"Uy!" Ridho ngelongok dari atas kubikel.
"Hemmm," aku cuma dehem, sambil ngerjain kerjaan.
"Balik, yuk?"
"Ya udah tinggal balik. Bukannya aku temen yang negeselin dan nyusahin?"
"Iya bener juga, sih! Ah, ngapain juga ya aku ngajakin orang yang betah sendirian di ruangan ini,"
"Ya udah, Va! balik duluan ya!" kata Ridho yang kayaknya udah beberes.
Suasana hati lagi nggak enak, ditambah lagi perut yang udah keroncongan. Aku nyamber tas terus ngejar manusia kamfret yang udah keluar duluan.
"Dho! tunggu!" susah payah aku ngejar tuh orang.
Ridho nggak nengok sama sekali, dia cuma lambatin jalannya.
"Kenapa nggak dilanjut?" Ridho nanya sambil mencet tombol lift.
"Udah sore, lagian aku laper!" ucapku yang lagi bad mood abis. Ridho melirikku sekilas. Kemudian segera masuk ke dalam kotak besi saat pintunya sudah terbuka.
"Tadi pagi pak Karan ngomong apa lagi?" cowok dengan tinggi 180 cm ini menoleh dan melihat ke arahku.
"Nggak ada, cuma bilang kalau dia bakal buang cincin itu ke laut biar nggak ada yang nemuin,"
Udah, Ridho nanya itu aja. Seketika bunyi 'ting' dan kami pun keluar menuju basement temoat Ridho parkirin motornya.
"Kenapa ngikutin aku?" tanya Ridho yang lagi pakai helm.
"Terus aku naik apa?"
"Taksi online kan bisa,"
"Ck! tadi ngajak pulang bareng, gimana sih?" aku berdecak.
"Disini banyak kamera pengawas, nanti dikira kita ada hubungan spesial lagi," Ridho mulai ngungkit omongan si bos galak.
"Ya kan kita temen, emang nggak boleh kalau temen pulang kerja bareng? lagian kan jalanku masih sakit,"
"Jangan bilang kalau kamu lagi ngambek?" Aku menyenggol lengan Ridho.
"Dih! ngapain juga ngambek?" Ridho naik di atas motornya dan mulai menyalakan mesin.
"Ya udah kalau nggak ngambek, kita makan sate madura dulu, yuk? aku pengen makan itu pakai acar timun dan bawang yang pedas!" tanpa disuruh aku langsung nangkring di motornya Ridho.
Selama di perjalanan aku masih kepikiran dengan cincin itu. Apa iya hanya gara-gara memakai cincin milik orang lain terus bikin aku mendadak punya kelebihan melihat sesuatu yang tak seharusnya dilihat manusia?
Angin malam yang dingin membuat aku tanpa sadar melingkarkan kedua tangan ke perut Ridho.
"Sampai kapan kamu mau peluk aku terus, Va? udah nyampe, noh!" kata Ridho yang ngebuyarin semua lamunan aku.
"Eh, kapan nyampenya!" aku langsung turun.
"Udah 5 menit yang lalu, tuh sampe diliatin sama abang-abang yang lagi ngipasin sate!" jawab Ridho yang kini melepaskan helm yang ada di kepalaku.
"Kalau di jalan tuh jangan kebiasaan ngelamun! kena sawan baru tau rasa!" Ridho ngomel.
Dan kami langsung menuju meja yang kosong. Ridho langsung mesenin makanan buat kita berdua.
"Pakai nasi atau lontong?" tanya Ridho nyenggol lengan aku.
"Lontong!" jawabku mantap.
Nggak tanggung-tanggung kita pesen dua kodi sate ayam madura. Ridho ngeluarin hape dan nempelin benda itu ke telinganya.
"Mon? udah makan belum? mau sate ayam madura, nggak? oh, ya udah! kabarin mas kalau udah balik ke kontrakan," kata Ridho yang ngomong di telepon.
"Mona?" aku nanya ke Ridho.
"Iya, dia lagi ngerjain tugas di kosan temennya. Oh, ya? berarti malam ini kamu pulang ke kosan kamu, kan?" tanya Ridho.
"Makasih," lanjutnya saat pesanan kami sudah datang dan berjejer di meja.
