"Kami sedang buru-buru," ucap Ridho yang memberi kode bahwa itu bukan suara manusia. Aku ketakutan, tapi Ridho memberi isyarat kalau aku nggak boleh takut. Suara tuts keyboard terdengar lagi, seperti seseorang yang sibuk mengetik sesuatu.
"Aku harus lembur, dan aku takut disini sendirian," ucap wanita itu dingin. Aku menatap Ridho takut. Pria itu menaruh telunjuk di bibirnya, menyuruhku untuk tidak bersuara.
"Maaf tapi kami harus pergi," jawab Ridho, aku kesel kenapa juga si Ridho pake ngejawab tuh suara.
"Tapi aku ingin kalian temani!" suara itu menggema sebelum sebuah meja terbalik dan kertas-kertas berhamburan.
Ridho menarik tanganku untuk keluar dari ruangan sementara lampu di ruangan itu kedap-kedip dibarengi dengan suara lengkingan dari makhluk tak kasat mata yang begitu senang melihat kami yang seketika berlari menjangkau pintu.
Ridho segera membuka pintu dan mengajak aku lari dari kenyataan. Sepatuku yang tingginya alaihim gambreng pun malah bikin masalah. Aku nggak bisa mengimbangi langkah kaki Ridho yang panjang, alhasil aku kesleo.
"Aaaaaawwwwww," aku memekik kesakitan. Tanganku terlepas dari Ridho.
"Elah nyusahin aja nih Reva!" Ridho berbalik namun, sebelum Ridho berhasil membantuku berdiri. Ada tangan yang mencengkram kakiku yang sedang terkilir itu, tangan itu menarikku ke belakang dengan kuat.
"Ridhooooo!" aku menjerit, tanganku mencoba menggapai Ridho yang juga meneriakkan namaku.
"Revaaa!" Ridho langsung lari melihat aku yang terseret menjauh darinya. Ridho langsung berlari mengejar aku yang semakin terseret, nih hantu kurang ajar banget dikira aku pelepah pisang yang sering dimainin anak-anak apa ya?
"Aaaaaa, Ridhooooo!" tanganku terulur mencoba menggapai Ridho.
"Vaaaaaa!" teriak Ridho, sementara setan jin atau sebangsanya yang lagi menarikku malah cekikikan, kesenengan kayak bocah lagi main kejar-kejaran. Aku masih teriak, mencoba menggapai Ridho yang mencoba mengejarku.
"Aaaaaarrghhhh!" Ridho nge gasruk sambil mencengkram tanganku.
Entah mendapat kekuatan dari mana tuh si Ridho yang berhasil menarikku dengan sekuat tenaga, sampai berasa mau copot nih tulang belulang dari badan. Dan seketika tangan yang mencengkram kakiku mendadak hilang.
"Hhhhhh, hhhh," aku ngos-ngosan nggak karuan. Tanpa sadar aku nyungsep di pelukan Ridho, nafas kami memburu. Aku bisa mendengar suara detak jantung Ridho yang udah mirip kayak tabuhan bedug pas malam takbiran.
"Sorry," ucap Ridho sok pake bahasa belanda, eh. Ridho menjauhkan aku dari pelukannya, tapi aku malah nemplok lagi sambil ekor mataku lirik kesana kemari.
"Aku takut," aku tetap memeluk Ridho yang malah berusaha ngelepasin aku yang nempel kayak permen karet.
"Mereka udah nggak ada, lebih baik kita cepetan pergi dari sini," ucap Ridho, aku tetep dengan posisi menempel.
"Ya udah, ayo cepetan pulang!" aku semakin nyungsep.
"Lepasin dulu combrooo! aku nggak bisa gerak ini!" Ridho melihat tanganku yang masih ngelingker di badannya.
"Iya iya, ih!" aku ngelepasin Ridho, dia mulai bangkit. Nah ketika aku mau berdiri, mendadak kaki kerasa nyeri.
"Aaaaww!" aku kesakitan, ya iyalah orang abis ditarik sama syaithonirrojim.
Ridho yang ngeliat aku yang kesakitan, langsung bantu aku buat berdiri. Ridho secepat kilat membuka sepatuku.
"Nih, pegang!" Ridho ngasih aku tuh sepatu yang haknya bisa buat ngulek sambel.
"Pake!" Ridho nyuruh aku pakai tas punggungnya. Aku nurut aja daripada aku digeprek sama Ridho.
