My Super Cool Boss
Author's Pov
Kaina mengusap embun di kaca yang menghalangi pandangannya ke luar angkot yang sedang dia tumpangi. Lagi-lagi Bandung diguyur hujan. Jalanan di depannya basah. Tidak banyak orang yang lalu lalang, sekalipun di kawasan mall yang biasanya ramai sampai-sampai membuat jalanan macet. Ibu-ibu di sebelahnya sedang asyik mengobrol dengan anaknya lewat telepon. Si supir sibuk dengan pikirannya sendiri sambil mengontrol setir. Asap rokoknya mengepul ke seluruh ruang angkot lantaran semua kaca ditutup karena hujan. Penumpang di belakangnya pura-pura batuk berharap si supir mengerti, tapi nihil. Kaina sendiri berusaha menghirup udara segar dan lembab dari celah kaca di sebelahnya.
Gadis itu kembali menatap jalanan basah di luar dengan pandangan yang kabur. Terkadang hujan sedikit menyebalkan. Dia sama sekali tidak bisa melihat apa-apa.
Lamunannya buyar saat getar ponsel terasa di dalam saku celananya. Dia buru-buru melihat siapa yang menelepon. Rayshaka. Dia menarik nafas dalam-dalam sebelum menggeser tombol hijau di layar.
"Kamu dimana? Masih di kantor?"
"Sudah pulang, Pak. Ada apa, Pak?"
"Saya mau minta tolong carikan berkas penting di ruangan saya."
Kaina langsung bergidik. Sebentar lagi atasannya itu pasti akan mengamuk.
"Aduh, maaf Pak. Bagaimana dong, Pak?"
"Kamu jam segini sudah pulang. Kerjaan kamu sudah beres?"
Bibir Kaina kelu. Respon yang sudah bisa ditebak. "Sudah Pak," jawabnya pelan.
"Semua berkas yang saya minta kamu urus sudah beres?"
"Sudah Pak ...."
Sejenak sunyi. Mungkin saat ini Ray sedang memaki Kaina di dalam hati. Tanpa sadar perempuan itu menggigit bibir sambil menahan nafas.
"Ya sudah."
Klik.
Kaina melepas nafasnya. Oh Tuhan, aku harus resign secepatnya. Kalau tidak, aku bisa mati karena terlalu sering makan hati. Keluhnya dalam hati.
*****
Seakan tidak bisa diajak kompromi, kesialan Kaina hari ini masih berlanjut. Namun kali ini tentang kekasihnya yang sedang berada di kota lain. Long distance relationship. Mereka sudah menganut sistem hubungan ini selama satu tahun, sejak Kaina memutuskan untuk pindah ke Bandung. Hans adalah warga asli Jakarta dan sudah punya kerjaan tetap di sana.
Entah apa masalahnya, akhir-akhir ini Kaina merasa hubungan mereka sangat hambar. Hans sudah jarang mengunjunginya, jarang menghubunginya. Setiap dia memulai komunikasi, seringkali kekasihnya itu terkesan menghindar dan mengabaikan dirinya. Malam ini pun dia kembali nelangsa karena panggilan yang tidak kunjung dijawab oleh pria bernama Hans Setiawan di seberang sana.
"Kak, keluar yuk, temani aku beli cemilan," Rosa adik kosnya seperti bisa membaca kegalauan Kaina. Dia pun mengiyakan dengan cepat dan membuang pikiran tentang Hans jauh-jauh.
Mereka memasuki sebuah supermarket dan membeli beberapa jenis cemilan. Rosa mengajak Kaina untuk membeli Pop Mie dan dinikmati langsung di lounge kecil-kecilan yang ada di pojok supermarket itu. Lagi-lagi Kaina setuju dan mengikuti Rosa ke corner fastfood untuk menyeduh Pop Mie mereka.
"Kak, Hans masih belum angkat telepon ya?" sebagai teman satu kos, meskipun beda kamar, Rosa sudah pasti tahu sedikit banyak kehidupan pribadi Kaina, termasuk tentang Hans. Selain karena Hans seumuran dengannya –dua tahun di bawah Kaina– mereka juga sempat beberapa kali bertemu kalau Hans main ke Bandung.
"Hm-m ... aku dicuekin lagi. Hehehe."
"Sabar ya, Kak. Kak Kaina enggak mau samperin dia ke Jakarta?"
“Kalau ada libur nanti deh," jawabnya.
"Keburu kelamaan loh, Kak."
"Iya Ros, nanti sajalah. Mungkin dia hanya lagi sedang sibuk."
