Kaina's PoV
Setelah beberapa bulan aku merasa hari-hariku sedikit berwarna di kantor, tidak terlalu kesepian karena digantung oleh Hans, lupa betapa membosankannya pekerjaanku, akhirnya hari ini aku menemukan jawaban kenapa semuanya bisa demikian. Rayshaka. Dia adalah alasan semuanya bisa menjadi berbeda.
Seperti dipermainkan oleh waktu, dulu pria itu pulalah yang membuatku sangat-sangat ingin angkat kaki dari perusahaan. Sangat lucu saat sekarang aku justru kehilangan semangatku setiap mengingat gadis rupawan yang dibawanya ke restoran tadi malam.
Apakah aku sudah melupakan Hans? Ah, tentu saja tidak. Aku mungkin hanya sedang kesepian. Perasaan liar bisa saja tumbuh di saat-saat krisis seperti aku dan Hans. Pria itu sudah mengabaikanku selama setengah tahun. Sekedar memberi kabar pun tidak pernah lagi. Aku ragu dia masih menyimpan kontakku atau tidak.
Rosa juga turut berpartisipasi membantu menghubungi Hans dari nomor lain. Namun anehnya, seperti sudah tahu itu aku, Hans tetap tidak merespon.
Keputusanku untuk menghampirinya ke Jakarta saat Lebaran nanti sudah bulat. Rosa bahkan sangat antusias untuk mem-booking tiket Kereta Api pergi dan pulang. Aku berharap masih ada harapan untuk hubunganku dan Hans.
Hari ini nasib baik ada di pihakku. Ray dan Ferdi tidak ke kantor. Ferdi bilang mereka langsung kunjungan ke luar kota, yaitu Cirebon dan sudah berangkat sejak subuh.
Meskipun otakku sudah memutuskan untuk memakai logika -aku adalah perempuan yang masih berstatus kekasih pria lain, jadi tidak sepantasnya selingkuh hati kepada yang lain- aku tetap butuh sedikit waktu untuk menetralkan perasaanku, otakku, diriku dari perasaan liar untuk Ray. Dengan tidak bertemu dengannya selama satu hari, kurasa itu cukup. Besok, aku berjanji akan menjadi Kaina yang seratus persen adalah rekan kerja Ray.
I'm promise.
*****
Author's PoV
Hujan di sore hari. Lebih tepatnya gerimis kasar menerpa setiap permukaan yang seolah-olah pasrah menikmati rinai hujan. Hiruk pikuk kendaraan membuat semarak sore ini semakin menjadi. Semuanya memburu, takut terjebak macet berkepanjangan, atau bahkan takut terkena banjir yang belakangan mulai sering terjadi di Bandung. Benar saja ... Bandung adalah kota hujan.
Di parkiran kantor, dari dalam mobilnya, Ray bisa melihat Kaina berdiri di seberang jalan, dengan payung menaungi dirinya. Sudah bisa dipastikan Kaina sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke kosannya. Dengan cepat Ray meraih ponsel hendak menghubungi gadis itu.
Beberapa kali nada sambung terdengar, Kaina terlihat tersentak dan merogoh tasnya.
"Iya Ray?"
"Lu mau pulang?"
"Iya, kenapa?"
"Tunggu disitu ya, Bro. Gua samperin. Gua mau keluar kantor nih."
"Kenapa?"
"Gua ada perlu ke daerah lu juga. Tunggu ya."
"Serius? Eh, ini angkot gua udah ada nih."
"Eh, sama gua saja baliknya!" suara Ray spontan mengeras melihat Kaina menghambat angkot di hadapannya.
"Naon sih? Maaf Pak, enggak jadi." Kaina meminta maaf pada bapak sopir angkot yang terlanjur berhenti di depannya
"Lu dimana memangnya?!" Kaina yang sedikit kebingungan menjadi sedikit kesal. Itu adalah angkot terakhir trayek Margahayu-Ledeng, sudah dipastikan dia akan kehabisan angkot jika Rayshaka hanya sedang bercanda.
"Bawel! Tunggu saja, sudah! Don't go anywhere ! Awas!"
"Ya ya ya! Buruan! Banyak petir ini! Keburu disambar gua!"
Klik!
Rayshaka menggeram pelan kemudian menghidupkan mesin mobilnya. Dengan cepat dia bergerak keluar dari pekarangan kantor, berbaur dengan pengendara mobil dan motor lainnya. Dia butuh waktu sepuluh menit untuk tiba di halte tempat Kaina menunggu karena harus memutar balik.
