Kaina's PoV
Cahaya mentari pagi megintip dari celah tirai yang menutupi kamarku dan Rosa. Perlahan-lahan sinar terang itu menembus kelopak mataku yang terasa sangat berat. Ahh, perih. Mataku perih, kelopaknya juga sangat sulit untuk kubuka. Aku kembali mengingat semalaman aku menangis ditemani Rosa.
"Eh, sudah bangun, Kak?"
"Duhhh, mataku berat, Ros."
"Kakak sih, sudahlah nangis semalaman, bangunnya kesiangan lagi."
"Memangnya ini sudah jam berapa?"
"Sepuluh pagi."
"Hah?? Jadi kita batal dong ke Atlantic?"
"Kalau Kak Kaina masih capek, kita di rumah dulu saja, Kak. Besok baru main lagi."
"Kamu kan sudah beli tiket kereta buat kita pulang besok?"
"Sudah sih ...."
"Terus???" jawaban santai Rosa barusan asli berhasil membuatku membuka mata sangking shock-nya. Dia masih bisa ajak main sementara tiket kereta sudah di tangan.
"Diundur sama Kak Ray."
"Hahh?????"
Duniaku kembali dijungkirbalikkan hanya dengan satu nama itu. Sejak sadar tadi aku bahkan belum teringat sekalipun ke Ray.
"Maksudnya?" saat ini aku yakin bola mataku sangat besar. Mengalahkan ukuran bola pingpong.
"Ya, tadi dia nanya soal tiket. Katanya diundur saja biar pulangnya bareng."
"Hahhhh??? Serius kamu, Ros?? Memangnya dia tau nomor kamu?"
"Hahaha, jangan langsung jealous dulu Kak Kai," Rosa menggoda dan ikut naik ke kasur, "tadi kak Ray nge-chat kakak, tapi katanya enggak aktif. Setelah itu, dia nanya ke Tito, eh, pas banget kemarin aku dan Tito tukeran nomor. Jadi deh nanya ke aku. Gituuu ..."
"Terus, kamu mau-mau saja?
"Eh?" Rosa mendadak terdiam. Mengira kalau dia sudah melakukan kesalahan yang fatal "harusnya enggak ya, Kak?" dia memasang raut wajah ketakutan. Sangat lucu dan menggemaskan. Dalam hitungan ketiga tawaku meledak dan memeluknya dengan erat.
"Ya sudahlah, asal dia mau ganti kerugian kita saja," kataku menenangkan.
"Dan kak Ray sudah mengurus semuanya. Termasuk menambah kekurangan tiket kita yang baru."
"Hah? Yang bener? Bukannya dia pelit ya?" ujarku sedikit surprise, "ah, ya sudahlah, mungkin dia lagi banyak rejeki. Eh, Mba Ruth sudah berangkat dong ya?"
"Sudah dong dan parahnya sarapan sudah ready di atas meja. Aku jadi enggak enak. Hehehe ...."
"Ya sudah, kalau begitu, kita beres-beres rumah saja yuk? Hitung-hitung bantuin Mba Ruth yang enggak sempat bersih-bersih sangking sibuknya," usulku sambil bangkit dan mulai melipat selimut.
"Setuju!"
Aku dan Rosa pun bergerak dengan semangat empat-lima. Membereskan kontrakan Ruth yang dimulai dari kamar tidur kami.
*****
Author's PoV
Adzan Maghrib berkumandang menyadarkan Kaina dan Rosa bahwa hari sudah menjelang malam. Seharian mendekam di kontrakan Ruth, beres-beres, mandi, sarapan merangkap makan siang, nonton infotainment, nonton berita, baca koran, kemudian tertidur lagi.
"Kita kebo banget sih, Kak ..." saat terbangun Rosa tertawa sambil membekap wajahnya dengan bantal.
"Iya nih, asli! Aku juga bisa sampai eggak pegang hp dari tadi. Ah, biarkanlah, enggak ada yang penting juga."
"Eh, tadi siang sepertinya kak Ray ada chat aku deh, tapi belum aku baca juga. Sepertinya karena kita lagi beberes, enggak sempat baca."
Mendengar nama Ray lagi, mata seorang Kaina langsung melek.
"Apa katanya?"
"Nih..." Rosa menunjukkan chat WhatsApp dari Rayshaka tadi siang, sekitar jam dua belas. Cuma nanya Kaina sudah bangun apa belum.
"Aku bales atau enggak?"
"Terserah Ros, aku mau mandi dulu, daaaahh..."
"Memangnya kita mau kemana, Kak?" Rosa meneriaki Kaina yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Kaina tidak menjawab. Dia hanya punya feeling akan bertemu dengan Ray lagi malam ini dan itu membuat hatinya kegirangan.
Setelah beres mandi dia langsung menghidupkan ponselnya yang sudah di charger full. Rentetan notifikasi pun langsung berebutan masuk. Dia menunggu semuanya masuk kemudian membuka WhatsApp. Yap! Diantaranya ada dari Rayshaka!
"**Woy bro, sudah tidur lu??"
"Lu nangis lagi ya? Ah cemennnnnn."
