Author's PoV
Petualangan Rosa dan Kaina untuk hari ini dimulai dengan bangun pagi tepat waktu, berkemas, sarapan kemudian berangkat menuju halte bus Trans Jakarta yang cukup dekat dengan kontrakan Ruth. Sebelum berangkat kerja, Ruth memastikan dengan baik kalau Kaina hafal trayek ke Dufan, agar dia bisa berangkat dengan tenang. Sungguh tidak lucu jika sepupunya dan temannya itu hilang di tengah padatnya Ibu Kota yang kata orang-orang lebih kejam dari ibu tiri.
Rosa sempat ketiduran di bus karena cukup lama untuk mereka sampai di tujuan. Kaina memilih membaca berita di gadget-nya sambil sesekali menikmati pemandangan di luar kaca bus. Yakni gedung-gedung tinggi pencakar langit yang tidak pernah ditemuinya di Bandung. Bandung yang asri, sejuk, jauh dari panas berlebihan seperti di Jakarta. Pagi jam tujuh seperti ini saja Kaina sudah berkeringat. Itu sebabnya dia dan Rosa memutuskan memakai kaos oblong berwarna putih -agar tidak menyerap panas berlebih- dan hotpants berbahan denim.
Ransel kecilnya hanya berisi dompet, tisu travelpack, alat make up seadanya, earphone, kamera digital dan gadget. Mereka juga kompak memakai alas kaki yang simpel dan ringan agar tidak cepat membuat kaki lelah. Today gonna be a real holiday!
*****
Kaina's PoV
Sudah dua tahun sejak terakhir aku datang ke tempat ini. Dunia fantasi. Tempat ini tidak banyak berubah. Masih sama seperti yang dulu. Hanya saja wahananya banyak yang bertambah. Kafetrianya juga diperbanyak. Rest area-nya kini bertebaran di mana-mana. Jadi semisal kalau mendadak kelelahan saat berkeliling di titik tertentu, para pengunjung bisa langsung beristirahat tanpa harus berjalan jauh ke tempat peristirahatan khusus.
Seperti biasa pula, tempat ini ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun internasional. Weekdays, weekend mupun holiday, selalu ramai. Aku beruntung bisa mendapat tiket diskon di masa libur panjang begini, karena harga tiket biasanya akan dinaikkan sekian persen. Ruth benar-benar mengerti isi dompetku dan Rosa.
Di luar dugaan, Rosa yang tadinya sangat menggebu-gebu, malah berubah ciut nyalinya saat sudah melihat wahana-wahana ekstrim dan pengunjung yang berteriak histeris saat naik wahana tersebut. Seperti Kora-Kora, Ontang-Anting, Rajawali, Halilintar, Hysteria dan lainnya. Kakinya bergetar saat kami sudah antri di wahana Kora-Kora.
"Kak, enggak jadi deh, takuttt," katanya sambil menggamit lenganku. Aku tertawa sambil menggertakkan gigi. Sesungguhnya aku pun masih sedikit paranoid mengingat sensasinya saat sudah berada di atas nanti. Aku sebenarnya phobia ketinggian. Tapi kalau sudah main ke sini dan enggak mencoba semua wahananya, sangat disayangkan tiket yang sudah dibeli mahal-mahal.
"Tenang Ros, enggak se menyeramkan yang ada dipikiranmu kok," aku menggenggam jemarinya. Tapi sepertinya tidak berdampak baik.
"Itu bakalan lepas enggak ya pegangannya? Sampai tegak lurus gitu perahunya."
Aku tertawa melihat ekspresi ketakutan Rosa. Persis seperti dulu, saat pertama kali aku diajak naik ini sama Hans. Aku juga se gemetar ini.
"Ya enggak akan lepaslah sayang, ini semua wahananya sudah safe kok. Tenang yaa. Duh, jadi ikut deg-degan akunya."
"Jangan dong, masa kita berdua jadi takut?"