Rosa tersenyum kecil, "Stay positive ya, Kak? Walau sebenarnya dalam hati gelisah?" adik kosnya itu menggoda.
"Haruslah, Ros. Memangnya enak negative thinking terus? Makan hati."
Obrolan mereka kembali bergulir ke topik lain sembari menikmati Pop Mie yang mulai membengkak.
*****
Ray berdiri di depan meja Kaina dengan kedua tangan bersidekap di dada. Kaina yang tadinya menunduk karena sedang mengisi pembukuan, menengadah karena cahaya lampu yang tiba-tiba gelap dihalangi sesuatu.
"Ke ruangan saya."
Tiga kata yang lagi-lagi membuat dunia gadis itu langsung terasa jungkir balik. Fany yang ada di sebelahnya melirik dengan wajah penasaran.
"Bawa laporan kamu," pria itu menambahkan.
Kaina menurut dan mengekor atasannya itu ke dalam ruangannya. Dia sudah tahu apa yang akan mereka lakukan. Ray akan membedah update laporan tentang customer kantor. Bagaimana penjualan, kendalanya apa, solusinya bagaimana. Maklum, Kaina adalah telemarketing yang menjadi bawahan Rayshaka, si Sales Executive. Kaina yang selalu stay di kantor diharapkan bisa membantu pekerjaan Ray yang lebih sering turun ke lapangan, untuk melakukan follow up terhadap customer.
Ray biasanya akan bertanya seperti seorang polisi yang menginterogasi seorang tahanan. Tidak bersahabat sedikit pun. Kenapa pelanggan A tidak melakukan transaksi atau order, kapan pelanggan B minta kirim barang, kenapa begini kenapa begitu. Biasanya Kaina akan menjawab dengan sejujur-jujurnya, namun tak jarang Rayshaka tetap menunjukkan keraguannya. Menganggap Kaina mengada-ada dengan laporan itu. Membuat Kaina sering jengah dan kesal. Hingga saat ini, dia sama sekali belum menemukan sisi baik dari atasannya itu.
"Kai, sehat?" tiba-tiba kepala cabang mereka, Sebastian, masuk ke ruangan Ray dan menyapa Kaina.
"Ehm, sehat Pak," untuk bos yang satu ini Kaina memang belum terlalu dekat. Masih banyak segannya, karena merupakan bos utama di kantor. Masih tergolong muda sih, umur empat-puluh-satu. Tapi karena kharisma dan wibawanya, Kaina jadi sedikit segan.
"Eh, Ray ... aku mau laporan yang kemarin dong, yang diminta sama orang pusat."
"Sebentar, Pak," Rayshaka langsung mengalihkan perhatiannya dari laporan Kaina dan menggeser mouse komputernya. Screensaver-nya berganti menjadi lembar kerja excel yang sedang aktif terbuka.
"How's your job, Kai? Ada customer yang bawel?" sembari menunggu Ray, Sebastian mengajak Kaina mengobrol.
"Ehm ... sebagian ada, Pak. Sebagian lagi aman-aman saja, Pak," Kaina tersenyum.
"Syukurlah. Kalau ada yang bawel, coba minta tolong Ray saja. Dia ahlinya merayu customer," Sebastian menepuk pundak Ray dan laki-laki itu tersenyum. Untuk pertama kalinya Kaina melihat pria dingin itu tersenyum.
"Ehm, iya Pak ...." Kaina menjawab lagi. Setelah itu dia tidak terlibat dengan pembicaraan Sebastian dan Rayshaka.
Beberapa menit kemudian, Kaina keluar dari ruangan Ray dan kembali ke mejanya. Fany yang sudah hafal dengan raut wajah itu tersenyum dan menghampirinya.
"Diomelin lagi sama pak Ray?"
"Iya, Fan. Sebel ...."
"Sabar ya, dia memang kayak gitu. Egois," Fany mengelus pundak Kaina dengan penuh pengertian.
Ngomong-ngomong, Fany ini salah satu admin di kantor. Sejak awal bekerja disana, Kaina sudah tahu bahwa Fany dijodoh-jodohkan dengan Ray. Setiap kali Ray masuk ke ruangan admin juga pasti tidak segan-segan mengumbar kedekatannya dengan Fany. Mungkin dia sudah terlalu mengenal Ray sampai bisa menilai laki-laki itu egois. Sekalipun dia sangat menyukainya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Masniah
novel k 2 yg aku baca
2022-02-01
0
Sissy Lembayung Senja
aku jg ldr,pertama x ngerasain kyk gini,semoga dia segera terkumpul dananya kesini trs halalin aku.aamiin
2021-12-25
0
tia ayu
menyimak
2021-06-23
1