Chapter 08. Boim dan Jaka.
Pagi berganti sore, itulah yang akan menjadi kebiasaanku bekerja di dungeon.
Aku yang tiba di rumah langsung membersihkan diri dan tidur sejenak. Sejak aku bekerja di dungeon, aku sering merasa lelah padahal tidak ada kegiatan fisik. Mungkin, ini disebabkan aku mengeluarkan energi kehidupan di dalam tubuhku atau biasa di sebut mana.
Ketika aku berpikir seperti itu, Operator membenarkannya.
Dan, aku pun beristirahat sampai dibangunkan oleh suara azan dari masjid. Setelah itu, aku mulai merasa lapar dan saat melihat kulkas hanya ada buah yang kubeli kmarin. Maka dari itu, kuputuskan untuk mencari makan di luar.
Setelah beberapa langkah keluar rumah disana ada tukang nasi goreng yang sedang mangkal juga beberapa pembeli sedang makan disana.
Melihat tidak ada tukang makanan lagi, aku pun memutuskan untuk membeli nasi goreng.
"Pak, nasi goreng spesial nya satu!"
"Pedas atau tidak?" tanya tukang nasi goreng.
"Sedang saja."
"Makan disini atau dibungkus?" tanya tukang nasi goreng lagi.
"Makan disini saja."
Aku berpikir seperti itu karena malas untuk mencuci piring lagi.
"Iya, Mas. Silahkan duduk!" seru tukang Nasi goreng.
Aku pun duduk di kursi yang kosong didamping dua pria yang seumuran dengan ku. Satu berwajah oriental dan satu berbadan besar, kulit hitam dan berambut kribo sedang menyantap nasi goreng dan berbincang satu sama lain. Mereka terliha seperti teman dekat.
Ditengah aku duduk, pria berkulit hitam menyapaku.
"Hei bro, lu yang baru pindah di rumah angker itu ya? gak takut apa?" tanya pria berkulit hitam sambil menyantap makanannya
"Iya, saya baru pindah dua hari yang lalu disana dan tidak ada apa-apa disana."
Kata Lu dan Gua sudah tidak asing bagiku karena sering menonton sinetron dan film Indonesia di panti.
Saat aku menjawab itu, pria oriental menyambung pembicaraan kami.
"Oiya, sejak lu tinggal disana. Gak ada lagi suara aneh-aneh," ucap pria oriental.
"Benar banget tuh, bro." jawab pria berkulit hitam.
"Oh, begitu. ya. Syukurlah dan ngomong-ngomong, saya Saga Indraguna," ucap perkenalanku sambil memberikan tangan.
"Wua, keren sekali namamu, bro. Gua Boim. Orang terganteng disini," ucap pria berkulit hitam bernama Boim dan menerima tanganku.
"Hehehe, iya."
Tidak lama Boim melepaskan tanganku karena temannya ingin berkenalan.
"Kalo gue Joko," ucap Pria oriental yang berjabat tangan dengan ku.
"Saga."
Sesaat kemudian, Joko melepaskan tangannya.
"Hei, Saga. Lu tau gak Joko itu ibunya Jawa dan bapaknya cina jadinya begitu dah kulit coklat mata sipit," ledek Boim.
"Yeee, daripada lu. Batak tapi gak keliatan secuil pun," balas Joko.
"Yeee," balas Boim.
Melihat sikap mereka membuatku tersenyum.
"Oiya, Joko. Kamu asli Jawa mana. Kalau Saya di malang."
"Ibu gua asli Madiun tapi, udah lama disini dan jarang pulang kampung itu juga sih," jawab Joko.
"Saga, kenapa sih lu pake Saya, kamu kaya yang pacaran aja. Santai aja bro, ke kita pake gua lu?!" ucap Boim.
"Sepertinya tidak bisa, Saya sudah terbiasa seperti itu."
"Udah, udah Saga. Gak perlu di dengerin bacotan dia. By the Way, Lu punya Insta, Fcbok Dan WA?" tanya Joko.
"Saya hanya punya WA."
"Oke, catat nomor kita. Kali aja butuh apa-apa gitu," ucap Joko.
"Iya."
Aku pun mengambil smartphone dari saku yang membuat mereka terkejut.
"Tunggu, Saga! boleh pinjam ponselmu?" pinta Boim.
"Hm, iya. Ini!" jawabku sambil meminjamkan ponsel ku.
Boim dan Joko yang meminjam ponselku. Mereka terkagum-kagum.
"IPhone Pro, Jack! Gila lu, rumah kuno dan gubuk gitu tapi ponsel IPhone," ucap heran Boim.
Aku tidak menjawab dan hanya memberikan senyuman saja.
"IPhone berapa, Bro?" tanya Joko.
"IPhone 13 Pro."
"WHAT?!" ucap serempak Boim dan Joko serta mereka saling tatap satu sama lain dengan wajah yang terheran-heran.
Seusai itu, Boim langsung mengembalikan ponsel dengan tergesah-gesah.
"Ini, Bro. Takut Gua pegangnya. Ada apa-apa! gua bisa jadi babu seumur hidup buat ganti ruginya," ucap Boim.
"Santai aja. Padahal," jawabku sambil mengambil ponsel.
"Oiya, kalo butuh apa-apa? bilang ke kita ya. Kita siap bantu, iya gak Im?!" ucap Joko.
"Oh, iya tentu. Kita kan sudah jadi tetangga harus saling tolong menolong," jawab Boim.
"Iya, terima kasih."
"Baiklah, Bro. Sekarang tulis nomor kita!" seru Joko.
Aku pun menuruti nya dan mencatat nomor mereka. Tidak lama, nasi goreng ku pun siap dan aku menyantap nasi goreng tersebut.
Sejak itu, kami bertiga saling mengobrol dan berbincang. Mereka orang yang baik.
Sebagai tanda pertemanan kami, aku yang membayarkan nasi goreng yang mereka santap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Mamat Stone
08 dapat teman
2024-10-24
0
nasrul
hmmm
2023-06-25
0
Fano Jawakonora
mantap saga donggeng bersama boim joko tingkir
2023-02-13
0