Office life, again.

Ferdi's PoV

Udara pagi adalah salah satu bagian terfavoritku di kota Bandung. Dingin yang menusuk hingga ke tulang selalu berhasil membuatku bangun subuh dan berolahraga pagi. Peregangan kecil, berlari mengelilingi kawasan apartemen yang luas. Kemudian mandi, sarapan pagi dan berangkat ke kantor yang cukup dekat dengan apartemen tempatku tinggal. Hanya perlu tiga menit kalau harus jalan kaki.

Biasanya aku dan Ray akan berpapasan di loby. Unit apartemennya ada di gedung bagian Barat, sementara aku di Timur. Tapi sepertinya dia belum selesai beres-beres, aku tidak menjumpainya barusan.

Sambil berjalan menuju kantor aku menghubunginya. Benar saja, suaranya masih terdengar berat. Kusuruh dia agar segera bangun karena jam sudah menunjukkan pukul 07.50, yang artinya dia hanya punya waktu 10 menit untuk bangun, mandi, berpakaian dan jalan kaki sampai ke kantor.

Hari ini adalah hari pertama masuk kerja setelah libur panjang selama satu minggu. Dulu, semasa sekolah, libur panjang itu harusnya dua sampai tiga minggu. Kalau kuliah, lebih lama lagi, bisa sampai dua bulan. Setelah masuk kerja, jangankan seminggu, libur sehari saja sudah untung. Makanya, setiap ada libur, seorang karyawan sejati sudah pasti akan memanfaatkan hari itu sebaik mungkin. Melakukan apa yang ingin dilakukan, misalnya travelling, hang out seharian melakukan hobi yang terkubur oleh kesibukan.

Seperti satu minggu liburanku. Aku kembali ke Jakarta. Melepas rindu dengan keluarga besar. Terutama meminta maaf kepada papa karena sudah pergi tanpa pamit. Dia benar-benar murka melihat kedatanganku, bahkan sampai tidak mau melihatku atau selalu memilih untuk pergi kalau kami berada di ruangan yang sama.

Aku dan papa sama-sama keras. Setelah mengutarakan permintaan maafku dan mendapati reaksi papa yang negatif, aku menjadi berbalik marah. Hari ketiga lebaran aku malah membalas sikap dinginnya dengan melakukan hal yang sama. Mama sampai bilang mau minggat saja dari rumah daripada melihat dua jagoannya perang dingin begitu. Tapi aku tetap tidak mau mengalah.

Aku memilih lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Hang out bersama teman-teman satu kerjaan dulu. Membuang suntuk lewat tegukan alkohol dan kepulan asap rokok.

Aku punya alasan kuat kenapa harus meninggalkan rumah. Papa tidak pernah mengakuiku. Pekerjaanku di perusahaan selalu saja kurang di matanya. Biasanya anak bos besar itu punya image positif yang membuat banyak karyawan respect padanya. Dipuji-puji sang direktur utama yang tidak lain adalah ayahnya sendiri. Tapi sikap papa terlalu jelas kalau dia tidak mendukungku sebagai calon penerusnya.

Dia masih terobsesi Rayshaka. Ray yang sejak kuliah selalu bisa dapat IPK yang sangat memuaskan. Bahkan lulus dengan predikat cumlaude. Setelah lulus kuliah, Ray juga langsung diterima bekerja di perusahaan bonafide tanpa harus memakai link orangtuanya. Sangat berbeda denganku yang harus pasrah selalu menjadi yang kedua dari dia.

Aku sudah berusaha, bahkan ketika tidak ada Ray, di kantor papa, aku berhasil menunjukkan prestasiku. Banyak yang mengakui aku kompeten. Tapi bos besarnya justru tidak pernah puas.

"Fer!"

Aku hampir saja tersandung saat Keisha mrnyenggol sikutku dan berjalan beriringan dari pos security. Aku baru selesai absen dan tidak sadar ada dia di belakang.

"Woy, Sha. Tumben datang cepat?"

"Gua memang datang cepat terus. Lu doang yang enggak merhatiin."

"Justru karena gua merhatiinlah makanya gua tahu, lu seringnya telat."