"Cepetan, naik!" Ridho menawarkan punggungnya, dia berjongkok di depanku memintaku buat naik ke punggungnya. Tanpa pikir panjang aku mulai nemplok ke punggung Ridho dan melingkarkan tanganku di lehernya, sementara tangannya membawa tasku yang lumayan kecil.
Situasi udah beneran sepi, perasaan waktu aku keluar dari ruang meeting belum jam 4 sore, loh kok ini udah pada ilang semua manusia? tinggal aku sama Ridho yang masih menyusuri lorong kantor. Mataku sambil lirik sana-sini, sedikit cemas. Ridho kayaknya paham kalau aku lagi mode siaga.
"Va? ada yang mau aku tanyain," Ridho tiba-tiba nanya waktu kita naik lift. Ridho sesekali mengguncang tubuhku, memperbaiki posisi gendongannya supaya nggak melorot kaya kolor yang udah uzur.
"Apa?" tanyaku penasaran.
"Nanti aja, nanti ada yang denger terus ngintilin kita kan berabe. Aku udah capek, pegel juga! mana berat banget lagi, aku curiga kamu kebanyakan dosa, Va! makanya nih punggung aku udah kayak gendong bayi gajah," Ridho komen soal berat badan, aku nggak ngomel kok. Aku cuma ngencengin tangan aku di lehernya dia.
"Ukhhhh!" Ridho kecekek, aku kendorin lagi tanganku yang masih melingker di lehernya.
"Sorry, sengaja!" ucapku santai.
"Kalau ngulangin lagi kayak tadi, aku turunin terus aku tinggal kamu disini sendirian," ancam Ridho supaya aku nggak macem-macem.
"Ihh, apaaan sih, Dho! nggak lucu tau nggak!" aku nemplok di punggung Ridho posesif.
Setelah lift sampai di lantai terbawah, pintu besi pun terbuka. Ridho keluar sambil gendong aku yang masih nemplok dengan nyamannya. Sementara tangan Ridho ribet bawa tas punyaku.
Ridho lalu menurunkan aku, dia memegang pinggangnya yang pasti pegel minta ampun.
"Kita jalan sampai sana, udah deket kok!" ucap Ridho menunjuk sebuah motor di parkiran.
"Sepatunya nggak usah dipake, udah gitu aja…" ucap Ridho.
Dia menarik pinggangku dan memapahku menuju parkiran basement yang udah sepi icikiprit.
"Makanya pakai sepatu nggak usah tinggi-tinggi, mau nyamain tiang bendera apa gimana, sih? kalau kayak gini kan malah nyusahin!" Ridho ngomel-ngomel.
"Ngomel mulu sih, Dho! orang lagi sakit juga," ucapku kesal, aku nggak ada tenaga buat balik ngomel.
Ridho sang pahlawan kesorean lagi ngidupin mesin motornya, aku sih ngerasa ada yang lagi liatin. Tapi entah manusia atau bukan ya…
"Reva? kamu Reva, kan?" suara pria yang aku kenal, aku mulai celingukan dan melihat pria gagah itu berdiri tak jauh dari tempat kami.
"Pak Karan?" gumamku, aku nyenggol Ridho supaya berhenti nyalain motor.
"Apa, Va? kebakaran?" tanya Ridho yang pikirannya entah lagi menclok dimana, atau kuping dia rada bebel, nggak tau juga.
"Pak Karan, bukan kebakaran!" bisikku penuh penekanan.
"Kamu kenapa? maksud saya kalian kenapa?" tanya pak Karan yang berjalan mendekat. Ridho mulai ngeh kalau ada orang selain kita berdua. Ridho menoleh pada sumber suara, lalu memperhatikan bosnya dari atas sampai bawah.
"Untung, manusia…" ucap Ridho lirih tapi masih kedengeran sama kupingku ini.
"Kalian kenapa?" tanya pak Karan yang ngeliat aku agak pincang.
"Kita…" aku mikir, nggak mungkin aku ngomong kalau abis di kejar setan, kan? dia nggak akan percaya.
"Nggak sengaja kepleset, Pak! lantainya licin makanya kita berdua jatuh tadi," ucapku berbohong, Ridho cuma ngelirik ke aku.
"Oh! daripada naik motor, kalau mau kamu bisa ikut mobil saya," ucap pak Karan nawarin antara niat dan nggak niat.
"Ehm," aku mikir sambil liat Ridho yang juga ngelirik aku.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
🤭🤭🤭
2023-11-09
2
Zuhril Witanto
serem sih tapi kocaknya itu malah bikin ketawa ..
2023-11-09
1
Zuhril Witanto
serem nih
2023-11-09
1