Kan bener di kontrakannya Ridho tuh hati bisa tentrem. Apalagi Mona rajin ibadah, sebelum tidur aja dia sempat- sempatnya ngaji.
Pagi buta begini, Mona udah bangun dan menghadap ke arah kiblat buat menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Ngerasa ditampar pake banget nggak, sih? Berapa banyak waktu yang aku lewatkan, bahkan bacaannya pun aku udah lupa. Wes angel angel...
"Assalamualaikum warohmatullah, assalamualaikum warohmatullah..." aku denger Mona ngucapin itu. Aku lagi tidur nyamping, dan aku juga denger kalau Mona mulai berdoa. Nggak ngerti dan nggak begitu kedengeran juga. Dan dari gerak-geriknya, tuh bocah kayaknya lagi ngelipet mukena.
Perlahan aku denger Mona buka pintu dan keluar dari kamar. Dan saat aku yakin Mona udah pergi, aku mulai bangun.
"Aku udah jauh banget kayaknya," aku ngomong sambil melihat kain berwarna putih yang dilipat dan digantung dengan hanger.
Aku berjalan dengan pelan, semakin dekat dengan kain itu. Tanganku terulur ingin menyentuhnya. Namun belum sempat aku lakukan, aku dikagetkan dengan suara grompyang dari arah dapur.
Aku langsung jalan ke arah sumber suara benda jatuh tadi. Dan aku melihat Mona sedang mengambil kaleng biskuit yang jatuh dan isinya sudah tercerai berai di lantai.
"Aku kira apa yang jatuh, Mon!"
"Hehehehehe ... maaf, Mbak! abis tadi mbukanya susah, eh malah loncat ini kaleng!" Mona nyengir.
"Udah, Mbak! biar aku aja, lagian kaki Mbak kan lagi sakit..." sambung Mona waktu aku mau mau ikutan mungutin biskuit yang Mona masukkan ke plastik berwarna hitam.
"Lain kali hati-hati, Mon! untung aku nggak lewat ya tadi? bisa benjol kepalaku kalau tiba-tiba kena kaleng melayang!"
"Hahahhahaha, nggak benjol paling bocor dikit!" Mona bisa aja nyeletuknya.
Sekarang tuh bocah udah selese mungutin biskuit yang dia buang ke tempat sampah sedangkan biskuit yang masih ada di dalam kaleng dia langsung pindahkan ke toples yang itu loh kunci dan kunci, nggak mau sebut merek ah!
"Mon? mas kamu udah pulang belum?" tanyaku pada Mona yang lagi nyapu sisa remahan biskuit.
"Udah, tuh motornya udah nangkring di ruang tamu," kata Mona.
"Terus? dia dimana?"
"Kamarnya, lagi shalat kayaknya..."
"Ya udah aku mau mandi dulu ya, Mon..." aku berbalik dan jalan ke kamar.
Lumayan lama aku ketemu sama air, karena aku harus berhati-hati supaya pelipis yang habis diobras, nggak kecipratan air. Setelah selesai, aku keluar dengan pakaian santai, ngeloyor pergi ke dapur. Aku lihat Ramona dan Ridho lagi bikin sesuatu.
"Masak apaan?"
"Kenapa nggak di dalem aja? bukannya kaki kamu masih sakit?" kata Ridho yang lagi motongin daun bawang.
"Iya masih, tapi lumayanlah..."
"Masak apa, Dho?" aku nanya lagi.
"Mas, aku ada kelas pagi. Aku mandi duluan, Mas yang lanjutin bikin sopnya, ya?" kata Mona yang ngibrit ke kamarnya.
"Sana gih mandi, bentar lagi juga mateng..." kata Ridho yang kini memasukkan potongan daun bawang itu ke dalam panci supnya.
"Dho! masak apaan? daritadi nggak nyaut kenapa, sih? kalau nggk suka aku disini nggak usah pake acara nyuekin dan kabur ke kontrakan orang. Hari ini juga aku angkat kaki, makasih udah mau aku repotin selama ini..." aku menatap matanya beberapa detik, lalu aku berbalik tapi dengan sigap Ridho langsung menarik lenganku. Jadi sekarang posisi kita cukup dekat, bikin jantung deg-degan dan tiba-tiba saja Ridho...
Ridho ngegetok jidatku pakai sendok sayur yang dia pakai buat ngaduk sop, "Aaaawhh!"
"Akibat kebentur kemarin kayaknya, ya? astaghfirllah ternyata separah itu, coba sini aku liat mana lagi yang benjol?" Ridho pegang kepalaku dia miringin ke kanan ke kiri nggak jelas.
Aku tepis tangannya, "Ih, ini kepala, Dho! main getok aja! sakit, tau..." kataku sambil usap-usap jidat rasa sayur sop.
Ridho naikin dua sudut bibirnya ke atas, melanjutkan mengiris tomat dan masukin ke dalam panci.
