Permulaan yang baik.

Author's PoV

Sudah hampir tiga minggu sejak Ferdi bergabung di perusahaan tempat Kaina bekerja, namun tak sekali pun dia berhasil mencari celah untuk mendekati gadis itu. Dia dan Rayshaka lebih sering turun ke lapangan, berangkat pagi, pulang sore. Ketika sampai di kantor, kantor sudah kosong. Dia jarang sekali bertemu dengan Kaina.

Karena itu dia sering protes kepada Ray, minta sesekali stay di kantor. Dia tidak segan berterus terang ingin bercengkrama dengan Kaina. Menanggapi hal tersebut, Ray hanya tertawa kecil dan mengingatkan temannya itu untuk lebih fokus ke pekerjaan.

"Pak Sebastian pasti senang kalau lu bisa kasih omset gede bro," katanya menasehati. Ferdi hanya bisa menghela nafas kecewa.

Tapi hari ini Dewa Keberuntungan sepertinya sedang berpihak kepada Ferdi. Sebastian sedang meeting ke kantor pusat dan mereka ditugaskan stay di kantor untuk fokus tarik orderan by phone.

Ferdi dengan semangat empatlima langsung menghampiri Kaina di mejanya dan ikut duduk di bangku cadangan. Kaina awalnya kaget, karena tiba-tiba saja kedua pria itu duduk di sebelahnya. Apalagi yang paling mengejutkan adalah, Rayshaka tidak memakai topeng 'wajah seram'-nya. Air mukanya biasa saja, tidak ada pertanda akan marah, jutek dan sejenisnya. Dia malah lebih banyak bermain dengan ponselnya.

"Bro, lu mau bantuin enggak? Main hp melulu," protes Ferdi.

Kaina tidak berani melirik untuk melihat reaksi Ray. Dia malah melirik karyawan lain yang terkesima melihat dua laki-laki tampan duduk di mejanya. Apalagi Fany. Hellow, biasanya kan Ray duduk di sebelahnya? Kaina jadi merasa sedikit tidak enak melihat sorotan aneh mata Fany.

"Bentar, Bro. Ini juga lagi chat sama customer. Lanjut dulu saja," Ray menjawab santai.

Tentu saja dengan senang hati Ferdi melanjutkan diskusinya dengan Kaina. Melakukan crosscheck semua customer dan semua kendala follow up yang dialami Kaina. Ray hanya mendengar dan minta laporan di akhir.

Setelah itu Ray kembali ke ruangannya, sementara Ferdi tetap tinggal.

Sesekali terdengar Ferdi membuat guyonan yang membuat keributan di ruangan tersebut.

Untuk pertama kalinya Kaina bisa tertawa selepas sekarang ini. Ferdi ternyata punya selera humor yang tinggi, tidak seperti Rayshaka yang tahunya hanya marah, jutek dan ketus.

*****

Ferdi lagi-lagi tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengajak Kaina pulang bareng.

Mumpung mereka tidak ke lapangan dan bisa pulang tepat waktu, dia langsung mengajak Kaina makan ramen di tempat yang menurutnya adalah favorit mereka berdua.

"Ramen? Wah, Keisha juga suka loh. Mau ikut nggak, Sha?" yang diajak makan berdua malah mengajak Keisha untuk ikut.

"Aku ada keperluan Kai, harus pulang sekarang," tolak Keisha dengan halus.

"Ayo saja, Sha. Rame-rame." Ferdi akhirnya dengan berat hati menambahkan. Dia tahu Kaina mungkin masih sedikit canggung. Keisha bengong sebentar untuk mempertimbangkan kembali.

"Ya sudah, tapi kamu bareng aku ya, Kai."

"Siipppp!" Kaina membentuk huruf 'O' dari jemarinya dan langsung mengemasi tas serta meja yang berantakan.

Dengan wajah yang sedikit kecewa dan pasrah, Ferdi juga beranjak meninggalkan ruangan admin, menuju ruangannya dan Ray untuk mengambil tas dan kunci mobilnya.

"Mau kemana lu bro? Buru-buru amat? Masih jam segini," tanya Ray heran.

"Eh, ikut yuk. Gua tadinya mau makan berdua sama Kaina, tapi dia malah ajak Keisha. Ikut yuk, gua enggak ada temen nih."

"Enak saja, gua sama Keisha jadi kambing congek, gitu?"

"Ya enggaklah. Ayolah, Bro. Gua keki nih cowok sendiri." Ferdi lagi-lagi memelas. Yang awalnya dia kira akan bisa berduaan dengan Kaina, malah harus ikhlas makan bertiga dengan Keisha. Oleh karena itu, mau tidak mau dia harus mengajak Rayshaka agar dia tidak menjadi kambing congek di antara Kaina dan Keisha. Karena sudah pasti topik pembicaraan kedua gadis itu akan berada di luar radarnya.

