Thomas kembali marah karena masalah makanan, dia langsung berkata, "Kedepannya, kalau ketahuan lagi olehku ada yang tidak menganggap Ivona, maka kalian akan angkat kaki dari keluarga Iswara!"
Pelayan itu menunduk takut, kemarahan Thomas tak bisa dianggap remeh. Tadi, mereka sudah menyaksikan sendiri bagaimana Thomas mengusir Bi Samy. Tentu pelayan itu tak ingin bernasib sama dengan rekan seprofesinya itu.
"Ma-maafkan saya, Tuan. Saya tidak akan berani mengabaikan Nona kedua," jawab si pelayan ketakutan.
Thomas tak menggubris pelayan itu, ia justru pergi dan kembali ke kamar Ivona. "Maaf, bagaimana kalau malam ini kita makan malam saja di luar," ucap Thomas.
Ivona mengernyit.
Tahu akan kebingungan Ivona, Thomas pun menjawab, "Aku belum pernah mengajakmu jalan-jalan bukan, aku ingin melakukannya sekarang, sekaligus kita makan malam."
Ivona mengerti. "Ok," jawab Ivona.
"Sekarang istirahatlah, kau pasti lelah." Thomas keluar, dan memberi kesempatan untuk Ivona beristirahat.
Setelah Thomas keluar, Ivona menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Ia mulai memikirkan kejanggalan pada sikap Thomas. Sebelumnya ia sudah merasakannya, tapi belum sempat menggalinya lebih dalam. Banyak hal yang berbeda terjadi di luar cerita dalam buku yang ia baca. Misalnya, sikap Thomas yang menjadi baik dan membelanya, sama sekali tidak ada dalam kisah Ivona di buku.
Lalu, Alexander. Dari mana datangnya pria itu, jika saat ini jiwanya mengisi tubuh Ivona dalam novel yang ia baca, mengapa ada sosok Alexander yang muncul. Sementara dalam kisah Ivona, tidak ada nama Alexander. Akan tetapi, pria itu datang sebagai penyelamatnya.
"Huh ...." Ivona membuang napasnya kasar. Akan sangat sulit memecahkan misteri ini. Belum lagi dengan misteri tentang bagaimana ia bisa masuk ke dalam dunia novel. Dan menjadi pemeran utama dalam cerita tersebut, dengan menggantikan jiwa Ivona—si pemilik tubuh.
Bagaimana ia akan keluar dan kembali ke kehidupan nyatanya yang dulu. Siapa yang akan membantunya untuk kembali dan bagaimana caranya ia bisa kembali.
Semua tanya itu, berputar dalam otaknya. Membuat bukan hanya pikirannya saja yang berat, tapi juga matanya. Tubuhnya juga sudah memberi tanda untuk istirahat, beberapa kali ia menguap. akhirnya ia memilih menyerah, dan mengistirahatkan otaknya dengan tidur.
Ia terbangun kala mendengar suara ketukan pintu.
"Nona ... Nona Ivona," panggil sebuah suara dari luar kamar Ivona.
"Nona, bolehkah saya masuk?" lanjut suara itu.
"Nona, apa Anda ada di dalam?"
Mendengar suara itu terus manggilnya, Ivona pun menyuruh orang itu masuk. "Masuklah," jawab Ivona.
Ternyata seorang pelayan yang sudah menggangu tidur siangnya. "Ada, apa?" tanya Ivona malas.
"Maafkan saya, Nona. Selama ini saya sudah bersikap tidak baik pada Anda," ucap pelayan itu dengan raut takut. Ia terus memainkan bungkusan di tangannya untuk mengurangi rasa gugup.
"Sebagai kata permintaan maaf saya, saya ingin memberikan hadiah kecil ini untuk Nona Ivona." Pelayan itu memberikan hadiahnya dengan cepat, takut jika Ivona menolaknya.
"Tolong, terimalah," ucapnya lagi sambil menundukkan kepala. Ivona sendiri hanya bisa menatap bingung dengan apa yang terjadi hari ini.
Setelahnya, Ivona semakin dibuat bingung. Sebab setelah pelayan yang pertama masuk, muncul kembali pelayan-pelayan yang lain untuk melakukan hal serupa. Memberinya kado dengan dalih minta maaf. Ada juga yang sengaja bertanya tentang dirinya. Tentang hobynya, tentang masakan yang ia suka, tentang apa yang Ivona sukai dan tidak disukai. Mereka semua mewawancarai Ivona, seakan jadi penjilat.
Malam harinya, Thomas mendatangi kamar Ivona, sesuai rencana ia hendak membawa Ivona untuk makan malam di luar. "Apa kau sudah siap?" tanya Thomas yang berdiri di depan kamar Ivona.
Ivona belum sempat menjawab saat Vaya muncul tiba-tiba. "Apa kalian akan pergi?" sela Vaya.
Ivona menatap malas pada saudarinya ini, tapi tetap menjawab pertanyaan Vaya, "Kami akan keluar untuk makan malam."