"Makanya, kamu jangan takut dong. Kita harus have fun hari ini. No time for fear! " Aku memberi semangat sambil mengangkat kepalan tanganku.
"Semangat!!" dia membalas dengan pura-pura kuat. Setelah itu aku mengutak-atik sosial media di handphone.
"Hoi!" tiba-tiba pundakku ditepuk dari belakang. Sedikit shock tapi aku memutar kepalaku ke sumber suara.
"Eh, Ray???????"
Ray??
Rayshaka?????
Oh Tuhan, ini bukan mimpi kan ??!! Hatiku melonjak kegirangan melihat sepasang mata sipit dan bibir yang sedang tersenyum kepadaku. Tangannya melambai ke arahku yang berjarak 3 orang di depannya.
"Di sini saja yuk."
Di sini saja katanya? Aku masih belum pulih dari keterkejutan dan dia malah memanggilku supaya antri bersamanya disitu?
"Gua bareng adik gua," jawabku pelan sambil menunjuk Rosa. Aku memasang wajah menyesal sambil tersenyum manis. Ray mengacungkan jempol tanda mengerti. Setelah itu aku berbalik lagi.
"Siapa, Kak?" tanya Rosa kepo.
"Rayshaka."
"Hah??? Yang mana orangnya??" Rosa refleks memutar kepalanya hendak mencari sosok yang berbicara denganku tadi. Dengan cepat pula kuremas jemarinya, karena bisa jadi Ray masih mengawasi kami. Dia mengaduh kecil karena kesakitan.
"Nanti juga bakalan main bareng," kataku setelahnya.
"Ciyeeee, ada yang merona nih? "
"Siapa?"
"Nihhh ...." Rosa menunjuk pipiku dengan jari telunjuknya dan dia sukses menggodaku karena dia tahu dugaannya benar.
"Sstttt ... fokus tuh, sebentar lagi giliran kita."
Tiba saatnya giliran kelompok berikutnya yang naik ke wahana ekstrim ini. Aku dan Rosa langsung mengambil posisi di tengah. Aku sangat ingin mencari tahu posisi Ray dimana, tapi gengsiku luar biasa. Biasanya laki-laki tidak penakut, jadi suka duduk di bangku paling ujung perahu.
Namun sepertinya sekali lagi Dewi Fortuna ada di pihakku. Dia dan salah seorang temannya memasuki barisanku.
"Hei, lu ke Jakarta? Kok enggak bilang-bilang? Sama siapa lu?"
"Eh, Ros, ini Rayshaka. Ray, ini Rosa, adik kosan gua."
"Hai Rosa, salam kenal."
"Salam kenal, Kak." Rosa tersenyum malu-malu. Kurasakan kakinya menginjak kakiku di bawah dudukan. Aku mengerti arti injakan itu. Iya Ros, dia cakep sekali bukan?
"Lu sama siapa nih? Hai, Kaina ...."
"Tito. Nice to meet you Mba Kaina, Rosa."
Tito tersenyum dengan ramah. Setelah itu aku melirik Ray yang sedang melirik aku juga. Ekspresinya seolah-olah mau bilang : gua belum suruh kenalan, lu main serobot saja!
"Kenapa lu? Awas lalat loh, Bro!" aku mencolek dagunya dengan keras agar menyudahi kebiasaan mangapnya. Dia tertawa kecil dan menyingkirkan telunjukku jauh-jauh.
"Lu katanya takut ketinggian. Tapi ini kok berani?"
"Kan ada elu di sini, hahaha canda. Masih takut, tapi palingan gua tutup mata sambil pegangan yang erat sama Rosa."
"Enak saja! Kebalik Kak!" bantah Rosa meringis.
Saat aba-aba mulai terdengar, aku refleks memekik. Kebiasaan kalau aku mulai merasakan ketakutan di dalam diri. Ray dan Tito tertawa kaget.
"Rosa ... Rosaa, oh no ... " aku meremas jemari Rosa dengan erat.
"Kok malah jadi kakak yang takut sihhh? Aaaaa ...." Rosa ikut memekik setelah ayunan dimulai.