"Lu mau kasih apa ke gua kalau gua mau?"

"Lu bisa makan sepuasnya."

"Gua suka itu." Ray langsung bangkit setelah mendapat kalimat pamungkas itu. Siapa yang tidak mau makan gratis? Sepuasnya lagi.

"Tapi pakai mobil lu ya. Bensin gua sekarat." Ray menambahkan. Pantang mau rugi.

"Pelit amat sih lu. Ya sudah, ayo. Kaina dan Keisha sudah menunggu di luar."

Ferdi melangkah ke luar ruangan. Dia langsung menemui Kaina dan Keisha di lobi kantor.

"Guys, Ray ikut. Kita naik mobil gua saja gimana? Enggak asik berangkatnya pisah-pisah sementara tujuan sama."

Kaina langsung meremas jemari Keisha. Tiba-tiba saja dia menyesal sudah menerima ajakan Ferdi setelah tau Ray akan ikut. Apapun ceritanya Rayshaka itu adalah seorang atasan baginya. Atasan galak. Sungguh tidak pernah muncul di benaknya mereka akan makan bersama, berada di meja yang sama. Lagian Rayshaka kenapa bisa menyetujui ajakan Ferdi? Apakah dia tidak punya pikiran yang sama dengan Kaina?

"Ayo ...." Keisha tahu-tahu mengangguk. Padahal tadinya dia mau membawa motor sendiri. Belum selesai Kaina mencerna dan mengeluarkan kalimat penolakan yang akan terdengar baik di telinga Ferdi, Ray sudah muncul di antara mereka, dengan jaket parasut kesukaannya. Lengkap dengan tas ransel di punggung.

"Berangkat sekarang, Bro?"

"Yuk." Ferdi tersenyum ke arah dua gadis di depannya. Kemudian mereka berjalan beriringan keluar dari gedung. Kaina dan Keisha menyadari banyak mata yang sedang tertuju kepada mereka saat ini. Tapi berhubung Ray dan Ferdi tidak terlalu terusik dengan itu, mereka saling bertukar pandang 'cuekin saja'.

*****

Kaina's PoV

Aku dan Keisha duduk di jok belakang mobil Ferdi yang sangat nyaman. Ray langsung mengambil tempat di sebelah Ferdi. Mereka banyak mengobrol. Sementara aku dan Keisha malah mengobrol lewat chat WhatsApp dengan ponsel yang sudah diatur ke nada getar.

Ferdi sering melibatkan aku dan Keisha di dalam pembicaraan. Tapi paling lama bisa bertahan hanya sampai lima kali balas-balasan pertanyaan. Setelah itu hening. Sementara Ray, kalau tidak nyambung dengan topik obrolan kami bertiga, dia langsung sibuk dengan gadget-nya.

Setibanya di Engkong Ramen, aku dan Keisha yang tadinya pendiam di mobil, mendadak ramai setelah melihat menu. Suara-suara yang keluar dari mulut seperti mewakili suara cacing kelaparan di perut. Aku dengan senang hati menjadi juru dikte pesanan setiap kepala. Bahkan untuk Ray.

"Pak Ray mau pesan apa? Yang ini recommended loh, Pak." Aku tidak segan-segan menunjuk satu menu andalanku.

"Oh ya? Tapi pedas enggak?" Ray masih memasang wajah dinginnya.

"Bisa request level bro." Ferdi menjawab.

"Lu pesen yang mana bro?" Ray balik bertanya.

"Samaan dengan Kaina sama Keisha," balas Ferdi lagi.

"Ya sudah, samain juga saja." Ray menginstruksi si waitress untuk menulis pesanannya.

"Minumnya?" tanyaku lagi dengan spontan.

"Air jeruk hangat saja."

Setelah semua pesanan lengkap, si waitress meninggalkan meja kami.

Di saat yang bersamaan aku melihat sesuatu yang lucu di arah pintu masuk.

"Eh guys, lihat deh itu," kataku dan mereka bertiga serempak melihat ke arah yang kutunjuk. Dalam hitungan ketiga mereka pun tertawa bersama, seperti yang kuduga.

"Ngapain sih dia?" Keisha bertanya di sela tawanya.

"Sepertinya tukang semir sepatu deh, tapi si bapak itu enggak mau disemirin sepatunya. Jadinya dia merayu pakai tarian gitu," tahu-tahu Ray bersuara sambil tertawa lucu. Kedua matanya nyaris hilang.

"Nah lu, si bapaknya tetap kekeuh tuh enggak mau," Ferdi menimpali, masih serius menonton pertunjukan si bocah tukang semir sepatu.

