"Minum dulu, Pak..." kata Ridho sambil menunjuk cangkir yang berisi teh hangat.
"Terima kasih," kata pak Karan dingin.
"Bapak bisa ngoles obat sendiri kan, Pak?" ucap Ridho menyeringai. Pengen ditabok banget itu mukanya Ridho.
Pak Karan nggak ngejawab. Fia padti kesel banget tapi gimana lagi? Ridho kan yang nolongin
Kalau aku cuma ngelirik aja, muka ku yang cantik dijadiin samsak sama dia. Untung aja hidung nggak pindah ke pipi.
"Kenapa?" tanya Ridho.
"Nggak ada," aku mengalihkan pandanganku dari pak bos.
"Mona dimana?" tanyaku. Karena daritadi adeknya Ridho itu nggak nongol.
"Lagi nginep di kosan temennya..."
"Awh! pelan-pelan, Dho! aku tau kamu dendam kesumat sama aku tapi ngebalesnya jangan kayak gini juga kali. Perih tau nggak, sih!" aku menjauhkan kepalaku dari tangan Ridho yang sekarang sedang mengobati jidatku yang luka.
Aku bisa lihat tuh pak bos minum sambil matanya ngelirik ke aku dan Ridho. Mau di SP kek mau dipecat sabodo amat!
"Ya udah, nih kamu oles sendiri. Aku mau mandi dulu," kata Ridho, tuh orang maen ngeloyor aja ninggalin aku sama manusia batu.
Aku mengambil hape, dan membuka aplikasi kamera. Melihat betapa mengenaskan wajah ini.
Pak bos yang wajahnya nggak kalah bonyok pun beranjak dan duduk di sebelahku. Aku yang takut digebuk lagi pun langsung menghindar.
"Maaf," kata pak bos sambil narik lenganku supaya duduk lagi.
"Gimana gimana? dia minta maaf? oh, tidak semudah itu buldoser! muka aing, dan segala kecantikan yang haqiqi ini langsung hancur seketika di tangan dirimu, Pak!" batinku mulai nyap-nyap. Mataku menatap tajam pak bos yang kayaknya nyesel, gitu.
Aku lepasin tangannya dari lenganku. Takut tau-tau kumat kan siapa tau, kan? waspada permisah!
"Saya tidak tau kenapa saya ada di tempat itu dengan kamu. Saya benar-benar tidak ingat," kata pak Karan yang sepertinya sulit sekali mengeluarkan kata-katanya.
Orang yang biasa mengintimidasi para karyawan dengan tatapannya kini hanya seperti orang yang bingung.
"Yang aku tau iya ada orang tidur sambil jalan, sleep walking gitu. Tapi ini ada orang nyetir mobil, nelfon aku terus nggebukin aku dan dia nggak sadar sama sekali? masuk akal nggak sih?" aku ngomong dalam hati.
"Tolong jangan diam! aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi," tanya pak Karan.
Aku males ngeladenin nih orang. Udah nanya tapi maksa, udah gitu maksanya nggak enak.
"Tolong..." dia ngomong lirih sekarang.
Aku buang nafas, sebelum aku menceritakan apa yang terjadi. Dari mulai dia nelfon aku sampai dia hampir ngebuat aku kayak begini. Pak karan shock, dia meremas kepalanya dia berusaha mengingat tapi tidak bisa.
"Mau di jambak sampe botak juga kalau Bapak tidak ingat ya sudah tidak perlu dipaksa, Pak!" aku menangkap tangannya agar berhenti menjambak rambutnya.
"Saya janji akan memperbaiki wajah kamu. Nanti orang kepercayaan saya yang akan mengurus semuanya, aku akan jamin luka di wajah kamu tidak akan berbekas," pak Karan minta maaf lagi sambil menyentuh sudut bibirku yang habis diolesi obat.
"Ssshhh! Orang lagi luka malah dipegang, sakit kuyang!" aku cuma bisa mengumpat dalam batin yang terdalam.
"Ehem..." Ridho berdehem. Pak bos segera menjauh, aku melihat Ridho duduk bersebrangan denganku.
"Maaf, Pak! saya sudah membuat mobil anda rusak, saya harap Bapak tidak menuntut kerugian," ucap Ridho.
"Oh, tidak! saya tidak akan mempermasalahkan itu. Saya malah berterima kasih kamu datang disaat yang tepat," jawab pak Karan.
"Sejujurnya, saya tidak ingat apapun..."
