Pagi ini Almeer bersiap pergi ke lokasi proyek, ini akan menjadi hari terakhirnya di sini, setelah melewati 5-hari yang sangat menyebalkan bersama fenny.
Setelah selesai sarapan mereka pun berangkat menuju pinggiran kota, tempat di mana proyek Golden City berada. Saat memasuki lokasi, mereka melewati gerbang super megah, yang dihiasi patung pasukan berkuda di atasnya.
Di dalamnya nanti akan dibangun sebuah kota mandiri dengan fasilitas lengkap, mulai dari perumahan elit, apartemen, mall, rumah sakit, sekolah, hingga sarana hiburan yang akan di bangun dalam satu lokasi.
"Kak Al, aku akan memesan sebuah apartemen di lantai paling atas untuk kita. Jadi saat kita jenuh di Jakarta, nantinya kita bisa datang ke sini untuk berlibur," celutuk Fenny saat Almeer sedang berdiskusi dengan manager proyek.
Tentu saja pernyataaan Fenny membuat Almeer langsung menoleh, dia bahkan tak lagi mendengarkan apa yang sedang dijelaskan oleh manager proyek.
"Kita?" Almeer mengkerutkan dahi.
''Iya, kita. Kan kita akan segera bertunangan setelah om dan tante pulang berlibur. Apa om dan tante belum memberitahu Kakak?"
Almeer terbelalak, Apa-apaan? Dia tidak akan pernah menyetujui perjodohan semacam ini. Memangnya dia tidak laku? Lebih konyol lagi yang dijodohkan dengannya adalah gadis manja seperti Fenny.
Saat ini Almeer hanya bisa mendesah frustasi, karena orang-tuanya sering membuat keputusan secara sepihak, bahkan terkesan sering memaksakan kehendak pada dirinya.
"Kak Al, mengapa diam saja? Apa Kakak tidak senang dengan perjodohan kita?" Fenny memberengutkan wajahnya.
"Kita bicarakan nanti! Jangan membahas masalah pribadi saat sedang bekerja!" Sebenarnya Almeer sudah tidak fokus sekarang. Dia ingin buru-buru kembali ke hotel, dan menanyakan prihal ini kepada mommynya.
***
Sore harinya setelah kembali ke hotel, Almeer buru-buru menghubungi orang-tuanya. Dia harus menanyakan kapan orang tuanya itu akan pulang dari berlibur, baru mereka akan membahas perjodohan sepihak yang dilakukan orang-tuanya.
Sudah cukup selama ini Almeer menuruti kehendak orang tuanya, tapi untuk urusan jodoh, dia tidak ingin orang-tuanya ikut campur. Dia merasa memiliki hak, untuk memilih dengan siapa dia akan menjalani hari-harinya di masa depan.
"Halo, Mom. Bagaimana kabar mommy dan daddy?" Almeer mencoba berbasa-basi saat panggilannya terhubung.
''Mommy dan Daddymu baik, Al. Tumben kamu menelpon mommy, apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan?" sahut suara keibuan dari seberang sana.
''Tidak ada, Mom. Aku hanya rindu pada Mommy, kapan mommy dan daddy pulang?"
"Dalam bulan ini, Sayang. Sekarang katakan apa yang ingin kamu bicarakan, mommy tahu kamu tidak akan menelpon jika bukan kerena hal penting," desak Nyonya Agnes.
Almeer memang jarang sekali menghubungi mommynya itu, bukan karena dia tidak menyayanginya. Tapi lebih karena Almeer merasa kecewa, sebab sejak kecil dia dan adiknya sangat sering ditinggal oleh kedua orang tuanya.
Bahkan Almeer kecil lebih dekat dengan pengasuhnya, karena sang mommy dan daddy selalu sibuk dengan urusan bisnis mereka. Ini juga yang menjadi alasan mengapa Almeer lebih memilih tinggal di penthousenya, alih-alih di mansion milik orang tuanya.
Percuma rasanya tinggal di istana megah, dengan segala fasilitias mewah itu, tapi dia selalu kekurangan kasih sayang. Almeer selalu mendengar alasan yang sama, setiap kali Almeer meminta agar orang-tuanya meluangkan waktu untuk dia dan adiknya.
'Sayang, semua kesibukan yang mommy dan daddy kerjakan, tak lain demi masa depan kalian berdua, jadi kalian harus ngerti, ya. Kan masih ada nanny yang menemani kalian.'
Berulang-ulang Almeer dan adiknya mendengar alasan yang sama, sampai akhirnya mereka lelah dan tidak lagi menuntut waktu dari orang-tuanya. Padahal jika kedua orang-tuanya mau mengerti, mereka tidak akan jatuh miskin jika berhenti bekerja. Ya, yang sudah ada saja belum tentu habis dimakan 7turunan.
"Al, apa kau masih di sana? Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan pada mommy?" Nyonya Agnes kembali bertanya, karena sambungan telpon itu menjadi hening selama beberapa saat.
"Iya, Mom. Memang ada hal penting yang ingin aku bicarakan Tapi kita bahas setelah mommy pulang saja," jawab Almeer lesu.
"Apa itu menyangkut perjodohanmu dengan Fenny anaknya Tuan Denesh?'' tebak nyonya Agnes.