"Hahahaha ... ya ampun, itu anak jago banget pantomimnya. Kalah gua," aku menyambung. Si anak tukang semir sepatu masih bergerak gemulai ke sana ke mari menghadang jalannya pria paruh baya yang menolak disemir sepatunya.

"Fer, kasian tuh, lu semir sepatu lu gih. Sudah belel gitu." Entah memang punya selera humor juga atau memang dia berbicara fakta, Ray mendorong Ferdi dari kursinya agar menghampiri si anak itu.

"Kenapa gua? Elu saja sana !"

Aku dan Keisha entah tertawa kencang melihat aksi kedua orang itu.

"Sepatu gua sudah cling, Bro. Buruan sana! Sebelum bapak itu hilang kesabaran dan si anak di semprot." Ferdi melanjutkan dengan balik mendorong Rayshaka keluar dari kursinya.

Pada akhirnya atasan terangkuh sedunia itu pun mengalah dengan sisa tawa di matanya yang menyipit.

Ini pertunjukan langka bagiku. Untuk pertama kalinya aku mendengar atasanku itu tertawa keras, menyipitkan matanya, berkelakar sebagaimana orang yang normal.

Saat bocah kecil itu menyemir sepatu Ray dan Ferdi, mereka berdua masih sempat meramaikan meja kami dengan meributkan bau kaos kaki. Ferdi yang terlebih dahulu menyeletuk ada bau tidak sedap yang berasal dari bawah meja dan Ray langsung menuduh kaos kaki Ferdi yang bau. Ferdi kemudian menampik dengan tuduhan yang sama. Aku dan Keisha sukses tertawa sampai sakit perut.

"Heh! Lu berdua asik ketawa saja! Jangan-jangan baunya dari situ lagi," celetuk Ferdi kesal.

Lagi-lagi kami semua tertawa sekeras-kerasnya. Sampai beberapa pengunjung menunjukkan ketidaknyamanannya dengan sorot mata tajam.

"Gila lu Fer. Sudah ah, enggak jadi makan nih." Keisha memperbaiki posisi duduknya.

Akupun melakukan hal yang sama. Berdehem sebentar untuk menghilangkan sisa tawa dan serius menatap ramen yang sudah mengembang di hadapanku. Tapi saat aku nyaris berhasil, aku tidak sengaja melihat ke arah Ray dan melihat mata sipitnya. Alhasil aku tertawa lagi.

"Pak Ray, matanya hilang, huahahaha ...." seruku tak kuasa menahan tawa. Ferdi dan Keisha yang baru menyadarinyapun asli ikut menertawai beliau.

"Asem lu Kai!"

Entah hanya aku yang mendengarnya, tapi celetukan Ray itu sukses membuat aku terkejut.

Asem?

Lu?

Kai?

What the....

*****

Ferdi's PoV

Malam ini ternyata tidak terlalu mengecewakan. Mungkin kalau hanya ada aku dan Kaina, meja kami tidak akan se-ramai tadi. Mungkin saja Kaina akan kembali stay cool seperti awal kami bertemu. Toh berempat pun ternyata tidak membuat aku kehilangan momen intim bersama Kaina. Entah dia menyadari atau tidak yang pasti aku senang sudah bisa menghabiskan waktu cukup lama dengannya.

"Puas lu, Bro? Senyum-senyum terus dari tadi," Ray menyadarkanku dari lamunan.

"Lumayanlah. Thank's ya, Bro. Andai lu sama Keisha enggak ada, mungkin gua sama Kaina bisanya cuma diam, atau bikin candaan garing."

Ray tertawa kecil kemudian melayangkan pandangnya ke luar jendela. Aku geleng-geleng kepala, masih sibuk dengan sisa kenanganku bersama Kaina.

Entah perasaanku saja atau memang Kaina juga menangkap sinyal yang aku berikan, yang pasti aku semakin berharap bisa dekat dengan gadis itu. Sekalipun secara teknis sudah, karena kami berada dalam satu tim, aku ingin kedekatan yang lebih intim, yang hanya dimiliki aku dan Kaina.

*****

Terpopuler

Comments

Suryatina Handayani

Suryatina Handayani

Kaina sdh punya pacar loh nama ny Hans yang akhir akhir ini suka menghilang ky om jin xixixi...tapii berusaha utk mendekati Kaina g dosa kok Ferdi,semoga aj bisa klik yaa?

2021-04-28

0

Sayidah Nurcholifah

Sayidah Nurcholifah

Wduh.. Jgn2 ferdi n ray nti saingn y..

2020-11-17

1

Mona Popo

Mona Popo

lhoooo???

2020-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!