Author's PoV
Handphone Kaina berdering berkali-kali, Keisha mengangkat dan berbicara dengan si penelepon. Setelah itu dimatikan. Setengah jam kemudian, berbunyi lagi, masih dijawab oleh Keisha, kemudian ditutup lagi. Jawaban Keisha selalu sama : 'Kaina lagi online di telepon kantor'.
Rayshaka mendecak kesal di seberang telepon. Satu minggu terakhir Kaina benar-benar menjaga jarak dengannya, tentu saja setelah dia mencium rekannya itu tanpa ijin.
Memang, sikap Kaina di depan umum masih sama. Girang, ribut, pecicilan seperti biasa. Kalau Ray menghampiri mejanya untuk urusan pekerjaan pun Kaina masih bersikap wajar. Tapi tidak untuk urusan pribadi. Kaina tidak mau masuk ke ruangan Ray kalau tidak ada urusan penting. Kalau pun ada, dia akan melakukannya dengan cepat dan tanpa ada basa-basi. Kalau pun dia mau berbicara, pasti kalau ada Ferdi di dalam ruangan. Kaina juga tidak mau mencampuri obrolan Ray dan Ferdi jika keduanya sedang bertengger di mejanya. Kecuali kalau memang Ray menanya sesuatu, barulah dia mau menjawab.
Kaina juga hanya akan membalas pesan WhatsApp dari Ray jika hal itu menyangkut pekerjaan. Kalau Ray mencoba mengajak mengobrol seperti biasanya, Kaina tidak segan-segan hanya membacanya saja.
Jujur, Ray merasa perubahan itu membuat dia tidak nyaman. Dia kehilangan banyak perhatian Kaina yang biasanya dia dapatkan. Seperti berbagi makanan, minuman, sharing masalah pribadi, usil-usilan tanpa harus ada yang marah. Kaina selalu bisa menjadi teman yang baik.
Ray menyesali tindakan bodohnya yang sudah membuat hubungannya dengan Kaina retak. Ah, kenapa juga dia harus mencium Kaina? Dia sadar dia sedang di luar kontrol waktu itu. Saat pulang dari kunjungan, kehujanan. Satu-satunya orang yang dia harapkan masih menunggunya di kantor adalah Kaina. And when that dream comes true, dia tidak berpikir panjang, dan kemudian terjadilah ...
Sekali lagi Ray memanggil nomor ponsel Kaina. Entah kenapa jantung Ray berdebar kencang saat suara Kaina yang menyapa dari seberang.
"Halo?"
"Kai ... dari tadi gua nelpon lu kemana saja?"
"Online sama customer."
"Berapa lama? Sampai berjam-jam gitu?" Ray malah berubah uring-uringan. Kaina tidak menjawab.
"Kaina ...."
"Ya?"
"Nanti tunggu gua pulang ya. Gua mau ke Setiabudi."
"M."
"Beneran loh Kai."
"Iya." Kaina menjawab singkat.
Ray mengusap-usap pelipisnya tanda geram, "Lu lagi ngapain sekarang?"
"Ngerjain report."
"Oh ... ya sudah. See ya."
"M."
Kaina duluan memutuskan telepon. Rayshaka tersenyum kecil. Got you Kai, ucapnya dalam hati.
Sementara itu, di kantor. Setelah menutup teleponnya, Kaina langsung sibuk memikirkan caranya agar bisa pulang lebih cepat, sebelum Ray pulang dari kunjungan.
*****
Ferdi's PoV
Siang ini aku mengadakan kunjungan sales ke daerah Cirebon. Pak Sebastian menugaskanku untuk survey pasar guna mengetahui eksistensi produk tisu yang sekarang sedang mengancam omset Nagata. Selain itu, setiap hari aku dan Ray harus mencari customer baru sebagai tugas wajib seorang salesman.