"Apa tidak ada sedikit pun yang Bapak ingat?"
"Yang saya ingat saya sedang di kantor,"
"Selain itu..."
"Saya merasa ada sesuatu yang panas dan bergetar dari dalam saku jasku, lalu saya arrrghhh..." pak Karan memejamkan matanya berusaha mengingat sesuatu.
"Apa yang ada di dalam saku Bapak?" tanya Ridho, sedangkan aku hanya diam memandang orang yang duduk disampingku.
"Cincin! ya, cincin..." kata pak Karan yang kemudian merogoh saku jasnya dan mengeluarkan cincin batu merah.
Ketika kedua orang utu sedang menatap sebuah cincin bertahtakan berlian itu, tiba-tiba ponselku berdering.
"Karla?" gumamku. Dia menghubungiku lewat panggilan video.
"Ya, halo..." sapa ku saat melihat wajah Karla di layar hape.
"Hai, Va! muka kamu kenapa? kok pada lebam gitu?" tanya Karla.
"Ehm, itu ... jatuh dari motor," ucapku berbohong, pak bos melihatku begitu pun Ridho.
"Siapa yang jatuh dari motor, La?" tanya seorang wanita paruh baya pada Karla.
"Temen Karla, Bu. Namanya Reva..." kata Karla menjawab pertanyaab ibunya.
"Ibu kamu sudah sembuh, La?" tanyaku pada Karla.
"Udah, kok! makanya aku ngehubungin kamu, kali aja kamu mau nitip jajanan apa gitu..." kata Karla.
Dan tak sengaja ibu Karla lewat di belakang Karla yang sedang duduk di kursi. Dan tak sengaja wanita itu melihat ke kamera.
"Masya Allah!" Dia berteriak.
Dan tiba-tiba kamera Karla mengarah ke langit-langit sedangkan yang aku dengar Karla sedang berlari ke arah ibunya.
Beberapa saat sorot kamera mengarah lagi pada wajah Karla.
"Ibu kamu kenapa, La?"
"Sorry, Va! nanti aku telfon lagi, dah!" Karla langsung mematikan sambungan video call.
"Kenapa?" tanya Ridho.
"Nggak tau!" aku angkat kedua bahu.
"Kembali ke masalah cincin. Sebaiknya kita pikirkan lagi besok. Sekarang lebih baik kita istirahat," ksta Ridho.
Aku tidur di kamar Mona. Kalau si bos nggak tau tuh menclok dimana. Badanku sakit semua, mau tidur juga susah. Beberapa kali aku mengganti posisi, juga nggak berhasil merem.
"Malahan nggak bisa tidur," aku akhirnya duduk sambil buka aplikasi chat.
Aku buka pintu, pergi ke dapur. Rasanya pengen bikin minuman yang panas. Aku mulai mengobrak-abrik persediaan makanan Ridho dan Mona.
"Kamu nyari apa?" tanya seorang yang berada di belakangku.
"Nyari teh atau kopi, Dho"
"Nggak ada disitu, oncom!" kata Ridho yang balik lagi nyebelinnya.
"Nih," Ridho nyodorin sekotak teh celup, "Deuh tamu tamu, bisa banget glatakan malem-malem..."
"Nggak bisa tidur?" Dia nanya lagi. Aku langsung ngangguk.
Aku mengisi air dalam ceret, lalu menaruhnya diatas tingkringan kompor.
"Nggak dinyalain mana bisa mateng?" Ridho langsung nyeklekin tuh pematik kompor.
Aku manyun, "Nggak bisa bayangin yang jadi istri kamu pasti puyeng ya, Do? suaminya ngomel bae," dan aku pun ngekek.
"Kalau yang jadi istri modelan kayak kamu, siapapun pasti emosi, Va!"
Ridho langsung matiin kompor saat air sudah mendidih, dia bikin dua gelas teh anget. Dia nyodorin satu buat aku.
"Dia nggak balik ke rumahnya?" aku nanya ke Ridho.
"Maksud kamu pak Bos?" Ridho jawab setelah satu seruputan mendarat di tenggorokannya.
"Iya lah, siapa lagi..."
"Nggak. Dia kayaknya ngerasa bersalah sama kamu, makanya dia nggak pulang dan nginep disini..." jelas Ridho.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
apa ibu Karla liat sesuatu ya...jadi merinding
2023-11-10
0
Zuhril Witanto
asal gak di pencet aja 🤣
2023-11-10
0
Zuhril Witanto
🤣🤣🤣
2023-11-10
0