Disaster.

Author's PoV

Kaina menatap langit mendung di atas kepalanya. Sudah jam setengah tujuh pagi, tapi angkasa luas itu masih gelap. Sepertinya hujan deras akan turun sebentar lagi. Kaina sudah ready dengan payung dan jaket.

Pagi-pagi langit sudah mendung, dia punya firasat tidak enak, tapi segera ditepisnya sebelum menggerogoti semua sisa semangatnya.

Setibanya di kantor, semuanya terlihat normal. Keisha menyapanya dengan ramah. Seisi ruangan saling ribut soal fashion si A, kepo tas barunya si B, ini dan itu. Seperti biasa, Kaina akan menimpali sesekali agar tidak dikira kuper alias kurang pergaulan.

Jam kerja dimulai, dia melakukan bagiannya seperti biasanya. Menelepon, menelepon, masuk ke ruangan Ray, masuk ke ruangan Sebastian, menelepon lagi, berkomunikasi dengan Fany dan Ibu Arni untuk koordinasi kiriman barang.

Kaina tidak mendapati Ray di ruangannya. Dia malah seharian di ruangan Sebastian. Itu membuat Kaina sedikit terbatas untuk menanyai ini itu, sementara WhatsApp-nya tidak dibaca oleh yang bersangkutan.

"Ray, boleh ke sini sebentar?" akhirnya dia memberanikan diri memanggil Rayshaka dari ruangan Sebastian.

"Kenapa?" pria itu menjawab dari kejauhan. Sama sekali tidak berniat untuk bangkit. Kaina sedikit kaget mendapati reaksi Ray yang tiba-tiba tidak ramah terhadapnya.

"Owner Cahaya Hotel mau bicara sama kamu, di line satu," jawab Kaina sopan.

"Aku jawab dari sini," Ray bergerak menyambar pesawat telepon cadangan di sebelahnya. Sebastian terkesan pura-pura tidak memperhatikan.

Kaina mengerutkan kening dengan sikap Ray. Namun dia mengendapkan prasangkanya dan meninggalkan ruangan itu.

Setelah itu pun dia tidak menerima laporan apa-apa dari Rayshaka tentang hasil pembicaraannya dengan Cahaya Hotel. Padahal Kaina harus segera membuat Sales Ordernya.

Dia berusaha menghubungi Ray melalui WhatsApp, namun tidak ada respon.

Saat Ray akhirnya keluar dari ruangan Sebastian menuju toilet, Kaina mengejarnya. Tapi Ray seperti tidak mendengarnya. Pria itu melesat dengan cepat masuk ke toilet.

Kaina merasa ada yang tidak beres. Mungkin Ray sedang ada masalah pribadi, tapi tidak seharusnya dia membawanya sampai ke lingkungan kantor. Biasanya juga tidak pernah.

"Hey, lu kenapa sih?" Kaina langsung menghadang langkah Ray sesaat setelah keluar toilet.

"Enggak kenapa-kenapa, Kai. Lu jangan ganggu gua dulu ya," katanya dingin sambil menatap Kaina sekilas, kemudian berjalan melewati sisi kiri gadis itu.

Kaina mengerutkan dahi. Tapi berhubung Ray yang meminta demikian, dia mencoba mengabulkannya.

Jadi kalau ada apa-apa, dia tidak melibatkan Ray. Semua keluhan customer, orderan, delivery diurusnya sendiri. Fany dan Ibu Arni menanyakan ada apa dengan Ray, Kaina cuma bisa mengangkat bahu.

Keesokan harinya Kaina mengira Ray sudah baikan. Sebelum pria itu keluar kantor untuk kunjungan sales Kaina mencoba menyapanya, tapi Ray masih acuh tak acuh. Bahkan Kaina mengikutinya ke dalam ruangan dan memperhatikan Ray yang berkemas.

"Ray, lu kenapa sih? Sikap lu ini ngeganggu banget tau enggak?" Kaina menegur lembut.

"Lu handle dulu saja," Ray hanya berujar demikian kemudian keluar dengan langkah cepat. Kaina menahan nafas tanda kesal. Ingin dia menahan Ray untuk bicara baik-baik, tapi enggak enak kalau dilihat sama yang lain.

