Semalam aku tidur tanpa gangguan, dan rasa nyeri mulai berkurang. Tapi pagi ini wajah Ridho bete sebete betenya.
"Kamu itu definisi manusia yang paling ngeselin dan ngerepotin," ucap Ridho saat membantuku melepaskan helm dari kepalaku yang isinya sangat berharga ini.
"Jangan gitu, Dho! kita kan temen. Sesama temen harus saling membantu apalagi kita satu divisi," ucapku enteng sambil melihat kosan dua lantai tempat aku bernaung.
"Dah nggak usah banyak ngomong! bisa-bisa aku telat, nih!" Ridho ngegas.
Ya!
Sekarang Ridho nganterin aku balik ke kosan buat ganti baju buat ngantor. Bukan karena rajin masuk di saat kaki lagi nyut-nyutan. Tapi lebih kepada takut karena ditinggal sendirian di kontrakan Ridho. Soalnya Mona ada kelas pagi dan pulangnya sore, sedangkan Ridho sudah dipastikan pulang lepas maghrib. Dan aku nggak mungkin dong ya diem disana sendirian hanya ditemenin hape sama tivi?
"Elah. Buruan, Va!" Ridho ngegeplak helm yang ada ditangannya, gumush liat aku yang masih berdiri aja.
"Istighfar, Dho. Ini lagi siapin mental dulu mau jalan,"
"Kelamaan mending aku tinggal. Kamu naik motor sendiri aja!" ucap Ridho.
"Motor masih di bengkel, belum aku ambil. Jadi jangan coba-coba ninggalin akikah dimari sendirian," ancamku pada Ridho yang mulutnya udah mleyat-mleyot kesel.
Nyeri tapi sebisa mungkin aku tetep jalan sampai ke lantai dua. Perlahan aku putar kunci dan membuka kamarku. Hawa pengap langsung menusuk hidung.
"Aiih, baru juga ditinggal sehari..."
Aku menutup pintu dan segera berganti baju. Sesaat aku terpaku pada cincin yang tersemat di jari manisku.
"Nggak tau kenapa aku suka banget sama cincin ini,"
Tapi suara klakson motor Ridho bikin aku cepat menyudahi kegagumanku soal benda bermata merah itu.
"Aiish, nggak sabaran banget si Ridho!"
Oke, aku bedakan di kantor aja, aku cukup berpakaian lengkap dan pakai sepatu teplek. Cuss, aku langsung tutup pintu dan berjalan menuruni lorong yang berjejer pintu-pintu kamar kos lainnya.
"Lama banget!" Ridho manyun.
"Berisik!" aku tarik bibirnya yang udah monyang-monyeng begitu.
"Cepetan jalan...!" kataku sambil pakai hrlm dan tanpa aba-aba manusia kupret itu main tancap gas, otomatis tanganku langsung melingker di badan Ridho.
Demi apapun, ini orang naik motor udah kayak orang kesetanan. Mau juga ngomong, dia malah nyamber duluan.
"Nggak usah protes, atau aku turunin kamu di halte depan!" kata Ridho bikin aku kicep.
Setelah 20 menit, akhirnya nyampe juga di basement. Waktu yang tersisa cuma 5 menit buat absen. Ridho yang liat aku jalan udah kayak siput lagi bunting pun langsung nyemperin dan mapah aku.
"Dibilangin nggak usah berangkatvmalah ngeyel! cepetan, udah hampir telat, nih!" Ridho kesel banget.
"Sabar, Dho..." aku ngikutin Ridho masuk ke lift untuk naik 1 lantai.
Ting...!
Pintu besi kebuka dan sudah dipastikan tanganku ditarik sama Ridho yang udah gemes banget pengen setor muka di mesin itu.
Dan akhirnya....
Kurang satu menit lagi muka kita udah nggak laku di mesin absen.
"Masih untung belum telat!" Ridho buang nafas, sedangkan aku narik nafas buat ancang-ancang nyemprot manusia kamfret ini.
"Takut telat sih takut telat, tapi nggak gitu juga kali! tangan aku nih sakit dari tadi ketarik-tarik kamu kayak gitu!" aku ngomel dalam satu tarikan nafas, ngalahin orang ijab kabul.
Ridho ngelipet tangannya di depan dada, lalu mengeluarkan satu jarinya nunjuk ke dahi aku yang aduhai ini.
"Itu juga gara-gara kamu yang leletnya minta ampun!" ucap Ridho.