Saat ini aku sudah berada di salah satu ressort besar di Cirebon. Nirvana Ressort. Tentu saja kedatanganku ke sini bertujuan untuk mengajukan kerjasama untuk menjadi supplier tisu di perusahaan besar ini. Ressort ini memiliki hotel, waterpark, restoran dan pusat perbelanjaan yang sudah sangat terkenal di kota Cirebon. Berdasarkan info yang kuperoleh, mereka sudah pakai tissu merk lain, yang jadi pesaing berat kami. Namun aku punya ide bagus yang sudah pasti akan sulit untuk ditolak si owner.
"Bapak Ferdi Ardiansyah, silahkan masuk. Bapak Franklin sudah menunggu."
Aku bangkit dari sofa empuk tempatku menunggu. Seorang karyawan membawaku ke sebuah ruangan yang di depan pintunya ada tulisan 'Direktur Utama'. Tentu saja, aku tidak harus berhubungan dengan divisi-divisi khusus ini itu. Papa sudah mengatur pertemuanku dengan Bapak Franklin. Ah ya, Om Franklin.
*****
Author's PoV
Setelah mengakhiri pembicaraan dengan Kaina tadi siang, pria itu yakin rekannya itu akan memikirkan bagaimana caranya untuk menghindar lagi. Oleh karena itu, sekembalinya dari kunjungan customer, Rayshaka tidak kembali ke kantor, melainkan langsung menuju ke kos-kosan Kaina.
Benar saja, masih jam setengah enam sore, Ray sudah melihat gadis itu berjalan di ujung gang. Dia sudah pasti ijin pulang lebih cepat dari biasanya, tebak Ray dalam hati.
Rayshaka menatapnya dengan geram. Ada perasaan gemas terhadap gadis itu. Ray baru tahu dia punya sifat keras kepala. Oh tidak, dia hanya lupa. Kaina memang keras kepala. Dulu, pertama kali mereka jadi partner kerja, dia sering membantah instruksi yang diberikan Ray. Sering mencela perkataan pria itu. Namun Ray paham, Kaina bersikap demikian hanya kalau sedang mempertahankan pendapatnya, atau sedang tidak setuju dengan karakter Ray yang semena-mena.
Sekarang, pria itu mengenal bagaimana Kaina yang sebenarnya. Dia punya karakter gadis yang diinginkan para pria kebanyakan. Periang, friendly, supel, perhatian, hangat, dewasa saat dibutuhkan dan ... ah masih banyak lagi.
Kaina semakin mendekat, entah kenapa Rayshaka semakin berdebar. Saat mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk, gadis itu langsung terlihat kaget. Rayshaka langsung melempar senyum semanis mungkin.
"Kok bisa ada disini?" Kaina masih bersikap seperti mereka hanya teman biasa. Tidak ada nada marah, tapi tetap tidak hangat atau pun ramah.
"Gua mau main ke kosan lu. Boleh kan?"
"Cowok enggak bisa masuk," jawabnya berbohong. Padahal jelas-jelas tadi Ray melihat beberapa pasangan keluar masuk dari gerbang besar itu.
"Oh ya? Kalau begitu, makan yuk? Gua traktir."
"Enggak lapar," Kaina menatap mata Ray, tapi seperti tatapan kosong.
"Mana mungkin. Memangnya lu makan apa tadi siang?"
"Adalah ...." gadis itu membuang muka pelan.
"Hm..." Rayshaka menarik nafas dan menghembuskannya kuat, "Kaina ... stop menghindar dari gua."
Kaina bergeming. Masih tidak mau menatap Ray.
"I'm sorry for my fault. Janji enggak akan terulang lagi," ucap Ray sambil memegang kedua pundak Kaina dan meminta maaf dengan tulus.
Kaina terdiam. Hening sekian detik. Gadis itu tertunduk, tidak tau harus membalas bagaimana.