"Benarkah? kalau begitu aku harus ikut," seru Vaya dengan mata berbinar.
"Boleh 'kan, Kak?" Ia menatap Thomas seakan memohon.
Thomas belum sepenuhnya membenci Vaya, bagaimana pun mereka tumbuh bersama. Ia sudah memberikan kasih sayangnya sejak kecil kepada Vaya. Thomas menatap Ivona seolah meminta ijin, apakah Vaya boleh ikut atau tidak. Bagaimana pun makan malam ini awalnya ditujukan untuk Ivona.
"Kalian tunggu saja di bawah, aku akan ganti baju dulu," jawab Ivona, yang sudah mewakili pertanyaan Thomas yang tak terucap.
Meski menyetujui Vaya untuk ikut, Thomas tahu kalau sebenarnya Ivona kurang suka dengan keberadaan Vaya, maka dari itu Ivona tidak ingin turun bersama mereka berdua. Demi menjaga kedamaian di rumah ini, Thomas mengajak Vaya untuk turun terlebih dulu.
"Bagaimana keadaan ayahmu?" tanya Thomas saat mereka menuruni tangga.
Mendengar pertanyaan Thomas, Vaya berusaha mengambil kesempatan untuk memelas. "Keadaannya cukup buruk, luka yang diberikan Ivona tidak akan sembuh dengan cepat. Aku jadi kasihan padanya," lapornya dengan nada yang dibuat-buat, agar Thomas menaruh simpatik pada ayah kandungnya.
"Meskipun dia terluka seperti itu, tapi prosedur yang harus dijalani tidak akan berkurang satu pun," ucap Thomas.
Wajah Vaya memucat. Usahanya untuk menarik simpatik Thomas tidak berhasil. Thomas tetap memperkarakan perbuatan ayahnya ke kantor polisi. Jika sesuai prosedur, maka ayahnya pasti akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama.
Ivona turun dengan perlahan setelah berganti pakaian, Thomas dan Vaya sudah menunggunya bersama supir.
"Ayo," ajak Thomas untuk segera masuk ke dalam mobil.
"Aku akan menggunakan mobil sendiri," jawab Ivona.
Thomas yang menyadari keberadaan Vaya, tak menolak saat Ivona ingin pergi dengan mobil yang berbeda. "Baiklah, kau akan diantar oleh Joseph—supir keluarga Iswara, dan aku akan pergi bersama Vaya," jawab Thomas menyetujui keinginan Ivona.
Mereka pun berangkat dengan mobil yang berbeda. Thomas dengan Vaya, dan Ivona bersama supir keluarga Iswara.
Di simpang jalan terakhir saat, supir tiba-tiba berhenti dan memberitahunya tiba-tiba muncul seorang nenek-nenek di depan mobil. "Maaf, Nona. Ada seorang nenek yang muncul tiba-tiba," ucap Joseph menjelaskan kenapa ia menginjak pedal rem secara mendadak.
Ivona yang sempat kaget, melongok dari kaca. Dilihatnya seorang nenek yang terduduk di atas aspal tengah kesakitan.
"Aduh ...," teriak sang nenek yang terlihat kesakitan dengan memegangi kakinya.
Ivona menyadari jika sang nenek tengah berpura-pura. Aktingnya terlihat sangat buruk.
Joseph akan keluar, tapi ditahan oleh Ivona. "Biar aku saja."
"Maafkan saya, Nona," sesal Joseph.
Ivona tidak menyalahkannya. "Tidak apa, kau pulang saja dulu, aku akan menyusul nanti. Lagi pula ini sudah dekat," suruh Ivona.
"Tapi, Nona ...."
"Aku bilang kau pulang saja dulu, apa kau tidak mengerti!" Sorot mata Ivona membuat Joseph ketakutan, ia tak ingin melihat drama seperti tadi pagi, seperti apa yang Ivona lakukan pada Bi Samy dan Vaya.
"Baiklah, saya pulang dulu, Nona," pamit Joseph. Ia mengemudikan mobilnya setelah Ivona turun.
Ivona mendekati nenek itu dan bertanya, "Apa Nenek baik-baik saja, atau perlu saya bawa ke rumah sakit?" Ivona mengatakannya hanya untuk berbasa-basi semata, tidak serius sama sekali.
Dilihat dari pakaiannya nenek itu bukanlah orang biasa, dia tidak mirip penipu.
Nenek itu memandangi Ivona beberapa kali, lalu segera memegang tangan Ivona. "Kau tidak perlu membayar biaya berobat untukku asalkan kau mau menemui cucuku, sekali saja," jawab Nenek itu.
"Apa?" Ivona memekik. Ini pertama kalinya Ivona bertemu hal aneh seperti ini, senyuman di wajahnya perlahan menghilang berganti dengan rasa curiga.
"Nek, aku sudah punya kekasih."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Zaitun
🤔
2022-01-05
1