"Iya pulang ke kosan," kataku malas.
Lagi pula kasian juga nih cowok kalau harus numpang tidur di kontrakan temennya lagi. Cincin udah dikembaliin dan aku pasti balik lagi menjadi manusia normal pada umumnya yang nggak akan melihat hal-hal di luar nalar.
"Kalau sebanyak itu sambelnya bisa bonjrot kamu," kata Ridho yang melihat aku menuangkan 5 sendok sambal diatas sate yang dilumuri bumbu kacang.
"Cemen banget sih, Dho? masa segini aja kamu bilang bonjrot? aku tuh udah kebal,"
"Iya kamu yang kebal tapi aku nggak!" Ridho udah ngeri mau ngambil tuh sate.
"Kasih kecap lagi, harap tenang..."
"Kamu kira kita lagi ujian?" nih cowok mulai sewot.
"Nih, aku pinggirin nih sambelnya. Kamu ambil sate yang di tumpukan bawah, kan belum kena sambelnya..." aku ngambilin sate yang belum kena guyuran cabai yang bisa bikin kejang-kejang.
Aku makan dengan lahap. Ridho cuma bisa melongo liat aku makan seperti orang yang sedang kesurupan.
"Va nyebut, Va..." pundakku ditepuk-tepuk saat aku nambahin acar timun dan bawang ke piringku.
"Aku tau kamu lagi setres tapi nggak gini juga," lanjutnya lagi sambil geleng-geleng ajiib.
"Ini tuh sate paling enak yang pernah aku makan, Dho! apalagi ditraktir," aku nyengir.
"Siape yang nraktir kamu?" Ridho mleyotin bibirnya.
"Ya kamu lah,"
Sate sudah berhasil meluncur di perut aku sama Ridho. Penyakit ngantukku mulai kambuh kalau perut udah diisi penuh kayak gini. Nggak apa-apalah sekali-kali bikin dompet Ridho bolong di tengah bulan kayak gini. Lagian siapa suruh dia ngajak pulang orang yang lagi cacingan?
Akhirnya kita nyampe juga di kosanku. Aku langsung turun dan ngasih helm putih itu sama laki-laki yang udah mau nampung aku kemarin di kontrakannya.
"Barang-barang kamu masih di kontrakan aku," ucap Ridho.
"Biarin aja dulu disitu, barangkali aku nginep lagi kan jadi nggak usah repot bawa baju ganti,"
"Cincin udah balik masa iya masih juga digangguin?" kata Ridho sambil menatapku.
"Ya udah aku masuk ya, Dho? kamu hati-hati..."
"Kamu juga hati-hati," kata Ridho.
Aku segera masuk dan menutup gerbang. Lalu aku buka sedikit saat aku mendengar suara motor Ridho udah mulai menjauh.
"Liatin apa?" tanya seseorang yang membuatku sedikit terkejut.
"Eh, Mbak Sena. Mau kemana, Mbak?" tanyaku sambil ngasih jalan buat mbak Sena yabg kayaknya mau keluar.
"Cari makan. Diatas udah ada yang nungguin, tuh..." kata mbak Sena nggak jelas.
Belum juga ngomong, mbak Sena udah jalan keluar dan langsung nutup gerbang besi. Aku pun memilih untuk naik ke atas, dimana kamarku berada.
Hawa nggak enak mulai kerasa. Ya mungkin karena kemarin aku nginep di kontrakan orang dan ada Mona yang bisa diajak ngobrol ngalor ngidul. Sekarang back to reallity yang harus banget apa-apa sendiri.
Capek udah pasti tapi aku harus bersihin kamarku dulu sebelum aku mandi ngolesin muka pakai rangkaian skincare.
Pas aku udah keluar dari kamar mandi, eh hapeku nyala. Dan aku melihat nomor yang belum tersimpan di kontak.
"Halo?"
"Lama banget kamu kalau angkat telepon!" suara laki-laki marah-marah menyapa.gendang telingaku.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
siapa yang nungguin
2023-11-10
0
Yuli
hayoooo Reva di tungguin mbak Kun tu 🤣🤣🤣🤣 hiiii serem
2022-10-02
0
Aqiyu
komen ah
2022-10-01
0