Seharian Kaina mencoba menghubungi Ray, mengirim pesan chat, tapi laki-laki itu bertahan dengan egonya. Kerjanya jadi sedikit berantakan lantaran uring-uringan. Kaina semakin tidak mengerti apa yang sedang terjadi di antara mereka. Terakhir bertemu di bioskop semuanya masih baik-baik saja.

Malam harinya Kaina mengabiskan waktu dengan Hans. Mantan kekasihnya itu sukses membuat heboh semua karyawan karena menjemput Kaina langsung ke kantor.

Orang-orang sibuk menggoda Kaina, mengira mereka sepasang kekasih. Hanya Keisha yang tahu kalau mereka sudah putus.

Saat Hans masih menunggu di lobi, Ray masuk, baru pulang dari kunjungan. Dia sedikit terkejut mendapati Hans, tapi langsung menyalam pria itu dengan wajar. Kaina mencuri pandang dari ruangan administrasi. Ray dan Hans mengobrol sebentar, kemudian Ray beranjak masuk ke ruangannya.

"Ray ngediamin aku dua hari ini."

"Kok bisa?"

"Entah, enggak ngerti. Tiba-tiba saja enggak mau ku ajak bicara, enggak mau masuk ruangan admin, enggak mau lihat aku."

Hans menghentikan makannya, menopang dagu dengan kedua tangan.

"Apa yang kamu rasakan saat ini terhadap Ray?"

"Kesal."

"Selain itu?"

"Sebal, marah."

"Selain itu?"

Kaina mengerutkan dahi ke arah Hans yang tersenyum, "Nothing," jawabnya.

"Liar ... ada perasaan lain," tuduh Hans.

"Hm ... hm ... yaaa, kangen sih, tapi ... ya sudahlah ... dia lagi enggak mau diganggu."

Hans tertawa lagi lalu kembali menyantap makanannya.

"Lu harus bersiap menerima kejutan lain, Kai. Gua punya feeling hubungan lu sama Ray dalam waktu dekat akan seperti neraka."

"Maksudnya?" Kaina memicingkan mata.

"Eits, jangan negative thinking dulu. Gua cuma punya feeling."

Kaina memanyunkan bibirnya tanda tidak setuju.

Tapi siapa sangka perkataan Hans itu ternyata benar?

*****

Pagi-pagi sekali, Kaina masih baru sampai, masih baru meletakkan jaket dan tas di kursi, Rayshaka langsung datang menyerobot kerumunan karyawan yang sedang menggosip di dekat pintu. Dengan cepat dia menuju meja Kaina yang belum menyadari kehadirannya.

"Lu ini bisa kerja nggak sih???"

Kaina tersentak dan langsung menoleh. Rayshaka berdiri dengan emosi yang tergambar jelas di wajahnya.

"Kenapa?" tanya Kaina pelan, kebingungan.

Matanya menatap lurus ke arah Rayshaka.

"Sudah berapa kali gua ingetin, customer baru itu jangan dikasih jenis tisu yang ini. Kenapa malah lu kasih ke Nirvana???"

Gadis itu memperhatikan lembaran sales order yang dicampakkan Ray ke atas mejanya.

"Kemarin Fany bilang bisa."

"Fany! Fany! Nyalahin orang lagi lu! Kalau enggak tau itu nanya!!"

"Gua sudah nanya di WhatsApp, lu nggak baca ...." Kaina menjawab dengan takut, suaranya menciut, hilang ditelan bumi.

"Lu kan tahu gua bawa mobil, kenapa lu enggak nelfon atau apa kek? Enggak ada usaha banget!! Giliran sudah salah begini gua yang disemprot sama orang pusat. Tau lu?" Ray membentak untuk yang terakhir kalinya, kemudian berlalu.

Mata Kaina langsung memanas, jantungnya berdetak dengan kencang. Dadanya bergerak naik turun. Hatinya tidak terima dimarahi secara sepihak oleh Ray. Dia bisa membuktikan kalau dia sudah coba bertanya terlebih dahulu.

