Nenek itu kurang percaya, jawaban Ivona tidak bisa meyakinkannya. "Benarkah?" tanya Nenek itu meragukan pengakuan Ivona.
Ivona mengangguk sembari tersenyum tipis.
"Kalau begitu, telpon kekasihmu sekarang juga, aku ingin tahu." cecar nenek itu.
Senyum Ivona langsung pudar mendengar permintaan nenek tersebut. Siapa yang akan ia telpon, sementara ia tak memiliki kekasih sama sekali, jadi tidak mungkin 'kan ia menelpon kekasihnya.
Dengan tenang Ivona menjawab, "Nek, dia sedang bekerja mencari nafkah saat ini, jadi aku tidak bisa mengganggunya." Sorot mata Ivona begitu jernih, seolah tak menyiratkan kebohongan yang baru saja ia ciptakan.
"Aku tidak percaya, kalau kau punya kekasih harusnya kau bisa menelponnya dan menyuruhnya datang ke sini sekarang juga." Nenek itu tetap bersikeras.
"Itu pun kalalu kekasihmu peduli padamu!" cibir si nenek.
Ivona menghembuskan napas kasar, rupanya nenek ini sulit juga untuk diyakinkan. Ivona mau tak mau membawa nenek itu memasuki sebuah cafe. "Bagaimana kalau kita berbicara di dalam cafe saja," ajak Ivona yang langsung disetujui oleh sang nenek.
Ivona menarik satu bangku untuk nenek dengan sopan. Ia mempersilakan nenek untuk duduk.
"Kau gadis yang baik, aku suka denganmu," ucap nenek itu setelah duduk.
Ivona hanya bisa mengulum senyum.
"Aku akan memperkenalkanmu pada cucuku." Nenek itu begitu bersemangat saat mengucapkannya.
Si nenek terus saja bicara tentang cucunya, sementara Ivona sedang sibuk mencari cara untuk menghindar. Ia mengedarkan pandangannya demi mengalihkan perhatian dari segala cerita nenek tentang cucunya, hingga pandangan Ivona tertuju pada sosok di depan pintu.
"Aku akan memperlihatkan foto cucuku padamu, aku yakin kau akan langsung terpesona padanya," ucap nenek itu.
Ivona tak lagi mendengar apa yang nenek itu ucapkan karena fokusnya hanya pada anak kecil yang berdiri di luar pintu. Ia pun berdiri dan berlari keluar.
Di depan pintu, Tuan Muda kecil yang pernah ditemui sebelumnya sedang menghitung jumlah mobil yang lewat sambil memakan permen.
Matanya berbinar saat melihat orang yang datang ke arahnya.
"Hai ...," sapa Ivona.
Tuan muda kecil tersenyum ramah pada Ivona.
"Apa yang kau lakukan di sini sendirian?"
Tuan muda kecil itu menggeleng.
"Di mana, kakakmu?" tanya Ivona selanjutnya.
Anak itu memandang ke arah restoran yang tak jauh dari sana. "Aku tidak punya kakak!" jawabnya mantap.
Ivona tersenyum dengan jawaban dari Tuan muda kecil, "Begitu, ya?" Ivona menaruh satu jarinya di dagu, terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Apa kau mau ikut denganku?" ajaknya.
Tuan muda kecil itu mengangguk setuju. Tak menunggu lagi, Ivona pun membawanya masuk ke dalam cafe.
Baru saja mereka pergi, Alexander dan asistennya datang. Mereka berdiri tepat di tempat yang sama dengan Ivona dan Tuan muda kecil tadi berdiri. Alexander bertanya pada asistennya. "Mana Evan?"
Asisten merasa sedikit ketakutan saat mendengar suara dingin itu. "Maaf Tuan, Tuan Muda Kecil tidak mau diikuti," jawab Rico.
Ivona membawa anak itu kembali ke cafe, dan bergabung bersama nenek tadi.
"Siapa dia?" tanya si nenek saat melihat Ivona datang dengan menggandeng seorang anak.
Ivona berjongkok dan mencium anak itu. "Ini adalah putraku," jawab Ivona dengan tersenyum meyakinkan.
Wajah anak itu merona dan merasa senang setelah dicium, dia tidak peduli apa yang dikatakan Ivona tentang dirinya yang diakui sebagai anak.