"Wooooo!!" Ray dan Tito malah bersorak kegirangan.
Ayunan kedua, ketiga, keempat, masih lambat mendayu. Setelahnya mulai tegas dan menghempas.
Isi perutku seperti ingin keluar. Aku menutup mata dengan tangan kiri. Tangan kananku masih bergenggaman dengan Rosa yang tak kalah takutnya.
"Woy, kok merem sih lu? Dimana fun-nya??" Ray meneriakiku tepat di telinga. Sempat-sempatnya dia usil! Rutukku di dalam hati.
"Diem lu kam*ret!!" balasku dengan tak kalah kencang. Dia tertawa terbahak-bahak.
"Aaaaaaaa!!! Aaaaaaaaaaaaaa!!" kurasa pita suaraku dan Rosa akan rusak setelah ini.
Perahu kami sudah mendekati sudut sembilanpuluh derajat saat tiba-tiba Ray meraih tangan kiriku dan meremasnya kuat-kuat.
"Lu buka mata Kai! Gua pegangin dehh!"
"Noooooo!! "
"Buka!!"
Dalam hati aku protes dia memaksa tanpa alasan yang jelas. Tapi karena dia menepati janjinya, memegang tanganku erat-erat, akupun memberanikan diri membuka mataku perlahan.
Ini titik tertinggi dan aku berhasil membuka kedua mataku! Melihat semuanya begitu indah dari atas dalam beberapa saat, kemudian dihempas. Naik lagi, dihempaskan lagi. Begitu berkali-kali dengan irama yang sama, kuhadapi tanpa rasa takut!
"Ros, Rosaaaa! Buka mata dehhh! Ini pemandangannya bagusssss!"
"Nooo!!! Aaaaaaaaa!!!"
Aku mengguncang tangannya sampai dia marah dan membuka mata. Setelah beberapa detik kemudian, teriak ketakutannya langsung terganti dengan takjub.
"Waaaaawwwwwwwwww!!" kini ke dua gadis penakut ini berhasil menaklukkan ketakutannya.
Beberapa menit kemudian sesi kami berakhir. Aku dan Rosa langsung terkulai lemas setelah turun. Lutut dan sekujur tubuhku gemetar. Ray dan Tito tadi harus menuntun kami turun dari wahana. Kemudian menunggui kami sampai kembali bertenaga. Aku jadi lupa kalau kami baru bertemu di wahana ini, bukan kelompok yang sedang liburan bareng. Kenapa mereka rela menunggui kami? Bukannya mereka juga punya tujuan sendiri?
Aku dan Rosa duduk di bangku kayu yang tidak jauh dari wahana sambil sesekali meneguk air mineral.
"Sini tangan lu."
"Apa? "
"Ta-ngan ...." Ray berdiri dekat di hadapanku. Kedua kakiku terjulur di bawah kakinya yang terbuka sedikit lebar. Mau tak mau aku mengulurkan kedua tanganku padanya. Dia membuat sedikit peregangan dengan mengayun-ayun lenganku, menghentak-hentakkannya pelan, memijit bagian lengan atas, menepuk-nepuknya
dan semuanya.
"Kakinya juga digoyang-goyang, biar enggak lemas. To, lu bantu Rosa peregangan, Bro," katanya menambahkan. Rosa kaget saat Ray memerintahkan Tito -lelaki lain dan tampaknya lebih muda darinya- untuk menyentunya.
Aku tertawa dan mengisyaratkan kepada Tito agar dia melakukannya dengan hati-hati.
"Kalian cuma berdua?" Ray menanyaiku yang mulai sedikit mengantuk. Terlena akan pijitan maut Ray.
"He-em. Lu sama Tito saja?"
"Iya juga. Lu dari kapan di Jakarta?"
"Baru sampai tadi malam. Asli ke Jakarta cuma mau main ke sini."
"Apa? Yang bener lu? Kayak enggak ada kerjaan saja."
"Rosa bro, bukan gua. Gua ngikut saja."