Perlahan mata beningnya berkaca-kaca, hidungnya memerah. Tahu air matanya akan jatuh, dia langsung menyibukkan diri dengan mengobrak-abrik isi tas, mengeluarkan alat tulis, handphone, charger dan lain sebagainya. Tapi seisi ruangan tetap bisa mendengar dengan jelas suara sesengguknya. Semuanya hening, termasuk Fany yang berusaha menahan diri untuk tidak tertawa.

*****

Sebastian's PoV

Suara ribut-ribut dari ruangan admin menyita perhatianku sesaat setelah memasuki pintu utama kantor. Kulihat anak-anak berkerumun di pintu ruang admin. Ada juga yang memperhatikan dari ruangan depan melalui kaca transparan. Aku pun bisa melihat dengan jelas dari kaca tersebut. Ray sedang melampiaskan amarahnya pada Kaina.

Cuma sebentar aku bediam disana, lalu masuk ke ruangan.

Ahh, Rayshaka ... ada apa dengan anak itu? Sebelumnya dia tidak pernah menunjukkan tindakan tidak profesional begitu. Marah di depan umum, seperti orang kebakaran jenggot. Dua hari ini pun gelagatnya lain. Kerjanya hanya diam sambil sibuk bermain hp. Mungkinkah ada hubungannya dengan Kaina? Hhhh, seandainya iya, pastilah ini masalah yang sangat besar.

"Ray, ke ruangan saya," aku menghubungi line telepon di ruangan Rayshaka. Satu menit kemudian orang yang bersangkutan muncul.

"Apa-apaan itu tadi, Ray? Kamu itu loh, kalau mau marah ya kira-kira dong, Pak," ucapanku langsung menjejali Ray dengan nada lembut. Aku tahu dia pasti punya alasan.

Ray kemudian menjelaskan semuanya dengan rinci. Bagaimana Kaina sudah membuat salah faham yang sangat besar dengan pihak Nirvana.

"Panggil Kaina dan Fany."

Ray dengan cepat melakukan perintahku. Semenit kemudian Kaina dan Fany sudah duduk di ruangan. Kaina sudah kucel dengan bekas air mata di seluruh wajahnya. Aku melirik Ray dan seolah-olah menunjukkan itu adalah hasil perbuatannya.

Gadis itu meminta maaf atas kesalahannya. Dia sama sekali tidak menyebut nama Fany dan Ray dalam setiap kalimatnya.

"Kamu juga sebenarnya tahu kan Fan peraturannya? Kenapa bisa lupa?"

"Maaf, Pak. Saya kira kode komersial yang Kaina tunjukkan sama seperti yang seharusnya. Maafkan saya, Pak."

Aku menarik napas, mengusap wajah.

"Kamu memangnya enggak baca pesan dari Kaina, Ray?"

"Baca, Pak. Tapi sehabis kunjungan."

"Kamu enggak coba menelepon Ray, Kaina?" tanyaku beralih lagi pada Kaina yang hanya menunduk. Dia menggeleng pelan. Lagi, aku mengusap wajah.

Sebelum akhirnya mereka keluar dari ruangan, aku kembali memastikan mereka tahu cara kerja yang baik dan mengingatkan kembali job desc masing-masing. Tidak terkecuali pada Ray.

"Ray, kalau ada masalah pribadi, jangan dibawa ke kantor. Kamu juga harusnya keep in contact dengan Kaina."

Ray menyanggupi perintahku.

Permasalahan ini bukan perkara besar. Kaina hanya salah kode. Barangnya memang sangat mirip. Hanya beda 2 ply (2 lapis) dan 3 ply (3 lapis). Sebelumnya juga sudah pernah terjadi seperti ini, Kaina dengan cepat menghubungi customer yang bersangkutan dan meminta maaf. Untungnya customer-nya baik, tidak memperpanjang urusan. Rayshaka juga tidak marah-marah seperti tadi.

Aku semakin yakin dia sedang ada masalah pribadi. Untuk urusan ke Nirvana, aku memutuskan akan turun tangan langsung.