Baru juga mau bales, tuh kamfret udah pergi duluan dan ninggalin aku sendirian di mesin absen.
"Apa aku kebangetan ya sama Ridho?" aku ngomong sendiri.
"Ah, bodo amat! ntar juga baekan sendiri," aku mengendikkan bahu, berusaha cuek dengan sikap Ridho.
"Aaawh! vangke! perasaan tadi udah nggak sakit," aku merasakan nyeri di salah satu kaki. Pas aku ngeliat ke bawah.
"Hahhh ... hhh ... hhh..." aku mulai gemeteran.
"Tangan? astogeh! Ridhoooooo! huhuhuhu, nih tangan siapee, Dhooo...!" aku antara pengen ngejerit tapi suara nggak keluar, mau diem juga nggak kuat. Akhirnya aku merem sambil baca doa masuk kamar mandi.
"Hey! kamu!" suara seseorang yang diduga laki-laki mengagetkan aku yang belum cantik karena belum dandan.
"Duh setannya nambah! gimana nih? astaga, setannya kenapa nongol pagi-pagi begini?" aku masih merem dan tambah kaget karena mendapat tepukan di bahu kananku.
"Hey, kamu kenapa?" tanya orang itu. Dan suaranya familiar, ada galak-galaknya gitu.
"Pak Bos?"
Aku melek, dan menoleh ke belakang. Mataku langsung mengerjap beberapa kali., memastikan sosok yang di depanku bukanlah ilusi semata.
"Mingkem! nanti ada binatang yang masuk ke mulut kamu!" tuh orang merapatkan ibu jari dan telunjuknya sebagai isyarat.
"Emh!" aku langsung mingkem.
"Astaga, lihatlah penampilanmu! pastikan semuanya rapi sebelum datang ke kantor!" ucapnya ketus.
"I-iya, Pak Karan..."
"Ya sudah! ngapain kamu masih berdiri disitu? cepat ke divisi kamu!" pak Karan nunjuk lift.
Aku yang jalan sambil kaki diseret kaya keset pun berhenti saat dipanggil pak Bos.
"Hey, kamu! siapa nama kamu?"
Aku puter badan, "Reva, Pak!" aku jawab takut-takut. Iya takut kena SP.
"Kalau lagi sakit nggak usah ngantor. Sini ikut saya!" ucap pak Karan sambil narik lengan aku masuk ke dalam lift.
"Nggak usah ngantor tapi ditarik?" batinku.
"Udah selese ini mah! kalau hari dipecat besok makan apa akikah? gimana bisa bayar kosan? mana duit udah buat beli skincare mehong!" aku ngomong sendiri dalam hati sambil ngelirik sosok jangkung di sebelah yang masukin tangannya ke dalam saku celananya.
"Ini semua gara-gara Ridho! coba aja tadi dia nggak ninggalin aku di depan mesin absen. Kan nggak kayak gini ceritanya," aku menghela nafas pasrah dengan nasibku hari ini.
Nah, pas aku ngelirik ke tombol lift. Aku tertegun karena lantai divisiku sudah kelewat. Aku makin gusar melihat takdir apa yang ada di depan.
Ting
Lift terbuka. Pak Karan melangkah keluar, begitu juga aku. Namun, sesaat pria gagah itu menghentikan langkahnya dan berbalik badan.
"Ngapain kamu ngikutin saya? ruangan kamu kan bukan di lantai ini?" ucap pak Karan yang membuat aku cengo.
"Saya kira..."
"Hah! itu karena kamu kebanyakan ngelamun sampai lupa pencet tombol lift!" kata pak Karan yang berjalan ninggalin aku sendirian.
"Dia yang ngajak aku lagi yang salah! Lagian kenapa juga dia pakai lift karyawan? biasanya juga pakai lift khusus!" aku ngedumel sambil pencet- pencet tombol lift yang mendadak macet nggak mau kebuka.
"Masa iya rusak?" aku masih berusaha mencetin tombol anak panah ke bawah.
"Nggak mungkin kan aku lewat tangga darurat?" aku menengok ke belakang. Menatap tulisan Exit yang tak jauh dari tempatku berdiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
🤣🤣🤣🤭
2023-11-09
1
Zuhril Witanto
🤦🤦reva
2023-11-09
0
Aqiyu
MUKUS (MUka KUSut)malah kepergok si bos
2022-10-01
0