Author's PoV
Akhir bulan memang selalu menjadi bagian yang menegangkan bagi semua tim sales di perusahaan mana pun, termasuk di Nagata Paper. Divisi Ray, yaitu divisi tisu, tidak luput dari kesibukan mengejar target. Dia dan Ferdi selalu keluar kantor, kunjungan ke customer, membuat strategi dadakan baru yang bisa mendongkrak omset yang tiga bulan terakhir semakin anjlok. Sangat jauh tertinggal dari cabang-cabang lain.
Alhasil satu minggu belakangan Kaina jarang bertemu dengan mereka berdua. Palingan hanya berhubungan lewat telepon. Kalau ada apa-apa, Ray dan Ferdi akan menginfokan padanya lewat grup chat WhatsApp.
Untungnya gadis itu juga sibuk melakukan follow up, jadi dia tidak terlalu merasa kesepian ditinggal partner-nya selama seminggu terakhir. Dia juga banyak menghabiskan waktu dengan Keisha. Bercerita tentang ini dan itu.
Oh iya, perihal dia dan Ray bertemu di Jakarta sudah diceritakannya ke Keisha. Itupun karena Keisha bersikeras mengorek saat mereka makan siang bersama. Seperti dugaannya, Keisha sama sekali tidak percaya Kaina mengalami hal menakjubkan itu hanya dalam tiga hari. Bertemu dan putus secara baik-baik dengan Hans, bertemu dengan Rayshaka dan ditraktir berkali-kali. Makan seafood mahal, tiket fan meeting Raisa, tiket pulang ke Bandung.
Oh iya sebelum pulang ke Bandung, mereka juga masih menyempatkan diri main ke Atlantic, karena Ruth sudah keburu beli tiketnya.
Semua orang tahu Ray pelit. Siapa sangka dia membuat pengecualian terhadap Kaina? Apalagi saat tau Ray begitu care kepada Kaina dan Rosa. Keisha tidak berhenti bertanya sampai detil terkecil, bahkan mengulangi pertanyaan yang sama berkali-kali sangking tidak percayanya.
Kaina pun tidak bisa memungkiri kembali merasakan rindu terlarang untuk Rayshaka. Otaknya selalu mengulang memori indah mereka selama di Jakarta. Sudah hampir sebulan berlalu, tapi setiap detail percakapan mereka, sentuhan, lirikan, senyuman, guyonan, sindiran-sindiran yang menimbulkan getaran di hati masih melekat jelas di benak gadis itu. Rasanya seperti mimpi dia dan Rayshaka pernah memiliki waktu tersendiri yang sangat spesial, tanpa ada ikatan pekerjaan.
Waktu itu Ray benar-benar menjadi dirinya sendiri, bukan seperti partner kerja, bukan seperti atasan yang dulu pernah seperti monster di hari-harinya.
Apalagi setelah hari itu, Ray sepertinya semakin betah berlama-lama di ruangan Kaina, dengan atau tanpa Ferdi. Semakin jahil dan suka mengganggu gadis itu. Untungnya seisi ruangan dan semua karyawan sudah tahu mereka bertiga memang dekat sebagai satu tim.
Kaina awalnya khawatir akan diterpa gosip tidak sedap, apalagi Fany selalu menunjukkan ekspresi tidak senang melihat kedekatan mereka. Tapi karena Ferdi dan Rayshaka yang selalu memulai keributan, dia memilih tidak mengambil pusing tanggapan orang lain. Hubungan baik mereka juga membuat kinerja Kaina lebih baik. Sebastian juga mengakui hal tersebut.
Kaina merasa sudah bisa move on dari Hans. Mantan kekasihnya itu sudah jarang melintas dipikirannya. Lagi-lagi Rayshaka berperan banyak dalam proses melupakan lelaki itu. Dia selalu berhasil menepis bayang wajah Hans dan menggantikannya dengan wajah Ray. Mengingat senyum dan tawa pria itu, mengingat ekspresinya saat kesakitan kalau Kaina mencubitnya bertubi-tubi, wajah seriusnya, wajah konyolnya, sampai ekspresinya saat sesak buang air besar.