*****

Kaina's poV

Langit mendung kemarin lusa masih menyisakan kutuk hingga hari ini. Kini hatiku yang mendung. Setelah insiden kemarin, aku jadi takut menemui Ray. Apapun masalah yang sedang dialaminya sekarang, sudah membuatnya kehilangan kontrol, tidak bisa menempatkan diri.

Menemukan kembali sisi buruk Ray sebenarnya membuatku terluka. Tapi kusyukuri juga, karena kuharap itu bisa membuatku lebih cepat move on dari perasaan liar ini.

Hari ini dia bersama pak Sebastian berangkat ke Cirebon. Meminta maaf atas kesalahan kiriman 1000 box tisu yang salah. Keesokan harinya aku mendengar dari Ibu Arni kalau pihak Nirvana masih memberikan toleransi kali ini. Tapi yang pasti wajah pak Sebastian, Ray dan Nagata Paper sudah tercoreng. Aku kembali menyalahkan diri atas segalanya. Bertemu dengan pak Sebastian pun aku tidak berani. Segan dan malu bercampur menjadi satu.

Oh ya, Ray ... aku memilih memblokir kontak dan WhatsApp-nya karena terlanjur sakit hati. Aku tidak terima dia marah, padahal dia tau aku mencoba menghubunginya, mengiriminya pesan berkali-kali. Bahkan di hadapan pak Sebastian dia masih bisa membela diri.

Keisha selalu bisa menjadi teman yang paling pengertian. Dia tidak membiarkan aku merasa kesepian sedikit pun. Aktif mengajak mengobrol dan kami selalu makan siang bersama.

Keesokan harinya Ray akhirnya menghampiriku. Guess what ? Dia datang untuk marah lagi. Sepertinya dia menemukanku di pantry setelah tidak mendapatiku di ruangan.

"Kenapa ngeblokir semua kontak gua?"

Aku membeku saat mendengar suara itu dari belakang punggung. Aku tidak menoleh sedikit pun.

"Lu profesional dong," di luar dugaan dia berdiri di sebelahku, membuat jantungku berdebar kencang.

"Kalau ada apa-apa telepon kantor saja," jawabku dingin dan pelan.

"Kalau gua mau kirim foto customer ?"

"Ke Fany saja. Permisi."

"Eh, lu yang bener dong !" tangannya dengan cepat menahan satu pundakku. Refleksku langsung menghentakkan tangannya dengan kuat sampai sweater-ku melorot.

"Jangan sentuh gua, jangan teriaki gua. Gua nggak digaji sama lu," mataku menatapnya tajam dan dingin.

Sepertinya dia sangat terkejut mendapat respon tidak terduga itu. Jangankan dia, aku sendiri kaget bisa membalas kata-katanya dengan tenang.

Aku keluar dari pantry dan masuk ke dalam ruang admin. Sesaat kemudian Ray sudah melesat cepat melewati ruangan kami menuju ruangannya. Amarahnya memuncak lagi.

*****

Aku baru mengetahui karakter buruk Ray yang lain. Dia tidak suka mengalah, terlepas dia sebenarnya sadar menjadi pihak yang salah atau bukan. Saat aku menjauhinya sekarang, dia juga ikut menjauh. Ikut diam seperti yang kulakukan. Satu sisi hatiku tidak ingin hubungan kami jadi begini. Apalagi se isi kantor sudah mengetahuinya. Dia sudah mau masuk ke ruangan admin lagi, tapi hanya untuk bertemua Ibu Arni dan Fany. Kalau pun ada urusan denganku, dia akan menyampaikannya dengan singkat, dengan ekspresi yang dingin.

Dia mengalihkan semua komunikasi ke Fany. Hasil follow up-nya ke customer, jika ada yang mau order, dia info ke Fany. Hatiku seperti ditusuk ribuan jarum mendapati semua perubahan ini. Sakit sekali. Rasanya seperti dicampakkan dari puncak gunung tertinggi. Merasa tidak berguna, hanya sebagai suku cadang di kantor.

Tapi disisi lain aku senang, karena perasaan cinta yang dulu kurasakan perlahan bisa memudar. Aku tidak harus lelah mengawasi dia ada di mana, tidak harus lelah berharap dihampiri dan diusili. Tidak harus lelah cemburu setiap kali dia dekat dengan yang lain.

