Paginya Ridho biasa bangun duluan dari aku dan pak bos. Aku denger dia lagi ngaji padahal sekarang baru jam setengah 5 pagi. Aku yang dari tadi ngelongok di pintu pun akhirnya melipir ke kamar mandi.
Selesai mandi aku pun melihat wajahku dari pantulan cermin, "Lebamnya masih keliatan, tutupin pake concealer deh coba..."
Baru juga mau nutulin tuh concealer stick, rasanya kek ditusukin jarum kang jait, "Awwh, sakit!" aku taruh lagi tuh alat perang ke dalam pouch.
Aku yang habis keramas dan handuk masih nangkring selebar pundak pun mengecek keadaan rambut yang udah dipastikan banyak yang rontok karena ulah si bos kemarin. Aku pakein tonik rambut, dengan harapan rambut akan kembali tumbuh subur bercahaya dan berkilau.
Untung masih ada barang-barangku di kamar Mona. Jadi aku nggak harus minjem kaos oblong sama treningnya Ridho lagi.
"Ini perut nggak tau diri banget, deh. Jam segini udah minta jatah aja!" aku menepuk perutku yang udah ribut daritadi.
Selesai nyisir dan ngolesin bibir pakai lip tint, aku langsung keluar kamar. Aku ngelongok dulu ke ruang tamu, dan nggak ada siapapun disitu.
"Udah pulang ke habitatnya kali, ya?" aku ngomong sendiri.
"Siapa yang pulang?" suara pak bos langsung nyamber di kupingku.
Deg
Aku membeku.
"Heh! ditanya malah diem!" satu jari pak bos noyor kepalaku dari belakang.
Aku langsung puter badan, ngibrit ke belakang. Bodo amat. Ini kan bukan rumah dia, Ini juga bukan kantor. Jadi nggak salah kan kalau aku nggak selalu bersikap hormat sama orang yang udah membuat muka ku hampir jadi model cover buku yassin?
Aku buka kulkas, nyari cemilan atau makanan yang bisa diembat. Kalau ada award tamu paling kurang ajar, mungkin aku lah yang jadi juaranya.
"Heh, kamu kalau ditanya orang itu jawab jangan malah pergi begitu saja!" kata si bos ganteng.
Tuh orang ngintilin aku sampai ke dapur ternyata.
"Pagi-pagi jangan marah-marah, Pak! nanti cepet keriput," kataku sambil jongkok ngobrak-abrik isi kulkas. Kebanyakn isinya bahan-bahan mentah, keliatan banget ini abang adek suka masak di rumah.
"Heh, kamu itu lagi ngapain?" pak bos nanya lagi.
"Cari sesuatu yang bisa bikin cacing di perut saya berhenti demo," jawabku sambil ngabsenin satu persatu rak kulkas.
"Astaga, kita itu tamu..."
"Bapak kali yang tamu," aku yakin pak bos pasti kesel banget dengan jawabanku tadi.
"Akhirnya ada juga yang bisa dimakan," tangaku langsung nyamber satu bungkus jelly berbagai macam rasa yang ada nata de coco-nya.
"Badan macho, jajanannya jelly jelly-an, hahahah," aku ketawa sendiri sambil nutup pintu kulkas dan ngebuka plastik kiloan itu diatas meja makan.
Aku yang sudah kelaparan langsung membuka penutup plastik yang merekat wadah jelly yang berbentuk setengah lingkaran itu. Pak bos sampe lupa ngedip, liat cara makanku yang bar-bar kayak gini. Sekali lagi, sabodo amat!
"Sepertinya sewaktu makan di rumahku, kamu makan seperti orang normal pada umumnya. Tapi sekarang..." ucap pak bos menggantung.
"Beda, Pak! makan di rumah bos dan di rumah temen vibes-nya jelas beda," kataku sambil meluncurkan sesuatu yang kenyal dan manis ke dalam mulutku.
"Eh, kayaknya tadi ada susu," aku langsung balik lagi buka kulkas dan bawa susu UHT 1 liter yang udah masih utuh.
"Hey, bukankah itu tidak sopan?"
"Punya temen sendiri tidak ada kata tidak sopan, Pak! kecuali di rumah Bapak!" kataku sambil mengambil mangkok dan sendok lalu duduk lagi disamping tuh orang.
Aku membuka beberapa jelly dan aku taruh di dalam mangkok dan aku guyur pakai susu full cream.