Terkadang Kaina tersenyum setiap mengingat dulu dia begitu membenci pria itu. Mengutuk sifat tempramennya. Dia tidak pernah menyangka Ray punya sisi lain yang berbeda dari yang orang-orang ketahui.
Rayshaka ... kasmaran di hati Kaina tidak akan ada habisnya untuk pria itu. Apalagi setiap Ray menelepon ke kantor, satu-satunya yang dia cari adalah Kaina, meskipun obrolannya berhubungan ke administrasi, alias bagian Fany. Setelah selesai bertelepon, Kaina akan menyampaikan apa yang harus dikerjakan Fany dengan embel-embel 'pesan pak Ray'.
Fany selalu berekspresi tidak suka dengan wajahnya yang ditekuk. Belum lagi Kaina dan Ray sering bertelepon lama-lama, tapi topik pembicaraan tidak seluruhnya soal pekerjaan. Ray sepertinya sering menggoda Kaina dari seberang telepon. Itu sebabnya Fany sangat geram dan tidak terlalu suka pada Kaina. Baginya dunia seperti terbalik.
Sebelum Kaina datang, Ray selalu menempel padanya. Sampai seisi kantor selalu menjodoh-jodohkan mereka. Bahkan sampai sekarang pun masih ada yang mengait-ngaitkannya dengan Ray, meskipun sudah jelas Kaina yang sedang dekat dengan pria itu. Biasanya Fany akan memanfaatkan momen tersebut untuk mengumbar lagi kisah kedekatannya dengan Ray, di depan semua orang. Berharap Kaina akan terserang rasa cemburu atau apalah. Tapi Kaina justru ikut menimpali dan mengikuti euphoria Fany. Sikap Kaina memang susah ditebak.
Hari ini closing akhir bulan. Beberapa karyawan masih stand by di kantor merampungkan tugas mereka. Hujan di luar tak kunjung reda. Kaina juga masih belum menyelesaikan report akhir bulannya. Sudah pukul tujuh kurang seperempat dan ini adalah malam minggu. Syukurnya Kaina tidak harus pusing memikirkan kencan-kencan yang tidak jelas juntrungannya.
Pukul tujuh lebih sedikit, kantor mulai sepi. Sebastian, Ibu Arni sudah pulang karena closing sudah selesai dan report sudah dikirim ke kantor pusat. Kaina pun tiba-tiba membuat janji nonton bioskop dengan Rosa. Kebetulan Rosa sedang di PVJ dan sudah langsung pesan tiket midnight.
Saat Kaina sedang beres-beres, seseorang tiba-tiba menarik tangannya.
"Hei!! Eh Ray??"
Ray sama sekali tidak berpaling, tapi Kaina bisa melihat dia sedikit basah dan tangannya dingin membeku.
Ray membawanya jauh ke kantor bagian belakang masuk kedalam toilet office boy, dan menguncinya. Kaina memekik kaget, ingin protes, tapi tidak sempat karena mendadak Ray mendaratkan ciuman di bibirnya.
Deg!!!
Jantung Kaina seakan berhenti bekerja seketika. Suatu rasa yang aneh mencuri kesadaranya.
Kedua tangan Ray yang dingin menangkup pipi Kaina dan berusaha mencuri kehangatan dari kulit wajah dan juga tentunya dari bibir lembut gadis itu.
Ray melakukan gerakan pelan dan gentle untuk membuka celah bibir Kaina, sehingga hembusan nafas gadis itu menghangatkan lidah serta bibirnya yang kelu. ******* kecil bibir yang dirasanya begitu manis dan menggetarkan hatinya.
Tangannya kemudian bergerak turun dari wajah Kaina, ke pundak gadis itu dan berniat ingin memeluknya.
Namun, belum sempat ia menurunkan kedua lengannya, Kaina tersadar dan nalurinya mengatakan ini tidak benar. Dengan sekuat tenaga dia mendorong Ray kebelakang. Nafas Ray terdengar tidak beraturan.
"Sebentar saja Kai, please. Gua beku Kai." Ray memohon dengan wajah memelasnya, tangannya masih mencekal lengan Kaina.