Dalam hati Rayshaka tersenyum penuh kemenangan. Satu lagi karakter seorang Kaina yang sering membuatnya terheran-heran : enggak enakan ke orang lain. Sifat jelek yang sudah berkali-kali menjerumuskannya ke dalam masalah. Seperti saat ini. Rayshaka yakin sekali kalau Kaina sedang bingung, karena dia akan merasa bersalah jika tidak memaafkannya.
"Lain kali ... gua akan minta ijin dulu. Aaawwww!!!!"
Tatapan garang Kaina menyambar secepat kilat mendengar ucapan terakhir Ray dan langsung melabuhkan tendangan di tulang kering pria itu. Ray mengaduh kesakitan, tapi entah kenapa hatinya kegirangan mendapati semburat senyum kecil yang berusaha disembunyikan teman wanitanya itu.
"Lain kali? Awas kalau berani!"
"Iya iya iya, enggak akan. Peace?" Ray terlalu senang melihat Kaina yang asli sudah kembali. Spontan pria itu mencubit kedua pipi Kaina yang menggembul.
"Woy sakit!!" jadilah mereka berdua melakukan aksi cubit-cubitan dalam beberapa saat.
"Traktir!
"Hahahaa ... katanya enggak lapar."
"Lapar sih, hehehee."
"Dasar! Ya sudah, ayo naik."
Rayshaka begitu lega, Kaina sudah tidak marah lagi. Dia tidak pernah membayangkan kejutekannya ternyata justru lebih baik daripada harus diam-diaman.
"Eh, lu bukannya mau kencan ke daerah sini?"
"Enggak, gua kesini emang mau nemuin elu."
"Ah, serius lu? Nanti pacar lu ngambek lagi."
"Enggaklah. Gua sudah bilang kok."
"Oke sippp." Kaina mengacungkan jempolnya dan dengan usil menjulur-julurkan kukunya yang tajam ke pipi kiri Rayshaka. Ada desiran aneh yang dirasakan pria itu saat Kaina menyentuh pipinya berkali-kali, namun dengan sekuat tenaga dia mengabaikannya.
*****
Kaina's PoV
Pukul lima dini hari, suara senandung kecil terdengar menggema dari sebelah kamar. Sepertinya Rosa sudah pulang dari shift malam. Setelah menonton di PVJ minggu lalu, aku belum bertemu dengannya karena dia selalu kebagian shift malam. Saat aku berangkat kerja, dia masih tidur dan saat aku pulang dia sudah ada di supermarket. Berhubung aku pun jarang belanja ke sana, aku pun tidak pernah bertemu dengannya walau sebenarnya bisa.
Aku bangkit dari kasur dan keluar kamar. Kuketuk pintu kamarnya dan dia langsung muncul dengan muka lesu menahan kantuk.
"Eh Kak Kai, sudah bangun?" dia bergeser mengijinkan aku masuk.
"Sudah, Ros. Kamu sudah mau tidur ya? Aku mau bilang sesuatu."
"Kenapa kak?" dia tiba-tiba sangat antusias duduk di sebelahku. Boleh kutebak, pasti dia berharap ini ada hubungannya dengan Ray. Ngarep kamu Ros!
"Kamu bisa ambil cuti dua hari enggak bulan depan?"
"Hah? Kenapa memangnya?"
"Dua minggu lagi kantor mau mengadakan gathering ke Cisarua. Bisa ajak saudara atau teman. Kamu ikut ya?"
Rosa terdiam beberapa saat. Sepertinya sedang mengingat schedule.
"Kenapa, Ros?"
"Kok Tito juga tadi bilang hal yang sama ya kak? Kak Ray ngajak dia juga gitu?"
Aku tiba-tiba tertawa. Kini Rosa yang balik bertanya 'kenapa' padaku.
"Kayaknya Ray tau deh aku bakalan ngajak kamu. Tapi suer kita enggak ada janjian loh," kataku penuh surprise. Benar saja, topik ini jadi ada unsur 'Ray'-nya.
"Aku harus ijin Andre dulu, Kak."
