"Mereka mulai menyukaiku? siapa yang menyukai siapa? maksudnya apa ya, mbak Sena ngomong kayak gitu, nggak jelas!" aku ngomong lirih pake banget, sambil ngetuk-ngetukin pulpen diatas notes.
Lagi asik mikirin soal omongan mbak Sena sebelum aku berangkat tadi, eh aku ngerasa ada yang nyenggol lengan aku dan ambyar lah segala analisis yang ada di otakku yang tidak seberapa ini.
Aku melirik ke arah samping, ternyata si Ridho biang keroknya. Nggak puas cuma nyenggol lenganku aja, sekarang dia nyenggol juga pakai kaki. Nggak ada akhlak emang nih orang!
Aku menatap Ridho kesal, nah tuh orang ngomong nggak pakai suara, kayak orang lagi pantomim, nih si Ridho idup jaman kapan sih sebenernya? Kelakuannya aneh bin ajaib.
Karena sedari tadi aku cuekin, Ridho nyenggol kakiku lumayan keras, astaga nih orang bikin kesabaranku menipis. Kali ini Ridho ngomong pake bisikan setan, aku cuma denger ujung aja, 'ah' gitu. Aku pun menaikkan satu alis sambil ngomong.
"Apaan?" bisikku dengan penuh penekanan.
"Itu si Ridho kenapa dah bibir pake dimleyat-mleyotin begitu," lirihku sambil menggeleng ke arah tuh orang, gelengan kepala bukan kaya orang lagi ajep-ajep, tapi gelengan orang bingung. Nggak nangkep dia ngomong apaan. Sementara aku masih adu tatap sama Ridho, tuh orang sekarang malah nginjek ujung sepatuku.
"Aaaaawwwhh!" aku memekik kesakitan, nggak kira-kira si Ridho nginjek jempol orang, langsung nyut-nyutan nih rasanya.
"Ada apa Reva?" tanya pak Karan yang kalau dirumah suka dipanggil asa. kok bisa? Ya bisa karena namanya Karan Perkasa.
Wiiiidih, apakah dia memang pria perkasa? Nggak tau juga sih, yang jelas tuh orang belum kawin sampe sekarang.
Aku kedap-kedip persis kayak lampu di rumah yang hampir koit dan minta diganti.
"Reva!" seru pak Karan lagi, aku langsung ngusap ujung bibir, barangkali nggak sengaja ngiler karena terpaku pada sosok pria matang itu. Dia nyebut namaku bukan karena kenal, tapi karena dia baca tanda pengenalku, mana mungkin yang punya perusahaan kenal sama staf ecek-ecek kayak aku? Oh, big no!
"Reva! dipanggil, tuh!" bisik Ridho membuyarkan lamunanku.
"Ehm, maaf Pak! perut saya sakit, saya ijin ke toilet, permisi," ucapku sambil berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.
"Hampiiirrr ajah kena damprat!" aku bernafas lega setelah berada di luar ruang rapat.
Aku berjalan menuju toilet wanita, aku cek dulu tandanya sebelum masuk. Karena pernah tuh waktu keburu-buru, aku salah masuk toilet, untungnya pas nggak ada orang. Kalau ada yang mergokin kan dikira mau ngintipin orang berlainan jenis. Diiiih ogaaah!
Setelah menuntaskan ritual di toilet, aku berjalan menuju deretan wastafel di toilet itu dengan kaca yang super gede. Aku menggerai rambut, niat ingsun mau ngaca sambil benerin rambut gitu
"Gara-gara pak Tobi nggak masuk, nih! jadi berabe … bos ganteng jadi merong-merong perkara laporan nggak sinkron," ucapku sambil mendekat ke arah wastafel, tiba-tiba cincin yang aku pakai terasa hangat.
"Kenapa lagi nih cincin," aku berjalan sambil melihat jari manis di tangan kiriku, sebuah cincin berbatu merah.
Di dalam toilet ini ternyata aku nggak sendirian, di situ ada cewek yang pake rok pendek dan blouse tapi jadul banget, rambut digerai panjang. Dia menghadap ke arah cermin.
"Huuuuufhhh," aku menghela nafas, dan mulai membuka keran air. Namun aku baru menyadari bahwa cewek yang berdiri di samping aku ini, dari tadi tuh nggak ngapa-ngapain. Nggak sengaja aku liat, tuh tangan pucet banget kayak orang lagi sakit. Aku cuek aja cuci tangan, dan saat aku mendongak dan menatap cermin, disana aku hanya melihat bayanganku seorang diri. Aku mengucek mata, memastikan bahwa aku nggak salah liat.