"Terus kapan balik ke Bandung?"
"Rencananya lusa. Besok masih ada urusan."
"Oh ya? Mau main kemana lagi? Bareng-bareng yuk? "
"Wah, privasi bro. Enggak bisa bawa teman," ujarku sok misterius.
"Mau kencan ya lu? Hayoooo?"
Aku menyunggingkan tawa untuk menjawab guyonan Ray. Harapankupun demikian. Tapi aku sendiri ragu tentang akan bertemu Hans atau tidak. Apakah dia ada di rumahnya, atau sedang mudik juga, aku bingung.
"Jalan lagi yuk? " setelah aku dan Rosa kembali bugar, Ray menawarkan untuk jalan bareng. Entah mimpi apa aku semalam bisa bersama-sama dengan Ray sekarang. Tanpa ada embel-embel kantor dan kerjaan. Tanpa ada Ferdi, Fany, Keisha dan lain-lain. Aku merasa sedikit lebih intim dengan Ray, sampai lupa kalau dia sudah punya kekasih.
*****
Author's PoV
Keempat anak muda itu berlarian dari satu wahana ke wahana lainnya. Kaina dan Rosa berubah menjadi lebih pemberani karena ada dua bodyguard yang mendampingi mereka. Rayshaka dengan kharismanya selalu bertindak sebagai pelindung tanpa harus diminta. Bukan hanya untuk Kaina saja, Rosa juga. Misalnya ada yang kelelahan, dia dengan cepat mengajak istirahat dulu, membelikan air minum dan melakukan peregangan seperti di Kora-Kora sebelumnya.
Tito pun menjadi terbiasa melatih kepekaannya seperti Rayshaka, sehingga dia menjadi pelindung Rosa. Bahkan sampai akrab, sampai tanpa disadari mereka berdua terpisah dari Ray dan Kaina.
"Woy, kalian dimana?" Ray terpaksa menghubungi lewat telepon, "oh, ya sudah, kita tunggu di arum jeram ya, antriannya panjang soalnya. Oke," Ray mematikan teleponnya.
"Mereka dimana?"
"Lagi nonton komidi putar. Tapi otewe kesini," Ray menyipitkan matanya saat tersenyum. Kaina tidak mau melewatkan momen itu. Dia memperhatikan wajah Rayshaka dengan hati-hati. Menikmati setiap pesona yang terpancar olehnya. Setelah puas, dia kembali sibuk dengan ponsel ditangannya.
"Lu mau main arum jeram kayak begini, Bro?" Ray mendikte tampilan Kaina dari atas sampai bawah. Dia tidak segan-segan membalikkan tubuh Kaina dan melihat kaos itu cukup menerawang.
"Apaan sih ?"
"Itu baju lu tipis banget nggak sih ?"
"Biarin!" Kaina tidak terlalu menanggapi Ray. Dia masih asyik memelototi ponselnya, membaca recent update di timeline Instagram-nya. Tadi dia seperti melihat ada yang janggal di timeline yang keburu terlewat dan sekarang dia sibuk men-scroll layarnya sedikit ke bawah.
"Yee, dibilangin malah biarin," Ray mendaratkan sentilan kecil di dahi Kaina.
"Eh, bentar bentar Ray. Sttt ...." Kaina tetap tidak merespon. Malah menepis tangan Ray sambil memelototi layar ponselnya dengan serius. Benar saja, dia melihat update -an Hans. Setelah sekian lama vakum di dunia maya! Dan dia juga lagi ... di Dufan???!!
"Oh my God! " Kaina menutup mulutnya terkejut. Jantungnya langsung berdebar kencang. Bagaimana mungkin begitu banyak kebetulan hari ini?
"Ray ...." seakan ingin membagi kepanikan, dia berpegang pada pria itu.
"Kenapa lu?" Ray kebingungan. Kaina tampak memucat.
"Oh no ...." Kaina semakin panik. Kakinya bergetar, dia berusaha menutupinya dengan bergerak gusar kesana kemari.
