Ivona langsung naik ke lantai atas tanpa menggubris mereka. Baginya, keluarga ini tak lagi pantas untuk mendapat perhatiannya. Perlakuan mereka terhadap Ivona dalam buku sungguh membuat Ivona jijik jika harus jadi penjilat.
Thomas menyadari sikap Ivona yang berubah, mulai mengacuhkan mereka setelah keluar dari rumah sakit jiwa.
"Iv ...." Thomas memanggil Ivona. Tak ada jawaban karena adiknya itu berlalu begitu saja. Thomas hendak menyusul Ivona ke atas saat tubuhnya ditarik oleh Vaya. "Kakak mau ke mana?" tanya Vaya.
"Bukan urusanmu!" Thomas menghempaskan tangan Vaya begitu saja.
Sikap kasar Thomas barusan membuat Vaya mulai menyadari kakak pertama dan kakak ketiganya sudah berubah, tidak lagi mengutamakan dan menyayanginya dirinya seperti dulu. Biasanya dia yang mengabaikan mereka, dan mereka yang akan datang membujuknya. Namun kali ini, sikap Thomas menunjukkan hal yang sebaliknya.
"Untuk apa Kakak ke atas?" tanya Vaya lagi.
"Aku akan membantu Ivona membereskan koper," jawab Thomas malas.
"Untuk apa, Kak. Dia bisa melakukannya sendiri, karena dia bukan anak kecil lagi."
Thomas mendelik. Sorot tidak suka terpancar dari matanya. "Aku tidak butuh pendapatmu!"
Thomas baru saja akan melangkah, tapi harus berhenti karena ucapan Vaya. "Apa Ivona jadi lebih penting sekarang dari pada aku?!" Vaya sengaja meninggikan suaranya.
Thomas berbalik. "Apa kau sadar dengan ucapanmu, Ivona adalah adik kandung kami, jadi wajar bukan jika aku membantunya!" Perkataan Thomas ini langsung membuat Vaya tersadar seketika, dia merasa tidak percaya jika sekarang kakaknya mengungkit tentang jati dirinya yang yang tak memiliki darah keluarga Iswara.
"Apa maksud kakak?" Vaya memasang wajah sedihnya. "Apa aku bukan lagi adikmu?" lanjutnya untuk memanipulasi perasaan Thomas. Berharap raut sedihnya mampu membuat Thomas kembali simpatik kepadanya.
"Kau lebih tahu jawabannya," jawab Thomas ketus.
Kenapa dengan Thomas, mungkinkah kakak ketiganya itu sudah tahu kalau dia yang berbuat jahat untuk mencelakai Ivona?
Dalam hatinya, Vaya seketika menjadi panik. Bagaimana jika apa yang ia pikirkan tentang Thomas benar adanya. Melihat tatapan Thomas yang marah, dengan cepat Vaya berusaha mengendalikan diri. Ia berusaha terlihat tenang di luar. Ia harus mengalah kali ini, agar Thomas tak mempersulitnya di masa yang akan datang. "Kalau begitu, biarkan aku saja yang akan membantunya berkemas," ucap Vaya demi mengalihkan kemarahan Thomas.
"Tidak baik anak laki-laki memasuki kamar seorang gadis," sambungnya meyakinkan. Ucapan Vaya yang masuk akal membuat Thomas setuju untuk mengurungkan niatnya, sebab ia takut jika tetap nekat Ivona akan semakin membenci dirinya.
Di lantai dua, Ivona memasuki kamarnya. Kamar yang sudah cukup lama ia tinggalkan, kamar yang gelap dan penuh debu. Di jendela ada tempelan benda-benda pengusir roh jahat. Ivona merasa ironis, fitnah Vaya begitu kejam. Hanya karena Vaya mengatakan kepada seorang pembantu kalau Ivona kerasukan setan, mereka mencari cara untuk mengusir roh jahat itu dengan menempel penuh kamar pemilik tubuh asli dengan benda-benda ini, dan juga menyiram air bawang setiap hari tanpa mempedulikan perasaan pemilik tubuh asli. Pemandangan yang membuat Ivona semakin miris.Keluarga ini telah memperlakukan Ivona dengan tidak adil.
