"Aku akan membawamu bergabung bersama kami! hahahhahaha," wajah pak Karan semakin dekat, raut wajah yang tidak seperti biasanya. Dia mencengkram rahangku. Sialnya kami berada di tempat yang sepi.
"S-sadar, Pak! saya Reva karyawan, Bapak!"
Sekarang dia menarik rambutku ke belakang sedangkan tangan satunya masih mencengkram rahangku dengan sangat keras.
"Jangan tarik, Pak! bisa bondol rambut saya, salon sekarang mahal, Pak!" aku berusaha melepaskan tangan pak Karan dari rambutku yang hitam panjang tergerai. Aku mulai panik karena melihat matanya melotot mendekat ke arahku.
"Lepas!" aku mencoba mendorong dada pria yang ada di depanku. Dia membenturkan kepalaku ke jendela. Aku berusaha menggapai hape yang ada di saku celana, tapi dengan cepat pak Karan membuangnya entah kenjok penumpang bagian belakang
"Kau milikku, hahahahahaha..."
"Aaaaaarghhh!" aku memekik, dia malah tertawa.
"Aaaaaaaarghhh, lepas!" aku mendorong wajahnya kemudian kakiku menendang sesuatu yang membuatnya terhuyung ke belakang.
"Arrrghhhh! wanita sialan!" dia mengerang dan sepertinya aku menendang sesuatu yang sangat berharga bagi masa depannya.
"Hah ... hhh ... hhh, akhhh sialan!" aku mencoba membuka pintu mobil tapi tidak bisa. Terkunci. Lalu dia menangkapku dari belakang, aku menahan tangannya agar tak menekan leherku.
"Aaaaakh, Ridhooooo!" aku meneriakkan nama orang yang saat ini terlintas di pikiranku.
"Hahahahahahah," pak Karan tertawa seperti orang kesurupan, bedanya dia nggak teriak 'aing maung'.
Aku berusaha keluar dari belitan tangan pak Karan, aku menggigit tangannya dengan sekuat tenaga lalu aku melompat ke kursi belakang mengambil ponselku yang jatuh di kolong kursi.
"Aaaakhjh!" daguku membentur sesuatu yang keras. Tapi aku nggak menyerah, tanganku terulur meraih benda yang kini menyala.
Hap!
Hape berhasil aku raih. Baru saja aku akan menghubungi Ridho, seketika rambutku yang panjang dan berkilau ini dia tarik dengan kuat oleh pak Karan.
"Lepasin rambut saya, Pak!" aku berteriak, dan tanpa sengaja tangaku menyentuh tombol dial.
"Halo, Va?" suara Ridho keluar dari benda itu.
"Dhooooooo!" aku berteriak, namun tiba-tiba saja aku melihat cahaya mendekat. Entah cahaya ufo atau apa aku nggak bisa mikir.
Badanku dibanting ke kursi penumpang samping kemudi.
Dan...
Brakk
Brakk
Seseorang menggedor mobil, aku tak bisa melihatnya. Yang aku lihat wajah bosku yang begitu menakutkan. Beberapa kali dia menamparku hingga aku merasakan darah mengucur dari sudut bibirku.
Prang!
Kaca mobil belakang pecah. Membuat pak Karan mengalihkan pandangannya.
"Ri-Dho?" ucapku dengan susah payah.
"Revaaa!" teriak Ridho sebelum dia melompat ke dalam mobil lewat kaca jendela yang pecah tadi.
"Sialan! apa yang kamu lakukan!" Ridho menarik pakaian pak Karan dan menariknya ke belakang.
Bugh
Bugh
Bugh
Ridho memukul pak Karan dengan membabi buta. Mereka saling menyerang. Aku nggak tau kenapa Ridho bisa secepat ini datang. Yang jelas aku harus keluar dari mobil ini secepatnya.
"Hhh ... hhh ... hah..." aku dengan nafas yang ter engah-engah mencoba untuk bangun menjulurkan badanku ke kursi belakang kemudi. Aku berhasil membuka pintu mobil, otomatis semua pintu kini sudah dalam keadaaan tidak terkunci.
Aku segera keluar dan membuka pintu berlawanan dengan kepala Ridho. Aku menarik kaki pak Karan namun dia menendang perutku hingga aku terjatuh.
"Revaaaa!" Ridho meneriakkan namaku saat melihat aku terdorong. Kini Ridho menyeret pak Karan keluar dari mobil. Wajah pak Karan sudah babak belur sampai akhirnya dia jatuh terkulai. Ridho segera melepaskan pria yang kini sudah tak berdaya itu.