Perlahan cewek itu memutar kepalanya, menampilkan wajahnya yang sangat menyeramkan, dia menyeringai bersamaan dengan cairan biru keluar dari mulutnya.
"Hihihihihihi," suara cewek itu melengking.
Maap itu dulunya dia keturunan darah biru apa gimana dah? Kok yang keluar darahnya biru, dia masih ketawa. Sementara lutut udah gemeter, tapi nih kaki nggak mau gerak.
"Aaaaaaaaaaaa," aku cuma bisa ngejerit.
"Hihihihihi," suara dia melengking.
Kita kayak lagi lomba jejeritan dalam toilet wanita. Suara cewek itu melengking, sementara tangannya berusaha menyentuh leherku.
"J-jangan, hush … hush pergi," ucapku terbata-bata, lebih mirip ngusir ayam daripada ngusir setan.
"Hihihihihi, akhirnya aku punya teman," ucapnya sambil bergerak dengan tangan yang terulur berusaha menjangkau leherku. Semua keran air terbuka, dan mengeluarkan cairan berwarna biru, dan baunya sangat busuk. Aneh, tapi mungkin setannya maunya gitu, biar beda dari yang lain.
Semakin dia maju, aku semakin mundur.
"Sa-sana per-pergi! a-aku bu-kan temanmu," ucapku lagi.
"Hihihihihi, temani akuuu, hihihihi, kemarilah, bukankah kau yang menarikku kesini? hihihihihi," ucapnya dengan lengkingan suara yang memekakkan telinga.
Dia tertawa lagi, seakan baru menemukan teman baru. Wajah yang pucat dengan mata yang melotot ke arahku. Bajunya terlihat sangat kotor dan basah.
"Aaaaaaaaaa!" aku menjerit saat dia semakin dekat denganku.
Aku langsung memutar tubuhku, berusaha meraih gagang pintu. Saat aku akan membukanya, tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu dari luar.
"Aaaawwwwh!" aku kejedot pintu, tanganku menutupi jidat jenongku yang sudah bisa dipastikan benjol.
Tanganku yang satunya ditarik oleh seseorang, dia ngajak aku kabur dari tempat itu. Aku masih pegangin jidatku yang nyut-nyutan, sedangkan sekilas aku hanya bisa melihat punggung lebar seorang pria yang ngajak ngos-ngosan berjamaah.
Ketika lagi kenceng-kencengnya lari, tuh orang tiba-tiba aja berhenti, aku yang rem kakinya belum di servis, akhirnya menabrak punggung pria yang sudah menolongku.
"Ridho?" aku terkejut, ternyata yang nolongin aku si Ridho padahal aku kan ngarepinnya pak Karan yang ngajak aku kawin lari. Ups, ngajak lari maksudnya, ah!
"Sini, ikut aku!" kata Ridho yang masih ngegandeng tanganku kenceng banget, menyusuri lorong kantor udah sepi.
Ridho ngajak aku kembali ke ruang rapat, tuh orang langsung ngelepasin tangaku dan dengan cekatan dia mengambil notes punyaku yang ketinggalan dan beberapa dokumen yang masih ada di meja.
Rapat yang dijadwalkan pagi, mendadak diundur sampe sore.
"Ambil tas dulu baru balik," Ridho lagi-lagi narik tanganku, aku manut aja tanpa banyak perlawanan.
Kita masuk ke ruangan divisi keuangan, disana terlihat kubikel-kubikel transparan, samar terdengar suara ceklak-cekluk kayak orang lagi ngetik.
"Nggak apa-apa," kata Ridho yang menyuruhku mengambil tasku di meja kerjaku, sementara Ridho memasukkan dokumen dalam laci meja kerjanya.
"Dho!" bisikku, aku melongok ke kubikel punya Ridho yang letakknya persis di sampingku. Aku menyambar tasku dan menghampiri Ridho yang juga sudah mengambil tasnya.
"Kalian bisa temani aku?" sebuah suara membuat aku dan Ridho kompak berbalik.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
linamaulina18
bukan cairan merah tah
2023-05-12
1
Styaningsih Danik
wes mulai ngeri2 sedep👍...seru ada lucu2nya jd gk begitu tegaang bacanya lho 😅
2022-12-30
1
Aya Vivemyangel
Gak jd sereeemmm yaa , tp q suka , gak tegang" amat 😂😂😂
2022-12-08
2