"Oh iya? Lu merhatiin gua? Demi apa?" Keisha membalas dengan tatapan menggoda membuatku mendadak salah tingkah.

"Demi apa hayooo?"

"Eh eh eh ... apaan sih. Sudah sana, masuk ruangan lu," aku mendorong tubuhnya pelan saat sudah memasuki kantor. Dia sempat mencibir kemudian tersenyum.

"Ciye ciyee, kalian ngapain sih?" Ardi si kolektor menggoda tidak jelas saat masuk ke loby kantor.

"Eh Sha, habis Lebaran makin cantik saja lu." kudengar kolektor lain menambahkan.

"Iya dong, dapat banyak tehaer gua."

"Wah, kudu bagi-bagi dong Sha," sambung mereka.

Aku meninggalkan mereka sambil geleng-geleng kepala. Memasuki ruangan sales dan melepas tas ransel. Setelah itu membereskan mejaku yang cukup berantakan.

Saat tak sengaja aku melihat ke meja Ray, aku tergoda untuk melihat sesuatu.

*****

Author's PoV

Kaina harus rela terlambat 10 menit karena angkot yang ia tumpangi suka ngetem dan sering terjebak macet. Lebih tepatnya itu adalah pelengkap dari bangun yang kesiangan.

Sebastian beserta kedua sales andalannya, Rayshaka dan Ferdi sudah berada di ruang meeting saat dia datang. Kaina memutuskan masuk saja daripada tidak ikut sama sekali. Sebastian melempar senyum ramah, memaklumi kalau hari juga banyak yang telat, bahkan masih banyak yang memperpanjang libur.

Dia mengikuti sisa meeting yang membahas tentang survey kepuasan pelanggan. Kaina ditugaskan melakukan survey customer luar kota by phone, sedangkan sales langsung turun ke lapangan untuk lokasi kota Bandung.

"Hei bro!" tadi Kaina tidak sempat menyapa Ray dan Ferdi karena dalam situasi meeting. Setelah itu pun dia cabut duluan dari ruangan tersebut karena ada telepon dari kantor pusat untuknya. Sekarang dia sudah duduk di kursinya, Rayshaka malah datang menghampiri.

"Hei juga bro, whats up?" jawabnya sambil meliuk-liukkan jari di atas keyboard. Ray menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kedua tangannya masih sibuk memainkan game di smartphone.

"Naon pak bos? Aku lagi ada kerjaan nih."

"Ya sudah, kerjain saja dulu."

Kaina mengabaikan perkataan Ray itu. Dia tahu kalau Ray pecandu game. Kalau lagi konsentrasi ke game-nya, jangan harap bisa diajak ngobrol baik-baik. Itu pulalah yang sering membuat Kaina kesal kalau harus berurusan dengan Ray. Dia harus melihat timing yang tepat. Kalau dia butuh sesuatu yang sangat urgent, tapi Ray lagi main game, alamat dikacangin dulu baru diladenin.

"Ray, kamu sudah update plan kiriman belum?" Ibu Arni menyeletuk dari meja belakang. Ray bergeming. Aku menyikut lengannya dan mengulangi pertanyaan Ibu Arni, baru kemudian dia menjawab.

"Eh, pak Kusnaidi minta data kompetitor per bulan ini. Kamu sudah kasih daftarnya?"

Mendengar nama anak owner dari pusat disebutkan, Ray pun bangkit menuju meja Ibu Arni, meninggalkan ponselnya di meja Kaina. Dengan demikian dia bisa menjawab pertanyaan Ibu Arni dengan baik.

Saat Ray masih di meja Ibu Arni, ponselnya bergetar. Kaina dengan refleks melirik karena layar itu tiba-tiba hidup dan langsung mendapati hatinya berdebar kecewa saat melihat foto lockscreen Ray. Tentu saja, itu gadis yang pernah dibawanya ke restoran beberapa waktu lalu.

Jemari Kaina berhenti mengetik di atas tuts keyboard, dia menarik nafas pelan. Setelah urusan dengan Ibu Arni selesai, Ray kembali duduk di sebelahnya. Mood Kaina tiba-tiba turun dan muncul rasa risih saat Ray ada di dekatnya. Seperti ada sebuah tembok yang tiba-tiba berdiri kokoh membatasi dia dan laki-laki itu.