"Ya sudah, ijin saja, tapi jawabannya harus oke ya."
Rosa mengangguk pasti.
"Ehm ehm ... ada apa nih dengan Tito? Kenapa dia malah ajakin kamu?"
Rosa menggeleng tidak tahu menahu, tapi aku bisa menangkap dia tersenyum malu-malu.
Setelah keluar dari kamar Rosa, aku langsung beres-beres untuk berangkat kerja.
*****
Setibanya di kantor, aku belum menemui siapapun. Aku kepagian. Efek tadi bangun lebih cepat. Sebentar aku membereskan meja dan menemukan beberapa berkas yang bukan kepunyaanku. Sepertinya punya Ferdi atau Ray. Akupun berniat mengembalikannya ke ruangan mereka. Saat sudah berada di ruangan sales aku juga membereskan meja Ray seperti biasa. Aku sering melakukannya bahkan sebelum ada Ferdi.
Saat melihat meja Ferdi juga sedikit berantakan, aku tidak sengaja membuka-buka map yang menurutku hanya berupa proposal, atau SK atau kontrak antara customer. Tapi aku terkejut saat menemukan satu SK dan proposal Ferdi untuk sebuah ressort ternama di Cirebon. Setahuku ressort itu adalah salah satu incaran kantor pusat dan tentu saja Ray. Setahuku juga sampai saat ini Ray belum berhasil bertemu dengan owner-nya yang terkenal pelit. Tapi kenapa Ferdi juga mengajukan proposal ke Nirvana Ressort? Bukankah itu target customer Ray? Pak Sebastian jelas-jelas pernah mengatakan kalau ressort itu menjadi tanggungjawab Ray dan jika dia berhasil menaklukkannya, dia akan mendapat promosi di perusahaan.
Apakah Ray tahu kalau Ferdi juga berusaha mendapatkan ressort itu? Atau apakah Ferdi juga mengincar promosi dari pak Sebastian?
Tiba-tiba aku teringat sejarah Ferdi dan Ray sejak dulu. Persaingan. Kukira itu sudah berakhir.
Niatku untuk membereskan meja Ferdi kuurungkan dan langsung kembali ke ruangan administrasi.
*****
Sebastian's PoV
Bulan ini masih saja menjadi bulan yang berat. Omset cabang Bandung masih belum ada perubahan. Belum bisa mengejar ketertinggalan dari cabang lain. Ucapan Pak Kusnaidi beberapa waktu lalu masih terngiang di telingaku. Pemutihan karyawan.
Tidak, jangan sampai itu terjadi. Apapun caranya cabang ini harus tetap ada. Jangan sampai puluhan karyawan harus kehilangan pekerjaannya karena tidak ada perubahan dari waktu ke waktu. Aku melihat kegigihan tim sales untuk mendongkrak omset kantor. Tapi pasaran sepertinya memang sedang loyo, belum lagi ada pesaing yang semakin gencar merebut banyak customer.
Aku sendiri sudah melakukan berbagai cara untuk merebut kembali hati para owner hotel, restoran, trader besar. Tapi harga produk yang cukup tinggi seperti menjadi kendala meskipun kualitas tidak perlu diragukan.
Pressure dari atasan secara tidak langsung membuat aku sedikit keras pada tim sales, apalagi Kaina yang sering kutemui di kantor. Aku selalu menekankan agar dia aktif melakukan follow up, walaupun aku sudah tahu bagaimana respon dari customer. Kaina pun terlihat sedikit gerah dengan instruksiku belakangan ini. Tapi kuharap dia mengerti tanpa harus mengatakan yang sebenarnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Iponk Zhubang
Aku suka ceritanya, cukup menarik. tapi trlalu banyak POV menurutku, thor.
2021-02-03
2
Reflina Cha-ie
aq dah baca semua karyamu thor dan srmuanya aq suka.... manrap poooll
2020-12-16
0
Dewi Suherman
alurnya mantap2 Dan beda
2020-12-02
0