"Aku lagi bikin sop daging," kata Ridho yang kemudian mematikan kompornya.
"Aku bantu kalau gitu,"
"Nggak usah, daripada nanti rasanya berubah jadi sayur asem. Mending nggak usah, ya? aku lagi pengen makan enak, jadi mending kamu duduk aja disana," kata Ridho nunjuk kursi di meja makan.
Manusia kamfret ini langsung beberes sampah sayuran dan segala macamnya. Dan bikin dapur bersih lagi kayak sebelumnya.
Ridho bawa panci sayur ukuran sedeng itu ke atas meja ngelewatin aku yang masih ngejogrog di deket kompor.
"Nyebelin banget nih orang!" lirihku sambil mbuntutin Ridho.
Eh, yang dibuntutin malah balik lagi ke dapur. Sabodo teuing lah, aku milih duduk aja. Lagian capek juga berdiri ngeliatin orang itu.
Nggak lama, Ridho balik lagi bawa piring dan kawan-kawannya.
"Va..." Ridho manggil rada lembut. Wuih, tumben!
Dia narik kursi dan kita sekarang duduk berhadapan.
"Va..." Dia manggil lagi.
Aku berusaha biasa aja, "Apaan?"
"Sampai kapan kamu rencananya nginep disini?"
Aku buang nafas, "Ya ampun, Dho! baru juga nginep bentar udah ditodong pertanyaan kayak gitu," aku liat Ridho kesel.
"Kebiasaan tarik gas tapi lupa ngerem, nih! jawab dulu napa sih, Va. Kamu kan udah janji bakal jawab semua pertanyaan aku yang kamu bilang 'ciiiiil' itu?"
Aku kicep dan aku lupa akan janjiku kepadamu semalam.
"Ya, aku mungkin agak lama, ya?" aku mikir-mikir sambil ngetukin jari di bibir.
"Lama? kamu nggak niatan nginep disini sampai sebulan, kan?" mata Ridho langsung bulet, dia condongin badan ke depan liat aku yang nyengir kemudian.
"Ya gimana..."
"Astagaaaaaaaa!" Ridho langsung sandaran di punggung kursi sambil ngusap mukanya kasar.
"Sabar ya, Dho..."
"Kenapa harus disini, Revaaaaaaa..." seru cowok cool ini yang kayaknya udah geregetan sama tamunya yang nggak tahu diri.
Aku tegakin badan, "Ya karena cuma disini aku nggak ngalamin sesuatu yang aneh. Aku bisa tidur dengan nyenyak walaupun kebangun karena digigit nyamuk-nyamuk sialan itu. Tapi it's okay, nanti aku bisa tepokin mereka pakai raket nyamuk,"
"Aku mending bentol daripada bonyok, Dho!" sambungku, dan keliatan wajah Ridho yang setres.
"Ya Allah, kenapa juga punya temen yang ngerepotin kayak giniiiiii," Ridho ngeluh.
"Udah takdir, Dho. Kamu yang sabar, ya?" aku ngomong sambil nahan ketawa.
"Kamu tahu kan aku tinggal sama Ramona? dan dia adek aku,"
"Iya, tau! kan kamu udah pernah cerita itu sebelumnya," jawabku santuy.
"Kalau aku tinggal sama dia kan nggak apa-apa karena kita saudara kandung,"
"Ya, teruuuus?" aku ngetokin kuku di meja, menunggu apa lagi yang akan dilontarkan makhluk yang satu ini.
"Hadeuuuh, aturan aku tinggalin aja kamu di rumahnya pak Karan! astaga, kenapa juga aku jemput kamu? setan apa yang sudah merasukiku?" kata Ridho frustasi.
"Dih, kok gitu sih, Dho? lagian udah kewajiban kita sesama manusia buat saling tolong menolong, ingat pelajaran PPKN waktu SD, Dho!"
"Revaaaa!" Ridho ngurut pangkal hidungnya yang mancung itu.
"Nyebut, Dho ... nyebuuuuut..."
Tiba-tiba aja Ridho geplak tangan di meja," Oke deh, pertanyaannya ganti!"
"Apa yang bikin kamu digangguin? dan kenapa mereka semua tertarik sama kamu?" sambungnya.
"Phone a friend bisa, Dho? atau fifty:fifty?"
"Astagaaa Revaaaaa ini bukan kuis!" Ridho tereak.
"Hahahhahahahhaha," aku ketawa liat muka Ridho yang kesel banget.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
di tanya bener jawabnya nyebelin
2023-11-09
0
Winna
Wkwkwk ada ya menungso koyo reva??😂😂😂 nyebahi abiissss deeehh🤣
2023-04-07
0
Aqiyu
Reva ga ada aqlaq....
repotin temen bae..... kasihan Ridho harus ngungsi tiap malam
2022-10-01
0