Tak peduli dengan penampakan kamar yang berantakan, Ivona sama sekali tidak berniat untuk membersihkan kamar ini. Ia justru mencari seragam sekolahnya. Ia harus segera berkemas agar secepatnya bisa pergi dari rumah ini. Ivona mulai membuka lemari dan mencari seragam milik Ivona—si pemilik tubuh.
Saat ia sedang sibuk mencari, Vaya yang baru saja datang, tiba-tiba masuk ke dalam kamar tanpa permisi. Ia langsung memperlihatkan rasa murkanya kepada Ivona.
"Hei, kau! benar-benar gadis tidak tahu diuntung. Jangan berharap bisa mendapatkan kasih sayang dari semua anak laki-laki keluarga Iswara, karena mereka akan tetap percaya dan sayang hanya kepadaku," ucap Vaya sinis sekaligus marah.
Perkataan Vaya bagai angin lalu untuk Ivona. Tak sedikitpun Ivona merasa terganggu atau marah atas perkataan Vaya. "Kalau begitu, apa yang kau takutkan?" ucap Ivona dengan tenang, tanpa menoleh sedikit pun.
Raut wajah Vaya semakin murka. "Jaga mulutmu!" Vaya berjalan ke sisi Ivona, dan berkata dengan nada mengejek, "Kalau aku bisa membuat kakak mengirimmu ke rumah sakit jiwa sekali, maka pasti akan ada kedua kalinya! Di dalam hati kakak, kau bukanlah apa-apa, bahkan tidak sebanding dengan sehelai rambutku sekalipun ...."
Ivona menoleh. "Benarkah?"
"Kau ...." Vaya kesal dengan tanggapan Ivona yang biasa-biasa saja, bahkan tak ada rasa takut sedikit pun.
"Oh ... ya, hampir saja lupa. Aku belum membuat perhitungan denganmu." Kali ini, Ivona yang melontarkan ancaman disertai seringai di bibirnya.
"Apa kau ingat bagaimana kau memfitnahku. Dengan semua kebohonganmu tentang aku yang kerasukan setan, kau membujuk semua kakak untuk memasukkan aku ke rumah sakit jiwa. Di sana, kau bersekongkol dengan pria biadab itu untuk menyiksaku setiap harinya."
Vaya tercengang. Bagaimana gadis gila ini bisa tahu.
"Bagaimana aku bisa tahu? tentu saja aku tahu semuanya," jawab Ivona seakan tahu apa yang ada dalam kepala Vaya. Vaya menelan ludahnya kasar, Ivona tahu jika ia dalang dibalik masukknya dirinya ke rumah sakit jiwa.
"Dan untuk semua itu, aku akan menuntut balas. Setiap luka yang kau berikan padaku, harus kau bayar dengan harga yang sama!" Ivona tertawa.
"Tapi, aku pasti akan kesulitan karena harus mengingat satu per satu adegan penyiksaan yang aku terima, karena terlalu banyak luka yang kau buat. Mungkin, kau bisa membantuku mengingatnya jika nanti aku salah melakukannya." Ivona tertawa mengejek.
Suara tawa Ivona menggambarkan betapa gadis gila itu seakan serius dengan ucapannya. Membuat Vaya ketakutan. "Ka-kau, tidak akan berani macam-macam denganku," ucap Vaya dengan bibir bergetar. Ia mundur secara reflek. Takut, kalau-kalau gadis gila ini tiba-tiba menyerangnya. Jujur ia belum siap jika harus menghadapi kegilaan Ivona.
"Kau tidak akan melakukannya, sebab kalau kau berani menyentuhku sedikit saja, maka Kak Thomas pasti tidak akan mengampunimu!" sambungnya dengan langkah yang semakin mundur.
Bukannya takut, Ivona justru tertawa senang melihat gurat ketakutan di wajah Vaya. Ucapan Vaya barusan seolah menantangnya untuk menunjukkan kebenaran kata-katanya akan balas dendam. "Kedengarannya boleh juga."
Baru juga selesai bicara, secara mendadak Ivona maraih tubuh Vaya. Vaya pun dibawa keluar oleh tenaga besar Ivona dan langsung melemparnya hingga tubuh Vaya terbentur dinding, Wajahnya mengerut karena kesakitan. Ivona membuktikan ucapannya tentang membalas setiap luka yang Vaya buat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Zaitun
bags ivona
2022-01-05
2