"Tapi, dia tidak mirip sama sekali denganmu?" Nanek itu menatap curiga.
"Oh ... ini, dia mirip dengan ayahnya," jawab Ivona sembari mengusap rambut anak kecil itu.
Tentu saja tidak mirip, karena memang dia bukanlah anakku.
Nenek tersebut curiga Ivona sedang menipunya. Ia terus saja menatap Ivona dan juga anak kecil itu saat mereka berdua mulai duduk di hadapannya. "Benarkah? kau terlihat masih sangat muda, bagaimana bisa kau punya anak?" tanyanya meragukan.
"Eh ... itu ya, aku menikah muda," jawab Ivona gugup.
Nenek di depannya masih saja menatap tak percaya.
"Iya, aku menikah muda, makanya aku sudah punya anak di usiaku sekarang," jawab Ivona berbohong.
"Tidak mungkin," sangkal nenek itu.
Keduanya terus bersitegang. Mencoba keras kepala dengan apa yang mereka katakan masing-masing.
"Mommy, ayo kita pulang," ucap anak kecil itu. Membuat Ivona dan nenek kaget dengan ucapan anak kecil itu yang tiba-tiba.
"Ah ... ya," jawab Ivona.
Meski sudah mendengar sendiri saat anak itu menyebut Ivona 'Mommy', nenek itu masih belum percaya sepenuhnya. Ia menatap Ivona dan anak kecil itu dengan tatapan sinis.
"Tunggu sebentar ya, Sayang. Kita akan segera pulang setelah Mommy mengantar nenek pergi dengan selamat," sambung Ivona dengan akting yang meyakinkan.
"Pelayan," teriak Ivona. "Bawakan seporsi gelato, ya. Tolong jangan lama-lama." Ivona sengaja memesan desert untuk anak itu, selain untuk menyenangkannya juga sebagai hadiah terima kasih karena telah ikut bermain peran bersamanya. Anak kecil yang pintar, ia tahu bagaimana harus berakting tanpa diminta.
Tak lama seporsi gelato yang manis dan lembut dengan siraman saus stroberi tersaji di meja mereka. "Makanlah dulu, kita akan menunggu sebentar, jadi pelan-pelan saja makannya." Ivona kembali mengusap lembut kepala anak kecil itu, seolah menunjukkan perasaan sayang.
Tuan muda kecil itu merasa bahagia, ia mulai menyendok gelato di depannya. Menikmati rasa manis dalam setiap suapan. Terlihat raut bahagia di wajah anak itu setiap kali ia memasukkan gelato ke mulutnya.
"Aaaa ...." Anak itu meminta Ivona untuk membuka mulutnya.
Ivona yang kaget jadi canggung harus bagaimana, tapi akhirnya membuka mulut juga agar anak yang diakuinya ini bisa memasukkan sesendok gelato ke dalam mulutnya. Suapan yang terlalu besar membuat Ivona kewalahan menelan. Mulutnya penuh hingga ada sedikit yang keluar dari sudut bibirnya.
Dengan lembut, anak kecil itu mengusap gelato yang ada di sudut bibir Ivona dengan tisu. Awalnya kaget menerima perlakuan yang sangat manis dari seorang anak pada ibunya. Ivona tak mengira jika anak ini sungguh pandai berakting. Jika sudah begini, siapa yang akan meragukan hubungan mereka sebagai seorang ibu dan anak.
Ivona yang awalnya canggung, berusaha untuk bersikap sewajar mungkin. "Terima kasih, Sayang," ucap Ivona, tak lupa mengulas bibirnya dengan senyum yang manis.
Ivona terus memperhatikan anak kecil itu. Di dalam hatinya ia justru berpikir siapa yang membawa anak ini keluar dan meninggalkannya sendirian di tepi jalan.
Nenek yang sedari tadi melihat interaksi Ivona dengan anaknya, berniat untuk bertanya. Namun, sebelum dia bersuara, nenek itu telah melihat pria yang berjalan ke arah mereka dari belakang Ivona.
"Mirip ... sangat mirip," gumam nenek itu.
Mendengar itu, Ivona segera menoleh, dan dia melihat pria yang dingin dan elegan di malam itu berjalan menghampirinya. Sebelum Ivona sempat menjelaskan, nenek itu justru terlebih dahulu memuji, "Suamimu benar-benar tampan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Zaitun
h
2022-01-05
1