Nafas gadis itu tercekat dan tidak sanggup berkata-kata. Dalam hitungan ketiga, Ray kembali menarik wajahnya dan meraup energi panas tubuhnya dengan rakus. Raysahaka ******* lagi bibir mungil itu kini dengan sedikit lebih intens, sembari mulai memeluk tubuh Kaina. Tangannya dengan lincah masuk kedalam jaket tebal Kaina dan berdiam di sana untuk mendapatkan kehangatan.
Kaina tidak bisa berpikir dengan waras, antara ingin melepaskan diri atau menikmati sentuhan Ray saja. Saat ini tubuhnya sudah melekat dengan tubuh Ray yang sangat dingin. Dia juga merasakan bibir pria itu yang membeku perlahan berubah hangat. Darah Kaina menjalar ke permukaan wajahnya, membuat pipinya menjadi sangat panas.
Semenit kemudian Ray menjauhkan wajahnya. Lalu melepaskan pelukannya serta kembali menangkup wajah Kaina. Kedua mata mereka beradu pandang. Kaina masih tidak berkutik.
"Thank's Kai..." ujarnya sambil tersenyum. Tapi gadis itu malah mundur satu langkah, melepaskan tangan Rayshaka. Ekspresi wajahnya masih tidak tertebak.
"Bro ... lu marah?"
Untuk pertama kalinya Kaina tidak suka mendengar panggilan itu. Setelah Ray menciumnya, apakah semuanya masih akan sama?
"Gua duluan ..." gadis itu langsung berbalik hendak membuka pintu toilet. Tapi Rayshaka dengan cepat menariknya kembali. Memegang erat kedua pundaknya dari belakang sambil membisikkan kata-kata maaf. Kaina merasakan Ray menempelkan keningnya diatas kepalanya.
"Maaf Kaina, maaf."
Kaina cuma bisa membeku sesaat.
Setelah menenangkan dirinya, dengan pelan Kaina melepaskan diri lagi dan kembali berjalan keluar tanpa menoleh ke belakang.
Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, ingin segera pergi sebelum Ray datang dan menahannya lagi. Payung di dalam tas langsung dia keluarkan sebelum menembus hujan di luar kantor.
Ray masih terdiam sesaat setelah Kaina pergi dengan amarahnya. Bukannya frustasi, seringai nakal justru keluar dari bibirnya. Hasrat usilnya muncul lagi. Dia berniat untuk mengejar gadis itu lagi. Dia ingin mencobai keberaniannya dan ingin tahu sejauh apa Kaina bisa menolaknya.
Namun setibanya di depan ruangan administrasi, dia terkejut mendapati pemandangan yang tidak pernah terpikirkannya. Sama sekali. Ferdi dan Kaina sedang berpelukan. Ya, ber-pe-lu-kan. Itu artinya saling. Ferdi memeluk Kaina dan Kaina membalasnya. Tidak seperti saat dia yang memeluk gadis itu tadi.
Ray mengabaikan keganjilan yang tiba-tiba menyerang lubuk hatinya dan dengan spontan mengetuk pintu ruangan itu. Ferdi dan Kaina tersentak.
"Wooopsss, sorry bro, be careful, ada cctv ...." Ray mengedipkan sebelah matanya ke pojok kiri atas ruangan itu. Senyum jahil terpasang di wajahnya.
"Ah, sorry sorry Kai ...." Ferdi melepas pelukannya. Kaina tersenyum kecil.
"Gua duluan ya," katanya sambil menyambar payung yang tergeletak di lantai.
Tadi Kaina kembali dikejutkan dengan sebuah serangan yang tidak jauh berbeda dengan Ray. Bertepatan saat dia baru selesai menyambar tas dan payungnya, saat dia berbalik, tiba-tiba dia menubruk seseorang lagi. Tubuhnya pun basah kuyup seperti Ray juga. Ferdi.
Pria itu juga tiba-tiba memeluknya.
Kaina shock, iya. Tapi anehnya, karena perasaan yang sedang campur aduk setelah dicium Ray, dia malah memeluk Ferdi dan ingin melampiaskan kegundahannya kepada pria itu. Sekuat tenaga dia menahan diri untuk tidak menangis, karena sesungguhnya dadanya sudah sangat ingin meledak.