"Heh, kenapaa?" Ray berusaha menahan tangan Kaina.
Dengan tidak terduga, Kaina tiba-tiba berlari meninggalkan Rayshaka.
"Kaina!!" pria yang tidak tahu apa-apa itu jadi ikutan panik dan ikut berlari untuk mengejar.
Gadis itu berlari sangat kencang sampai tidak menghiraukan orang-orang yang hampir ditabraknya. Ray geleng-geleng kepala keheranan, tapi tetap mengikuti.
Padatnya pengunjung sempat membuat Rayshaka kehilangan jejak Kaina, sampai akhirnya dia berhasil menemukan sosok gadis itu di wahana Hysteria. Tapi gadis itu tidak sendiri, melainkan bersama seorang laki-laki. Hans Setiawan.
"Kamu, apa kabar?" suara Kaina terdengar sayup-sayup.
"Kita ke sana yuk ...." Hans terlihat menarik lengan Kaina menuju tempat makan di dekat wahana itu. Ray kembali mengawasi dari kejauhan.
Bermenit-menit Kaina dan Hans hanya diam. Keduanya persis seperti sepasang kekasih yang sedang marahan. Kemudian Hans memberanikan diri memulai obrolan. Kaina menatapnya lekat-lekat.
"Aku enggak tahu harus memulai darimana Kai. Tapi sebelumnya aku mau meminta maaf ...."
"Tell me, Hans. Kenapa? Aku enggak akan marah," wajah Kaina tiba-tiba melembut. Saat melihat Hans memposting foto bersama perempuan lain tadi, dia gemetar bukan karena marah, tapi terkejut.
Hans menghilang selama berbulan-bulan, mengabaikannya, menggantungnya seperti orang gila. Lalu baru saja dia memamerkan perempuan lain di akun media sosialnya yang sudah pasti bisa dilihat banyak orang. Kaina semakin panik karena otak dan perasaannya tidak bisa sejalan untuk memutuskan apa yang harus dia lakukan. Antara mau menghampiri, atau membiarkan Hans menikmati momen indahnya bersama perempuan itu. Ketika akhirnya dia berlari untuk mengejar Hans, dia memutuskan untuk meminta penjelasan Hans hingga tuntas. Jika memang mereka harus selesai, ia ingin menyelesaikan hubungan mereka dengan baik-baik.
"Aku ... aku sudah enggak bisa rasain apa-apa dalam hubungan kita Kai ...." Hans menunduk malu. Kejujuran itu terdengar menyakitkan bagi Kaina. Pahit, menusuk hatinya sampai dasar yang terdalam. Upaya bertahan di penantian panjangnya ternyata sia-sia.
"Kenapa bisa Hans? Karena kamu sudah ada yang lain?" dengan lembut Kaina menyentuh punggung tangan pria itu. Tanpa dikomando, air matanya menetes. Hans dengan refleks meraih pipi Kaina dan mengusap air matanya.
"Jangan menangis untukku Kai. Aku enggak pantas ...."
Kaina hanya terdiam, meraskan kehangatan sentuhan Hans di pipinya.
"Aku rindu kamu Hans," ucapnya lirih. Hans tertunduk sambil mengecup punggung tangan Kaina yang digenggamnya.
"Maafin aku, Kai. Maafin aku."
Drama itu berlanjut sampai kemudian meja mereka dihampiri seorang perempuan dan terlibat dalam obrolan. Ray tidak bisa mendengar apapun. Dia hanya membaca gerak gerik dan raut wajah ketiga orang itu.
Ponsel Ray berbunyi, Tito menelepon dan bilang sudah di arum jeram. Ray meminta mereka menunggu sebentar, karena dia harus menunggu Kaina. Dia punya firasat tidak enak.
Benar saja, sesaat kemudian Hans berdiri dan memeluk Kaina. Kaina lagi-lagi hanya sanggup menangis tanpa suara. Perempuan pendatang tadi bahkan mengusap punggung Kaina dengan lembut. Setelah itu mereka pun meninggalkan Kaina.