"Brooo bangun! Sudah jam berapa ini woy!?"
"Kai? Kaina? Masih hidup kan lu? Jangan lama-lama sedihnya, enggak baik buat janin lu hehehe** ..."
Chat yang terakhir berhasil membuat tawa Kaina pecah. Janin katanya? Ray bisa aja nge-joke -nya.
Kemudian Kaina mengecek log panggilan, Ray mencoba menghubunginya sebanyak enam kali sejak tadi malam. Itu cukup membuat Kaina tersanjung dan merasa berbunga-bunga.
Chat-chat lain kebanyakan spam maupun chat yang tidak terlalu penting dari sejumlah grup WhatsApp yang dia ikuti.
Hans? Pria itu sama sekali tidak menghubunginya. Meskipun Kaina telah sadar sepenuhnya kalau Hans sudah menjadi milik orang lain, tapi dia masih punya sedikit harapan kepada pria itu. Entah menanyakan apakah dia baik-baik saja setelah kemarin. Tapi Kaina harus mengelus dada karena itu sudah tidak mungkin.
Tiba-tiba display ponselnya berubah menjadi foto wajah Ray. Kaina kaget setengah mati karena pria itu menelepon di tengah-tengah lamunannya.
"Naonnn??" dia menjawab dengan malas. Lebih tepatnya pura-pura malas.
"Naon naonn ! Kebo banget sih lu! Baru bangun? WA gua di read doang!"
"Iyee, aya naon a'a? Mau tidur lagi nih ..."
"Ehh, ehhh, lu sama Rosa kan enggak ke mana-mana hari ini. Jalan yuk?"
"Kemana, Bro? Lagi mager nih. Malas gerak."
"No no no. Dua puluh menit lagi gua sama Tito sampai di kontrakan kalian."
"Mau kemana memangnya, Pak Bos?" Kaina masih berusaha menutupi kegirangannya dengan sepenuh tenaga.
"Ada deh. Lu siap-siap saja pokoknya. Yang cantik ya bro, kayak cewek."
"Heh! Seriusss, enggak mau ah, nanti lu berdua jual gua sama Rosa. Hehehe ..."
"Sembarangan! Memangnya ada yang mau? Sudah sudah! Kapan siap-siapnya lu?"
"Ya sudahh byee !!"
Klik!
"Rosaaaaaa!!!!!" Kaina melompat histeris menuju kamar mandi dan mengganggu Rosa yang sedang mandi dengan teriakan-teriakannya.
*****
Kaina's PoV
Ray bilang aku harus berdandan cantik seperti perempuan. Si brengsek itu memang tidak pernah mengakuiku sebagai wanita. Keseharian saja dia selalu memanggilku dengan sebutan 'bro'. Sampai-sampai orang di kantor bingung kenapa aku dipanggil demikian. Aku selalu berpakaian feminim ke kantor. Pakai rok, heels lagi.
Belakangan Ferdi pun ikut-ikutan seperti Ray. Membuat harga diriku sebagai perempuan ternodai. Oke, yang terakhir kuakui sedikit lebay. Karena faktanya mungkin sikap barbarku yang membuat mereka tidak memandangku sebagai kaum hawa. Ah, whatever lah ...
Untungnya aku membawa persediaan rok mini dan baju sabrina yang lumayan cocok dipakai hang out malam ini. Kraft panjang, dan sepatu ankle boot dengan heels lima centi. Rambutku sengaja digerai agar menutupi bahuku yang akan terbuka karena model bajuku.
Oh iya, Ruth mengijinkan kami memakai perlengkapan make-up nya. Kebetulan aku dan Rosa tidak membawa perlengkapan kosmetik yang komplit. Hanya moisturizer, bedak dan lip balm.
Rosa juga mengenakan rok mini sepertiku, tapi dipadankan dengan kaos polo berkerah.
Suara klakson mobil di luar mengisyaratkan kalau kami harus keluar sekarang juga.
Saat aku muncul dari balik pintu, Ray bertepatan akan menekan bel rumah.
"Eh, kaget gu...a," itu adalah efek keterkejutannya melihatku. Aku tahu ketika tanpa sadar dia mendikte penampilanku dari atas sampai ke bawah.
"Mata woy!"
"Ouchhh! Kok gua ditampar sih?"
Sejujurnya tanganku refleks mendarat di pipinya untuk menutupi grogi dan canggung yang saat ini kurasakan.
"Eh, buncit lu keliatan tuh! Awwww! Kaina sakit tau!" kali ini dia sukses mendapat cubitan di perutnya.
"Kalau protes lagi bakal memar semua badan lu, Ray."
"Ah, elu KDRT mulu, ah," dia meringis kesakitan.
Aku tertawa sambil berjalan menuju mobil.
"Eh, lu di depan. Tito sudah di belakang. Biar dia yang sama Rosa."
Aku melirik Rosa untuk meminta pendapat.
"It's oke, Kak Kai," katanya sambil tersenyum genit. Oke deh, sepertinya Dewi Fortuna masih betah menemaniku sampai malam ini. So ... what's next ?
"Hai Tito, apa kabar?"
