisa menampilkan ekspresi biasa saja di depan Almeer.
Jadi mana mungkin pria seperti itu menyukai dirinya, yang notabene adalah seorang janda, dan sedang mengandung anak dari pria yang dia sendiri tidak tahu entah siapa.
***
Almeer baru tiba di Jakarta menjelang sore, rasa lelah jiwa dan raga yang ia dapat selama seminggu ini, langsung lenyap seketika saat mendengar kabar baik dari Dino.
Malam harinya Almeer bersiap untuk mengunjungi Riana, berjauhan selama seminggu membuatnya tahu seperti apa beratnya menahan rindu.
Dan kini rasa rindu itu menjadi berlipat-lipat, setelah mendapatkan sedikit keterangan bahwa janin yang dikandung Riana benar-benar anaknya.
Di sinilah Almer sekarang berada, di depan pintu rumah kediaman Riana, dengan tangan yang dipenuhi bingkisan. Termasuk makanan spesial untuk makan malam mereka nanti.
Ya, Almeer memang sengaja mampir ke sebuah restoran, untuk membeli hidangan makan malam. Karena dia tidak begitu yakin Riana mau diajak makan malam di luar.
Setelah menekan bell rumah, Almeer memejamkan matanya. Dia berdo'a agar Riana adalah sosok yang pertama kali dilihatnya, saat pintu itu terbuka.
Seperti dijabah semesta, sosok Riana kini sudah berdiri di depannya begitu pintu itu terbuka. Malam ini Riana mengenakan dress santai di atas lutut. Sangat sederhana, tapi tidak mengurangi keanggunan di dalam dirinya.
"Selamat malam, Riana!" sapa Almeer sambil mengembang senyum yang mampu melelehkan gunung es itu.
Riana membulatkan mata, bibirnya bungkam tidak menjawab salam dari Almeer. Dia merasa tidak nyaman saat mendengar Almeer menyebut namanya, tanpa ada embel-embel seperti biasa.
Menyadari Riana tidak menjawab salamnya, Almeer pun menyesali sikapnya yang sok akrab.
"Selamat malam, Nyonya Riana." Almeer mengulang salamnya.
"Selamat malam," jawab Riana datar, meski saat ini jantungnya masih berdebar tak menentu, karena Almeer tadi memanggilnya dengan sebutan nama.
"Boleh saya masuk?"
Riana menganggukkan kepala. "Silakan!"
Lagi pula tidak mungkin Riana menjawab tidak boleh, karena Almeer pasti tetap akan masuk ke rumah ini seenak dengkulnya, meski dilarang.
"Terimakasih!" Almeer segera masuk ke dalam rumah itu, dan melangkah mendahului Riana.
Alih-alih menngayunkan langkahnya ke ruang tamu, Almeer malah berjalan lurus menuju ruang makan.
Setibanya di sana, Almeer segera membuka bungkusan yang dibawanya.
"Kamu mau apa?" tanya Riana sambil menghunuskan tatapan jengah.
"Menghidangkan makan malam untuk kita, Nyonya. Anda pasti belum makan malam, bukan?" sahut Almeer, lalu membuka lemari untuk mengambil peralatan makan yang tersimpan di sana.
"Kamu itu di sini tamu, sana duduk! Biar aku yang menata hidangannya." Riana mendekat, hendak mengambil alih pekerjaan Almeer.
"Anda yang seharusnya duduk, Nyonya. Anda sedang hamil. Tidak boleh kelelahan!" tolak Almeer.
"Mana ada menata hidangan bisa membuat kelelahan," bantah Riana.
Almeer tidak menyahut, dia menghunuskan tatapan tajam yang membuat Riana bergidik takut, Riana pun duduk tanpa membantah lagi.
Almeer tersenyum puas setelah wanitanya itu duduk dengan patuh.
"Ehmm, ada Kak Al rupanya," celutuk Kurnia.
Dia baru saja keluar dari kamar karena sempat mendengar perdebatan kecil, antara Almeer dan Riana.
"Ayo, Nia. Kita makan malam bersama!" ajak Almeer.
Kurnia mengangguk, dia mendudukkan diri di samping Riana. Sementara itu Almeer mengambil posisi duduk yang berhadapan dengan Riana, lalu mereka pun memulai acara santap malamnya.
Kurnia menyantap hidangannya dengan santai seperti biasa. Tapi tidak dengan Riana, dia merasa begitu canggung dan tidak nyaman. Apalagi mata Almeer terus memperhatikan setiap gerakannya, termasuk saat ia menyuap dan mengunyah makanannya.
Setelah menghabiskan hidangannya, Kurnia langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Aku duluan ke kamar, ya. Soalnya nggak enak jadi obat nyamuk orang pacaran!" celutuk Kurnia yang membuat dirinya langsung mendapat pelototan tajam dari Riana.
"Nia, jangan asal bicara kamu!" kesal Riana.
Kurnia tidak memedulikan tatapan kesal tantenya, dia melangkah tanpa dosa meninggalkan ruang makan, setelah tersenyum menggoda kepada tantenya itu.
Kini di ruang makan hanya menyisakan Almeer dan Riana yang terdiam kaku.
Almeer menghela napas dalam-dalam, sebelum menatap Riana penuh arti.
"Riana, ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu," ujar Almeer dengan mimik wajah serius.
Riana? Aku? Kamu? Ke mana hilangnya semua bahasa formal yang selama ini selalu ia dengar dari mulut Almeer.
Melihat Riana hanya terdiam. Almeer pun tidak membuang waktu untuk menyampaikan apa yang ingin ia katakan.
"Aku tahu kamu tidak tahu, dan mungkin kamu tidak mau tahu siapa pria yang bersamamu di Bandung malam itu." Almeer kembali menghela napasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Pria yang bersamamu malam itu kini ada di depanmu. Pria itu, aku!"
Belum hilang keterkejutan Riana karena pernyataannya. Almeer kembali menambahkan. "Maka dari itu, menikahlah denganku!"
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan like, dan komentarnya, ya.
Terimakasih sudah membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
@shiha putri inayyah 3107
Al gercep banget...
2023-05-05
0
Jasmine
get merried riana..
al kamu gentlemen
2022-06-28
0
Just Evie
Al cowok bgt... Sgt bertanggung jawab... Gk bertele2... Ayo Al cepetan nikah, sblm dipaksa tunangan...
2022-05-21
1