"Eh masih hujan loh, Bro. Enggak mau nunggu aja?" Ray menyahut sambil menyenderkan pinggulnya di salah satu meja.
"Kalau enggak ada lu sih enggak apa-apa. Lu ganggu gua sama Ferdi saja deh ...." entah darimana datangnya keberanian Kaina mengeluarkan kalimat itu. Belum lagi ekspresinya sudah kembali seperti Kaina biasanya. Tapi Ray jelas bisa menangkap sorot mata Kaina yang sedikit berbeda. Ray merasa ditampar oleh kata-kata itu. Seringai tidak jelas pun kembali ia keluarkan.
Ferdi tersipu malu. Dia masih berdebar setelah memeluk Kaina beberapa saat tadi.
"Mau diantar, Kai?" Ferdi menawarkan.
"Nggak usah, gua ada janji sama adik kos. See ya..." Kaina langsung menghambur dari ruangan. Melangkah cepat sebelum salah seorang dari mereka kembali menyusulnya.
*****
Kaina's PoV
Memasuki bulan yang berakhiran 'ember', harus sedia payung di dalam tas. Tapi aku selalu membawa payung sekali pun bukan musim penghujan, mengingat ini adalah kota Bandung. Hujan bisa saja turun meskipun tidak sedang musimnya.
Hujan hari ini sudah membuat diriku diserang secara tidak legal oleh dua laki-laki yang selama ini karib denganku. Baju yang basah dan tubuh yang dingin, membuat mereka terpikir untuk mendapat kehangatan dari orang yang ditemui di kantor. Apes sekali, oranh itu adalah aku.
Seandainya bukan aku yang ada disana, katakanlah Fany, apakah Ray akan melakukan hal yang sama?
Aku menghembuskan nafas kasar, menenangkan detakan jantung yang tidak kunjung normal. Itu ciuman pertamaku setelah satu tahun terakhir. Bahkan bisa dibilang aku sudah lupa apa rasanya, sampai laki-laki itu menggetarkan kembali hatiku dengan sentuhannya.
Ahh, aku frustasi memikirkan harus bersikap bagaimana kepadanya Senin lusa. Belum lagi Ferdi. Huffttt ....
Aku tidak sadar mataku berkaca-kaca dan butiran bening mengalir sampai ke bawah dagu, sampai ibu-ibu di sebelahku bertanya ada apa denganku. Dengan bodoh aku menghapus sisa-sisa air di wajah dan meyakinkan ibu itu kalau aku tidak apa-apa. Ah, seharusnya aku senang, tapi kenapa justru sakit yang ada di hati?
Rosa sudah menungguku di PVJ. Setelah aku sampai, kami langsung menuju CGV Blitz. Film yang akan kami tonton dimulai setengah jam lagi.
"Kak, mau popcorn?"
"Boleh," jawabku lemah dan mengikuti Rosa ke counter popcorn. Dia memesan kemudian membayar dengan kartu debit. Saat masuk ke studio, dia bertanya kenapa wajahku kusut dan lemas. Kurasa aku perlu curhat untuk mengurangi galau di hati.
Sebelum film benar-benar mulai, Rosa sudah terlebih dahulu shock karena ceritaku.
"Serius kak?"
Aku mengangguk.
"Kak Ray?"
Lagi-lagi aku mengiyakan dan Rosa sukses histeris dengan tangan membungkam mulut. Aku heran kenapa dia bisa berekspresi bahagia.
"Kamu kok malah senang sih?"
"Bisa jadi kak Ray ada feeling ke kakak."
"Kan aku sudah pernah cerita kalau dia sudah ada pacar Ros."
"Tapi bisa jadi loh, Kak Kai ...."
"Ya, bisa jadi karena dia memang sedang kedingingan saja."
"Hmmm ...." Rosa menekuk wajah dan mengerutkan keningnya. Mungkin saja benar Ray cuma lagi kedinginan dan harus segera mendapat kehangatan. Dia menciumku tanpa ada rasa apa-apa, seperti yang kurasakan.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
yanti auliamom
🤔😧😧😧
2021-05-24
0
Dewi Sartika Nadeak
😯😯😯
2020-12-15
0
Sayidah Nurcholifah
Jd galau tuh kai..
2020-11-17
1