"Kabar baik Mba. Mba Kaina sehat?" Tito dengan ramahnya membalas sapaanku dari belakang.
"Sehat dong, kalau enggak mana bisa dicsini kan To?"
"Sehat, tapi mata masih bengkak enggak karuan," Ray menyeletuk sambil memutar mobil. Aku hanya mencibir.
"Ah, padahal sudah kusamarkan dengan eyeshadow, masih saja ketahuan. Eh, kita mau kemana, Bro? Kita berdua enggak salah kostum kan?"
"Elu iya, kayak ondel-ondel."
"Kurang ajar banget sih lu! Gua sudah mati-matian ini dandannya."
"Mati-matian saja hasilnya masih kayak gini. Rosa saja bisa cantik tuh."
Aku mendaratkan jitakan keras di kepala Ray. Laki-laki itu mengaduh keras sambil melemparkan tatapan kesakitan.
"Sudahh, asik berantem mulu deh sejak kemarin. Kita mau kemana nih, Kak Ray?" dari belakang Rosa menengahi.
"Ada deh, Ros. Nanti juga bakal tau. Duh, kepala gua ..."
Aku sukses tertawa penuh kemenangan.
*****
Author's PoV
"Raisaaaaaaa!!"
Pekik histeris Kaina dan Rosa menyatu saat memasuki ruang studio berukuran sedang di kawasan Taman Anggrek. Poster besar bertuliskan Fan Meeting terpampang di panggung bagian depan. Kursi-kursi yang mirip seperti kursi bioskop, namun dalam jumlah yang lebih sedikit, sudah penuh oleh fans-fans fanatik Raisa.
"Ray, ini serius??"
"Sudah di sini kan? Ya iyalah serius," Ray memimpin jalan di depan, menuju kursi mereka.
"Ini tiketnya dapat dari mana? Bukannya harusnya terbatas ya?"
"Ada deh ... senang enggak lu gua bawa ke sini?"
"Yahh, siap-siap tambah galau deh gua. Raisa kan lagunya galau-galau Ra... Aaaaaa!! Raisaaaaaa!!! Aaaaaaaaaaaaa!!"
Ray dengan spontan menutup kedua telinganya rapat-rapat. Lagi-lagi dia sukses membuat Kaina berteriak histeris.
Dua jam penuh ruangan itu diisi dengan alunan lagu-lagu romantis si Diva cantik, Raissa. Jazz dan Pop berbaur melahirkan euphoria melankolis yang sulit dijelaskan oleh kata-kata. Seisi ruangan terhanyut dalam harmoni yang menyejukkan jiwa, menghayati setiap alunan melodi dan lirik yang didendangkan Sang Diva. Tak jarang para fans ikut bernyanyi dari kursi. Termasuk Kaina yang asyik sendiri dengan lantunan lirik-lirik dari bibirnya.
"Jangan baper lu!" tiba-tiba dia dikejutkan Ray yang mecubit dan menarik pipinya keras sambil berbisik di telinganya. Kaina menjulurkan lidah tidak peduli.
"Masih banyak cowok lain. Mati satu tubuh seribu."
"Oh ya? Tapi seribu kebanyakan." Kaina balas ikut berbisik di telinga Ray.
"Ferdi ada tuh ...."
"Iyaa, sepertinya juga dia target gua selanjutnya."
Mereka tertawa bersama. Ray mengacungkan jempol tanda setuju, meskipun di tahu Kaina bercanda.
"Pacaran berapa tahun sama yang kemarin?"
entah kenapa mereka bisa betah mengobrol di kebisingan itu. Kini mereka duduk saling mendempetkan bahu agar tidak perlu berteriak.
"Empat."
"Serius? Lama juga loh."
Kaina mengangguk, senyum kecut menghiasi wajahnya.
"Selingkuh?" tentu saja maksud Ray adalah Hans. Lagi-lagi Kaina hanya mengangguk.
Ray membentuk huruf O di bibirnya.
Kemudian dengan antusias dia mengucek rambut Kaina, menahan tangannya di belakang kepala gadis itu, kemudian dengan cepat menarik kepala Kaina agar semakin mendekat. Setelah itu dia berbisik pelan.
"Jangan nangisin dia lagi ya, dia enggak pantas lagi buat lu."
Kaina yang terhipnotis dengan gerak cepat sebuah tangan kekar yang menempel di kepalanya itu membuatnya nyaris kehilangan kesadaran untuk berapa detik. Dia mendengar kalimat Ray dengan jelas dan hanya sanggup menjawab dengan anggukan lemah.
Andai Ray tahu dia sudah membuat jantung Kaina melayang.
"Jangan cuma iya lu!"
"Iyaaaaaaaaaaaa..." Kaina dengan cepat menjauhkan diri. Takut kalau semakin lama dia menempel di dekat Ray akan membuat perasan aneh itu muncul lagi.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
lenong
si Ray kek nya suka deh sama Kai
2024-05-02
0
Aap
ko gue yakinnya si Ray itu suka ama Kaina
2021-07-13
1
yanti auliamom
Suatu hari Hans akan menyesali perbuatannya...
2021-05-24
0