Tanpa basa-basi aku langsung menyendokkan jelly dengan kuah susu dingin. Tapi tiba-tiba aja, tangan pak bos nyelipin rambutku di belakang telinga, mencegah rambut ikut nyebur di dalam mangkok milky jelly buatanku.
"Ikat dulu rambut kamu," kata pak bos. Aku hanya tersenyum canggung.
Krieet
Bruk
Aku dengar suara pintu dibuka kemudian di tutup dari arah kamar Ridho.
Nggak lama tuh manusia kamfret nongol pakai celana pendek sama kaos ombrong, "Makan apa, Va?"
"Milky jelly,"
Tuh kan tanpa ditawarin, tangan Ridho langsung mengambil alih sendok dan masukin makanan penunda lapar ke dalam mulutnya.
"Ehem," pak bos berdehem.
Aku naikin satu alis, aku baru nyadar dia masih pakai kemeja yang kemarin. Bedanya sekarang dia udah lebih seger aja.
"Jangan dihabisin, Va! ntar Mona ngamuk!" kata Ridho nunjuk satu plastik jelly yang udah berkurang setengah.
"Ntar aku beliin lagi 3 kilo sekalian," ucapku sebelum menyeruput susu langsung dari mangkoknya.
Ridho dengan lihainya masakin kita nasi goreng telor. Aku hanya mandangin dia sambil duduk mainan hape. Sementara pak bos lagi nelfon di luar.
Dan sekarang menu sarapan pagi sudah terhidang di meja. Wanginya aja udah bikin perut kruk kruk.
"Kamu panggilin pak Karan sana!" Ridho nyuruh.
"Nggak mau. Kamu aja lah," aku milih nyiapin air putih daripada harus ngomong sama bos galak.
"Elah, bentaran doang, Va!"
"Nggak mau, Dhooo..."
Ditengah perdebatan kami, pak Karan tiba-tiba muncul.
"Sarapan dulu, Pak..." Ridho menawarkan nasi goreng yang masih panas.
"Terima kasih, tapi saya harus pergi sekarang. Oh, ya ... Reva lebih baik kamu tidak perlu berangkat ke kantor hari ini. Dan orang suruhan saya nanti akan menjemput kamu untuk mengurus wajah kamu yang terluka itu," kata pak Karan.
"Kamu juga bisa ambil cuti," katak pak Karan pada Ridho.
"Terima kasih, Pak. Oh, ya sebaiknya Bapak tinggalkan saja cincin itu disini," kata Ridho.
"Saya tidak..."
"Apa Bapak ingin kejadian malam itu terulang kembali?" Ridho menatap pak Karan. Bener-bener lagi uji nyali nih si Ridho kamfret.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan pak Karan meninggalkan cincin itu di rumah Ridho. Setelah mengantar pak Karan ke depan, kita melanjutkan acara sarapan yang sempat tertunda.
"Assalamualaikuuuum," suara Mona menggema di seantero rumah.
"Waalaikumsalam," jawab Ridho.
Suara langkah kaki Mona mendekat ke arah kami yang masih di meja makan.
"Sarapan, Mon!" ucapku sebelum memadukkan suapan terakhir ke mulutku.
"Eh, ada mbak Reva! loh, muka Mbak kenapa? kok bonyok kayak gitu?" Mona heran dengan penampakan wajahku yang jauh dari kata baik-baik saja,
"Apa Mas Ridho yang ngelakuin ini semua, Mbak?" Mona mendadak emosi.
Aku nyentuh tangan Mona, "Nggak apa-apa kok, Mon..." seolah aku orang yang sedang didzolimi.
"Heh! nggak ada ya aku bikin dia kayak gitu!" Ridho nunjuk muka ku dengan sendok yang ada di tangan kanannya, "Jangan bikin Mona mikir yang aneh-aneh, Oncom!"
"Lah terus kenapa ini muka Mbak Reva jadi ungu-ungu kayak begini kalau bukan habis kena tonjok?" Mona menangkup wajahku dengan kedua tangannya.
"Lagi costplay dia jadi hantu hutan terlarang! real banget kan make up-nya? kalau nggak percaya pencet aja, Mon!
Dan tanpa aba-aba si Mona beneran mencet tulang pipiku yang berwarna merah ke unguan, "Aaaaaaawhhhh!" aku menjerit histeris.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
🤣🤣🤭
2023-11-10
0
Zuhril Witanto
astaghfirullah 🤣
2023-11-10
0
Zuhril Witanto
🤣🤣🤣🤭
2023-11-10
0