"Ayo!" Dia menurunkan kaca mobilnya saat sudah tepat berada di sebelah Kaina.
"Mau kemana lu? Tumben?"
"Sudah, naik dulu! Mau petir loh!"
Kaina dengan cepat membuka pintu Honda HRV itu, tapi harus sedikit kesusahan karena rok mininya.
"Pakai seat belt dulu, Bro."
"Done." Kaina tersenyum setelah terdengar bunyi klik dari sabuk pengamannya.
"Owkey, let's go! " Rayshaka kemudian kembali melajukan mobilnya. Kali ini sudah dengan senyuman di wajahnya.
"Jadi lu mau kemana? Ada bisnis atau kencan?"
"Menurut lu?"
Melihat senyuman tersirat di wajah Ray, Kaina tahu apa tujuan pria itu sampai rela datang dari kejauhan ini.
"Pasti yang nomor dua. For dating, absolutely! " dia memicingkan mata. Benar saja, raut wajah Raysahaka langsung berseri.
"Ahh, syukurlah, ternyata lu laki-laki normal. Mudah-mudahan Ferdi juga." Kaina mengabaikan denyut perih di sudut hatinya dengan menunjukkan ekspresi senang.
"Sembarangan! Ya normal lah, maksud lu gua gay sama si Ferdi?"
"Ya, siapa yang tahu?" Kaina cuek sambil mengangkat bahu.
"Si Ferdi juga punya cewek yang ditaksir loh, jangan salah," balas Ray.
"Iya, gua tahu. Dia janji suatu saat mau kenalin ke kita."
"Kenalin ke kita? Hahahaa," Rayshaka sontak tertawa terbahak-bahak.
"Iya. Kenapa memangnya?" Kaina mengerutkan kening. Kenapa Ray sampai tertawa seperti itu? Apakah 'kita' itu terlalu berlebihan untuknya? Apakah hanya dia yang terlalu jauh menanggapi hubungan mereka bertiga sebagai hubungan yang melebihi rekan kerja, alias sudah bisa dikatakan sebagai teman dekat? Tiba-tiba saja perasaannya ciut dan raut wajahnya sedikit berubah.
"Eh eh, jangan mikir macam-macam dulu. Gua ngetawain lu karena enggak percaya lu sepolos ini. Polos atau blo'on ya?"
Kini Kaina melempar tatapan pencabut nyawanya. Lagi-lagi Ray tertawa dengan kecang.
"Bro Kaina ... kalau cewek yang ditaksir si Ferdi itu enggak perlu dikenalinlah. Kita berdua kenal kok."
Kaina mengerutkan kening. Rayshaka menatapnya dengan misterius, seolah-olah dia menyembunyikan jawaban di balik bola matanya.
Kemudian Kaina menghembuskan nafas. Dia sudah menduga jawaban Rayshaka. Dirinya. Pasti Ray akan bilang dirinya. Memangnya kurang jelas apa? Secara tidak langsung Ferdi sudah sering menunjukkannya. Pria itu sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaannya.
"Hmm hmm ...." Kaina hanya menggumam sambil memandang ke luar jendela.
"Lu percaya enggak, Ferdi itu betah ngantor bareng gua, hanya gara-gara elu?"
"Oh ya? Masa? "
"He-em. Andai elu enggak ada, mungkin dia menganggap gua sebagai saingan seperti dulu. Bukan teman."
"Masa? "
"Aerr!!! Ini serius woy! "
"Hahahaa... Yayaya, lanjutin ...."
"Ah, males ah, lu nggak mau denger ...."
"Dih, ngambek!" Kaina refleks mencolek pinggang Ray dan pria itu langsung melonjak kaget.
"Eh! Geli Kai!!"
Kaina tertawa terkikik, kemudian membiarkan Ray kembali mengoceh tentang Ferdi.
"Jadi gua harus senang atau gimana, Bro? Kan enggak baik kalau ada yang saling suka di team work. Betul?" Kaina menanggapi dengan sedikit dramatis.
"Saling? Lu juga suka ya? Ciyeeeeee ...."
"Cewek normal mana yang enggak suka Ferdi?" Kaina menantang dan Rayshaka sukses bungkam.
"Kalau gua?"
Nafas Kaina tercekat dan nyaris berhenti dalam se persekian detik.
"Lu? Hmm ... Fanny, teh Angel, teh Riri, barisan cewek accounting, Surti si office girl, semuanya deh, sepertinya suka sama lu tuh. Lu sama Ferdi saingan berat, Bro!"
"Wah, lu tau darimana? Ngarang ya lu? Jelas-jelas mereka suka ngegosipin gua."