"Iya." Almeer menjawab singkat, dia tidak ingin menyatakan penolakannya melalui telepon, karena dapat dipastikan masalahnya tidak akan selesai.
Di seberang sana Nyonya Agnes tersenyum puas, karena tidak mendengar penolakan dari anaknya. Tapi andaipun Almeer tidak setuju, tetap saja semua keputusan ada di tangannya.
"Ya sudah, kalau begitu Mommy tutup telponnya, ya. Kamu baik-baik di sana," pesan nyonya Agnes, lalu memutuskan sambungannya.
Almeer mendesah berat sambil memijat pelipisnya, dia pusing memikirkan cara untuk menolak keinginan mommynya yang tidak mau dibantah itu.
***
Seperti biasa, Kurnia akan membuatkan sarapan pagi sebelum berangkat kuliah. Dia menoleh ke arah Riana yang datang mendekat, tapi kali ini dengan penampilan yang sudah rapi.
"Tante mau ke mana?" tanya Kurnia.
"Akhirnya tante dapat panggilan interview, Nia. Doakan tante diterima kerja, ya," jawab Riana sambil tersenyum senang.
Dari banyaknya resume yang ia kirimkan, hanya ada satu perusahaan yang memanggilnya. Riana tahu semua ini pasti karena mantan suaminya, pria itu pasti sudah memblokir dirinya di perusahaan-perusahaan yang menjadi koleganya.
Kurnia turut senang mendengar kabar baik dari tantenya. "Oh, syukurlah. Di perusahaan mana?"
"Di perusahaan teman kuliah tante dulu, bukan dia yang punya sih, dia hanya manager HRD di sana. Posisi yang dia tawarkan pun cuma karyawan biasa, tapi lumayanlah daripada nganggur," jawab Riana.
"Untuk sementara aja, sampai usaha catering aku stabil. Sekarang aku sedang berusaha menawarkan jasa catering ke beberapa perusahaan, doain ada yang ngasih kontrak ya, Tante," balas Kurnia, yang dijawab anggukan Riana.
Setelah menyantap sarapannya, mereka lalu berangkat sama-sama. Taksi yang mereka tumpangi mengantar Kurnia ke kampus terlebih dulu, baru kemudian mengantar Riana ke perusahaan tempat dia akan melamar kerja.
Kini Riana sudah tiba di depan gedung perusahaan yang dituju. Dia segera turun dari mobil, setelah menyerah beberapa lembar uang kepada supir taksi.
Riana segera memasuki gedung tersebut, perusahaan yang bergerak di bidang retail ini tidak terlalu besar. Bahkan gedung kantor pusatnya yang menjadi tempat Riana berada saat ini, hanya terdiri empat tingkat saja.
Saat tiba di loby, Riana langsung menemui front office.
"Permisi, Mbak. Saya Riana, dan sudah ada janji interview di sini," tutur Riana.
"Oh, Mbak Riana, ya. Mari saya antar, Mbak sudah ditunggu sama Bu Windy," sahut resepaionis itu ramah, lalu keluar dari balik mejanya untuk mengantar Riana menuju ruang HRD.
Setelah mengantar Riana ke ruangan HRD, resepsionis itu segera pamit.
Kini Riana sudah duduk berhadapan dengan Windy, dan menerima tatapan penuh tanya dari teman kuliahnya itu.
"Kamu seriusan mau kerja di sini, An?" tanya Windy dengan nada tidak percaya.
Riana mengangguk. "Iya, Win. Aku udah pisah sama mas Tashlim. Kamu bisa bantu aku, kan?" tanya Riana penuh harap.
"Tenang, urusan kerja bisa diatur, tapi ...." Windy menggantung kalimatnya.
"Tapi apa?"
"Kamu harus cerita kenapa kamu pisah sama mas Tashlim. Padahal kalian nikah udah belasan tahun, dan setau aku mas Tashlim baik lho, dia bahkan masih izinin kamu kuliah, setelah kalian menikah," sahut Windy mengungkapkan keheranannya.
"Iya, nanti aku ceritain setelah ini," jawab Riana.
"Ya, udah. Sini berkas kamu biar aku input. Tapi sesuai yang aku jelaskan kemarin, ya An. Aku nggak bisa kasih kamu jabatan tinggi," ujar Windy seraya meraih berkas pribadi Riana.
"Bisa diterima di sini aja aku sudah berterima-kasih, Win," balas Riana sambil mengembangkan senyumnya, dia bersukur temannya itu berbaik hati mau membantu, di saat keadaannya sedang terpuruk seperti sekarang.
Kini jemari tangan Windy mulai sibuk menginput data Riana ke dalam computernya. Lalu suara telpon di sudut mejanya menghentikan aktivitasnya.
"Selamat siang, pak." Windy menjawab telpon yang tak lain adalah dari Ceonya itu.
"Apa ada pelamar atas nama Riana?"
"Benar, Pak. Ada apa ya?"
"Tolak berkas lamarannya. Dia tidak diterima bekerja di sini!"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Sri Puryani
tega ya taslim sama istrinya ..
2024-12-20
0
Nurdiwa Ainun
Taslim seharusnya kamu senang. karena kekuranganmu tidak di umbar Riana.
2023-06-03
0
Jasmine
ckckck...tega bgt si taslim...
apa maunya sih...
senang org jd sengsara...
2022-06-28
0