Aku jadi semakin sering berbaur dengan divisi lain. Apabila tidak ada kerjaan, aku berkunjung ke ruangan depan atau pun di sebelah. Apalagi kalau ada Ray di ruang admin, aku akan dengan senang hati melenggang keluar dari ruangan itu.

"Lu sama Ray jadi musuhan?" Keisha tidak tahan untuk tidak bertanya.

"Engga kok, cuma enggak sedekat dulu saja," jawabku pelan.

"Enggak ngerasa kehilangan memangnya?"

"Enggak terlalu sih, lebih nyaman kayak sekarang malah. Kemarin-kemarin gua lelah memikirkan apa kata orang melihat kami kalau terlalu dekat begitu."

Keisha mengangguk-angguk, "Tapi lebih enak lihat yang dulu daripada yang sekarang. Dulu kayak Tom and Jerry. Enggak pernah akur, tapi temen karib. Sekarang kalian kayak main kucing-kucingan."

Aku tertawa kecil sambil menyedot teh manis dingin.

"Hahahaha, kelihatan banget ya?"

Keisha mengangguk membuatku tertawa sumbang lagi. Sudah terlanjur, nasi sudah menjadi bubur. Meskipun aku merindukan dia, lebih baik tetap begini. Dia juga tidak merasa ada yang kurang tanpa aku. Sebentar lagi pun dia dan Silvi akan bertunangan. Dalam hitungan minggu. Setelah itu pak Sebastian juga sudah mempersiapkan posisi baru untuknya di kantor.

Aku merogoh tas dan mengeluarkan amplop putih berisi surat resign.

"Lu yakin, Kai?"

"Gua belum pernah se yakin ini sebelumnya, Sha. Situasinya sudah enggak enak. Enggak ada yang mau mengalah, hehehe. Mending gua pergi saja."

"Memangnya lu sudah dapat kerjaan pengganti?" suara Keisha melembut.

"Belum sih. Tapi memang sudah enggak mau kerja kantoran lagi. Pengen buka usaha."

"Balik kampung?"

Aku mengangkat bahu, "Belum tahu. Tapi yang pasti gua akan selalu ingat seorang Keisha, si hijabers yang cantik dan baik hati, idaman para lelaki seantero kantor."

Keisha tersenyum kecil, "Memangnya mau resign per kapan?"

"Bulan depan."

"Bulan depan itu artinya seminggu lagi loh, Kai. Lu dadakan banget sih? Pak Sebastian pasti enggak akan setuju."

"Gua sudah pernah kok obrolin sebelumnya. Beliau memang sangat berat. Tapi enggak tau kenapa, dia seperti mengerti posisiku. Dia bilang kalau memang udah enggak betah, silahkan saja buat surat resign-nya. Sebelumnya beliau menawarkan satu bulan lagi, supaya gua bisa sambil nyari kerjaan baru. Tapi gua memang audah pengen secepatnya, Sha."

"Oh ya? Pak Sebastian sudah setuju?"

Aku mengangguk kecil. Lagi, hatiku sakit mengingat aku akan meninggalkan kantor ini. Meninggalkan rekan-rekan kerja yang sudah kuanggap seperti keluarga kedua. Meninggalkan Rayshaka.

"Lagian kalau gua resign, kesalahan yang selama ini sering terjadi bisa diminimalisir. Karena kebanyakan yang buat kesalahan itu kan gua, hehehee ...."

Keisha masih bertanya ini itu sampai kami selesai makan siang. Setelah ini, aku akan menuju ruangan pak Sebastian.

*****

Terpopuler

Comments

Lies Atikah

Lies Atikah

penyesalan itu di aghir ya thor ljnt

2024-12-23

0

Siti Hajar NurSarianti Lage

Siti Hajar NurSarianti Lage

Yes..biarin Kaina Resign thor biar tau rasa si Ray 🤣🤣👍👍👍

2021-02-14

1

Sayidah Nurcholifah

Sayidah Nurcholifah

Ingin nabok rai aja

2020-11-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!