"Lu kemarin diantar sampai tujuan kan sama supir taksi?" tiba-tiba Ray yang sedang sibuk main game itu bersuara pelan. Lebih terdengar menggumam.

Kaina sedikit terkejut karena Ray membuka pembicaraan yang menurutnya sedikit pribadi di ruangan itu. Apa dia harus menjawab dengan gumaman juga?

"Iyalah. Mana ada taksi yang ngantar sampai ujung gang." Kaina berusaha menjawab dengan biasa, meskipun hatinya tidak demikian.

"Ya siapa tau ... sampai kosan masih mewek enggak?"

Kaina melirik sekeliling. Masih fokus di kerjaan masing-masing.

"Kepo banget sih lu. Itu rahasia."

"Ah gaya lu. Lu nangisnya sama gua juga. Aw!" Kaina refleks menendang kaki Ray di bawah meja. Itu bukan topik yang harus dibahas sekarang. Tidak didepan semua orang-orang kepo itu.

"Maksudnya?" Ibu Arni tiba-tiba menyeletuk dengan wajah tersenyum ingin tahu.

"Ada yang baru putus cinta, Bu. Aduh duh duhhh sakit Kai!!"

Wajah Kaina sukses memerah seperti kepiting rebus. Matanya melotot marah pada Rayshaka.

"Serius Kai?" Fany merespon dengan antusias yang tinggi.

"Beneran? Bagaimana ceritanya?" Ibu Arni masih sangat antusias. Kini semua mata sudah tertuju padanya.

"Enggak kok Bu, ini anak lagi ngelindur." Kaina mencibir kepada Rayshaka. Laki-laki itu hanya meringis sambil mengelus-elus bekas cubitan Kaina.

"Terus, dia putus cinta, nangisnya ke kamu ya Ray?" Fany masih sangat penasaran. Jelas dia hanya ingin tau jawaban Ray atas pertanyaan bu Arni.

"Enggaakk, bercanda saja kok." Ray menjawab santai sambil melirik Kaina yang sudah fokus lagi ke komputernya.

Fany dan Ibu Arni jelas masih penasaran, tapi harus rela menahan rasa ingin tahunya karena Ray tidak bersedia memberitahu.

Tanpa ada yang tahu Kaina tersentak karena Ray tiba-tiba mencubit kecil sikutnya di bawah meja dan mengelus-elus pelan. Maksudnya 'maaf, jangan marah ya'. Kaina sukses luluh dan hatinya seperti dipenuhi bunga-bunga.

Setelah Kaina merespon dengan bibir yang dimanyunkan, Ray tahu jika dia sudah tidak dalam masalah lagi, which is, dia sudah bisa kembali main game dengan tenang.

*****

Sebastian's PoV

Setelah Rayshaka, Ferdi dan Kaina meninggalkan ruangan, ponselku berdering dan nama pak Kusnaidi tertera di layar. Aku menimbang perihal harus mengangkat telepon itu atau tidak. Aku sudah tahu hal apa yang akan dia bahas.

Benda itu berdering sekali lagi seolah-olah memaksaku untuk menekan tanda hijau sesegera mungkin dan pada akhirnya kulakukan.

Kami berbicara sekitar sepuluh menit. Setelah itu beliau memutuskan sambungan lebih dulu.

Kuusap wajahku sambil membuang napas. Ingin rasanya membagi bebanku ini dengan seluruh karyawan, tapi sangat tidak mungkin. Keputusan pak Kusnaidi barusan tentu saja akan mengejutkan mereka semua.

Ini bukan kabar baik.

*****

Terpopuler

Comments

Suryatina Handayani

Suryatina Handayani

anak bos akan datang,ada yg d mutasi g yaa?

2021-04-28

0

Sayidah Nurcholifah

Sayidah Nurcholifah

Ada yg dipindahkan thor.. Oh no no..

2020-11-17

0

Mona Popo

Mona Popo

ada apa??

2020-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!