Kini Kaina tinggal sendiri, duduk sambil menikmati minumannya tanpa berniat bangkit dan pergi. Sesekali dia mengusap wajahnya dengan tisu, mengecek ponselnya kemudian bengong.
Begitu saja sampai limabelas menit berlalu, Ray masih membiarkan sambil mengawasi. Setelah agak lama Ray mengambil ponselnya dan menghubungi gadis itu.
"Eh Ray? Sori sori sori sori, gua kebelet tadi, jadi buru-buru larinya."
"Oalah, gua kira kenapa. Lu dimana? Gua dekat Hysteria nih !"
"Eh, gua dekat situ juga kok. Bentar ya," klik!
Saat dilihatnya Kaina beres-beres, touch up, Rayshaka langsung bergerak lebih dekat ke wahana Hysteria, kemudian bersikap seolah-olah sedang mencari seseorang.
"Ray!" dan Kaina pun datang. Perempuan itu berjalan ke arahnya sambil memasang senyum lebar. Namun sangat jelas wajahnya sembab dan matanya sedikit bengkak.
"Darimana saja sih ? Lari kayak orang kesetanan."
"Muless, efek tadi naik Halilintar. Yuk, kita ke arum jeram kan?"
"Enggak, naik ini saja."
"What?? Enggak mau!!"
"Gua udah booking! " Ray tidak menghiraukan wajah lusuh yang sedang protes itu. Dia membalikkan tubuh Kaina dan mendorongnya masuk dengan penuh pemberontakan.
"Rayyyyyyy!!! Awas lu ya!! Gua bunuh lo ntaarrrrr!!" Kaina sempat berteriak saat mereka mulai bergerak pelan ke atas.
"Aaaaaaaaaaaaaa!! Aaaaaaaaaaaaa!!!" mereka dihempas naik dan turun dalam kecepatan tinggi. Kaina berteriak melepaskan semua kegundahan yang ia rasakan, berharap teriakannya terdengar wajar seperti orang yang sedang ketakutan. Tapi Ray yang ada di sebelahnya tidak berhenti memperhatikan dan mengerti arti teriakan itu.
"Rayshakaaaaaa mony*tttttt!!!" tinjuan Kaina langsung melesat ke perut Ray saat sabuk pengaman diangkat.
"Awww!!! Sakit Kaina!!" Ray meringis memegangi perutnya.
"Gua pusing! Mau muntah! Tanggung jawab enggak lu!"
"Ya sudah sini," Ray turun dari kursi wahana dan langsung membungkuk di hadapan Kaina. Membuat posisi siap menggendong.
"Enak saja!"
"Eh, serius, katanya pusing, naik saja."
Kaina melayangkan pukulan keras ke kepala Ray. Lagi-lagi Rayshaka jadi korban kegalauan Kaina.
"Mending lu bayarin gua naik perahu. Di Ancol."
"Oke, lu traktir gua makan. Setuju?"
"Ah, lu emang enggak mau rugi deh !"
Kaina berakhir di bawah ketiak Ray yang mengiringnya menuju wahana arum jeram, tempat Tito dan Rosa menunggu mereka.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Lis Manda Cel
klo udah gk ada rasa kan bs ngomong baik2...jgn ngantungin perasaan orang pa lg smpk ngehindar berbln2😥😥😥
2021-09-24
1
Aap
hans hobby ngeghosting keknya 😌😌
2021-07-13
0
Suryatina Handayani
bersyukur lah Kai krn putus ny baru pacaran jadi dampaknya g terlalu dasyat drpd putus ny setelah merrid apa lagi kl sdh ada anak buhh...g kebayang gimana sakitt ny ky mana mungkin 1000x lipat dr rasa yg skrng tapii serius nihh sy selalu takjub kl ada orang cerai biasa aj g lama kemudian nikah lagi,suka kepikiran gitu tuhh hati terbuat dr apa kok bisa santai aj...
2021-04-28
0