Mendadak raut wajah Kaina sedikit berubah mendengar celetuk Ray. Dia tertawa miris. Apa rasanya mengetahui fakta kalau seisi kantor suka ngegosipin kita?
Rayshaka tahu sifat egoisnya sering merugikan beberapa pihak. Sekalipun dia egois demi pekerjaan, itu jelas hanya menguntungkan bagiannya. Yang lain justru sering merasa tertekan. Misalnya perihal delivery barang, seringkali dia bersikeras menentang schedule yang sudah dirancang karena ada customer besar yang mendesak untuk dikirim barang. Jelas dia melakukannya untuk angkat telor di hadapan customer yang menurutnya lebih menguntungkan daripada customer kecil yang sering ia kesampingkan.
Ray juga terkenal karyawan paling pelit. Entah irit, entah pelit, yang pasti label itu sudah menempel di keningnya.
Masih banyak tabiat buruk lain yang dipelihara Ray, yang membuatnya sering digosipkan anak-anak satu kantor. Bahkan Kaina mengetahui semua itu di minggu pertama dia masuk kerja. Sedikit banyak, itu juga pernah berhasil membuat citra Ray sangat jelek di mata Kaina.
Tapi ... sekarang Kaina sedikit lebih mengenal Ray yang sebenarnya. Rayshaka tidak seegois yang orang-orang katakan.
"Seriusan. Gua juga cewek, Bro. Gua tahulah ciri-ciri cewek yang suka sama cowok."
"Siapa bilang lu cewek?"
"Asemm!?" lagi-lagi tangan Kaina refleks mencubit lengan Ray. Kali ini dengan keras, sampai pria itu meringis kesakitan.
"Lu out of topic deh!"
"Nahh, gantian kan lu yang ngambek?" Rayshaka tertawa menggoda. Kaina membalasnya dengan cibiran.
*****
Gerimis sudah mereda saat Kaina turun dari mobil Ray. Perasaan hangat menerpa hatinya di tengah udara dingin yang menusuk kulit. Ia sengaja menolak Ray mengantarnya sampai ke tujuan dengan alasan harus ke supermarket untuk membeli keperluan dapur. Lagian rumah kekasihnya Ray ternyata cukup dekat dengan supermarket tempatnya turun.
Kaina mengitari rak perlengkapan mandi dengan senyum yang tak kunjung hilang dari wajahnya. Jemarinya seolah-olah serius memilih, padahal hatinya sedang tidak berada di tempat. Mungkin pramuniaga yang barusan melemparkan tatapan aneh padanya adalah orang ke sekian yang bingung melihat dirinya yang senyum-senyum sendiri.
Fix, gadis itu belum berhasil menetralkan hati, otak dan seluruh dirinya sebagaimana mestinya. Satu hari tidak melihat Ray di kantor justru membuatnya sedikit rindu. Dan malam ini rindu terlarangnya itu terobati. Takdir seolah-olah mengerti apa yang dia butuhkan. Melihat Rayshaka walau hanya sebentar. Tapi Dewi Fortuna justru memberikan lebih dari yang ia harapkan. Pantaskah dia bersyukur untuk malam ini? Tiba-tiba saja dia merasa sudah selingkuh dari Hans.
Ingatannya kembali memutar isi percakapannya dengan Ray. Lagi, dia menghembuskan nafas saat mengingat Ferdi. Kalau sudah begini -Ray sudah tau kalau dia tau perasaan Ferdi- apa yang harus dia lakukan? Jika sebelumnya dia masih bisa bersikap santai karena seolah-olah belum tahu, setelah ini akan bagaimana?
Dia berharap Ray tidak ikut campur untuk urusan ini, tidak serta merta jadi mak comblang untuknya dan Ferdi. Dia ingin tetap bisa berteman dengan wajar tanpa harus ada bumbu-bumbu seperti rasa suka.
Menyadari isi kepalanya barusan, Kaina jadi berdecak sendiri, menertawakan diri. Lantas apa yang dirasakannya kepada Ray?
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
lenong
Margahayu ya, tempat aku dulu waktu di bandung
2024-04-28
0
Suryatina Handayani
setelah tau Ferdi punya perasaan pada ny gimana ya sikap Kaina d kantor?pasti canggung ya,kl aj Kaina juga suka sm Ferdi g masalah bak gayung bersambut lah ini Kaina suka sm Ray,sedangkan Ray sdh punya pacar.cinta yg rumit...
2021-04-28
0
Teh yan"
suka ceritanya
2021-02-17
0