Dia segera berlari ke arahku, "Va? kamu nggak apa-apa?" tanya Ridho yang menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Ia menyeka darah dari sudut bibirku dengan ibu jarinya.
"Aakh!" aku merasa kesakitan saat Ridho membantuku berdiri.
"Uhuk! uhukkk!" pak Karan terbatuk, ia berusaha bangkit.
Dengan sigap Ridho menyembunyikan aku di belakang tubuhnya.
"Uhukk, uhukk!" pak Karan menyentuh dadanya. Dia mengangkat telapak tangannya.
Dia mengangkat wajahnya dan berusaha untuk bangkit. Dia terlihat seperti orang yang bingung.
"Dho..."
"Tenang ada aku," kata Ridho menggenggam tanganku.
"Jangan mendekat! atau kau akan ku buat tak bisa berdiri..." ancam Ridho.
"Apa yang terjadi? kenapa aku ada disini?" ucap pak Karan dengan menyentuh wajahnya yang udah bonyok, "Aaarghhh!"
"Ada apa dengan kalian?" tanya pak bos seperti orang linglung.
Aku dan Ridho saling tatap. Sekian detik kemudian, tatapan Ridho beralih pada pria dengan penampilan yang sangat kacau.
"Hey! apa yang terjadi dengan mobilku!" teriak pak Karan. Ia bersusah payah menghampiri mobilnya mewahnya dengan jendela yang sudah pecah. Benar-benar seperti orang yang aneh.
Ridho mengatakan ada hal yang nggak beres dengan pak Karan. Aku hanya menggeleng, aku masih shock dengan apa yang baru saja terjadi. Mataku kini mengarah pada sosok pria yang kini terduduk di samping mobilnya.
"Kita tolongin dia," kata Ridho.
"Tapi, Dho?"
"Nggak apa-apa, tenang aja!" Ridho berusaha meyakinkan aku. Aku hanya bisa mengikuti kemana Ridho membawaku.
"Pak..." Ridho berjongkok berhadapan dengan pak bos.
"Ada apa denganku? apa kalian bisa jelaskan? kenapa juga kalian ada disini?" pak bos megangin kepalanya.
"Lebih baik kita pergi dari sini," ucap Ridho.
.
.
.
Dan disinilah kami, di kontrakan Ridho. Mobil pak Karan? udah diurus sama orang kepercayaan si bos. Dan dia sekarang lagi ngelurusin badan di kursi panjang di kontrakan Ridho yang nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan rumah mewah si bos.
"Sini aku bersihin lukanya," kata Ridho yang kini duduk berhadapan denganku di kursi ruang tamu.
"Nggak mau. Pasti perih banget..."
"Dari pada nanti infeksi," kata Ridho yag mencelupkan handuk kecil ke air hangat lalu memerasnya.
"Tapi jangan diteken,"
"Iya. nggak diteken. Aku bersihinnya pelan, percaya deh sama aku..." kata Ridho lembut.
Aku biarkan dia menyentuh wajahku, perlahan dia menempelkan handuk itu.
"Akkh!"
"Tahan, ya?"
"Udah, Dho! perih..." aku menjauhkan handuk itu dari sudut bibirku.
"Kamu kenapa bisa cepet banget datengnya?" tanyaku.
"Karena aku ngikutin kalian," ucap Ridho yang membuat aku terkejut.
"Ngikutin?" tanyaku.
"Aaawh!" aku memekik saat Ridho ngolesin obat dengan cotton bud.
"Iya ngikutin. Waktu aku abis nganterin kamu aku lihat ada mobilnya pak Karan. Kebetulan aku inget plat mobilnya. Aku pura-pura pergi, tapi sebenernya aku memantau mobil itu dari kejauhan. Dan, ya ... aku liat kamu masuk ke mobil itu," kata Ridho yang kini memandangku dengan jarak tang cukup dekat.
"Awalnya aku mau balik aja ke kontrakan, tapi perasaanku nggak enak. Jadi aku ikutin kemana kalian pergi," lanjutnya.
"Pantesan aku lihat ada sinar nyorot dari kejauhan,"
"Iya, itu aku. Maaf, aku nggak tau kalau kamu di dalem hampir wassalam," kata Ridho.
Dia menyentuh pipiku, lembut. Aku nge-freeze, gaes!
"Uhuuukkk!" dan suara batuk dari bos galak membuat kami kompak menoleh padanya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
pak Karan kayaknya di rasuki
2023-11-10
0
tukangbaca😪
kayaknya mahluk penunggu cincin udah duluan menguasai pak karan
2023-04-11
0
tukangbaca😪
kayaknya mahluk penunggu cincin udah duluan menguasai pak karan
2023-04-10
0