Aku lepas cincin bermata merah itu dan meletakkannya di meja. Aku dorong ke arah Ridho.
"Cincin?" ucap Ridho heran. Dia mengambil cincin itu dan melihat setiap detailnya.
"Iya, aku nemuin ini waktu gathering, nggak jauh dari tempat out bond. Ngegeletak gitu aja di rumput..."
"Aku awalnya mau kasih pengumuman, nih cincin punya siapa gitu. Tapi karena Karla manggil aku buat naik flying fox jadi lupa. Pas di bus juga kayaknya nggak ada yang ribut kalau ada yang kehilangan perhiasan. Kalau ini punya temen kita, pasti dijamin udah pada riweuh kan nyari ini barang. Tau nggak, Dho? itu cincin bukan sembarang cincin. Di samping batu merahnya yang langka, itu juga ada butiran berliannya. Kenapa aku bisa tau? karena aku sempet ngecek nih cincin di toko perhiasan," penjelasanku ngebuat Ridho melongo.
"Astagaaaaaa..." seru Ridho.
Dia lanjut ngomong, "Kamu tau nggak? kamu udah ngambil barang yang bukan punya kamu?"
"Ralat Dho, aku itu nemu bukan ngambil! beda konteksnya Bambang!" aku ngegas. Aku nggak terima banget dia ngomong aku ngambil, kek kesannya aku itu nyolong barang orang gitu. Kan kesel jiwa raga aing!
"Intinya kamu membawa sesuatu yang bukan barang kamu, itu aja udah salah Reva!" kata Ridho menatap mataku dengan tajam.
"Iya iya udah iya salah," aku lipet tangan depan dada, sambil ngelirik cincin yang ada di tangan Ridho.
"Dan sejak kamu pulang dari gathering, kamu bisa ngeliat makhluk ghoib?
"Ya..." aku jawab dengan wajah yang asem banget.
"Berarti emang ada sesuatu yang nggak beres, dong!"
"Otakmu yang nggak beres, Dho!" aku nyeletuk.
"Kamu bilang apa barusan?" cowok satu itu memicingkan matanya.
"Nggak. Nggak ada..."
"Aku ngomong sama Ridho nggak ya kalau cincin itu sebenernya punya pak Karan?" suara batinku keluar sambil sesekali melihat Ridho yang masih memperhatikan cincin itu.
"Gini deh, karena ini cincin disinyalir menjadi cikal bakal kesengsaraan aku karena ditemplokin mulu sama kamu, jadi biar aku yang simpan cincin ini. Sampai kita menemukan pemilik aslinya," kata Ridho yang memasukan cincin itu ke dalam saku celana pendeknya.
"Tapi, Dho..." aku berusaha berdiri dan merebut kembali cincin itu. Tapi Ridho gerakin tangannya nunjuk ke kursi, dia nyuruh aku buat duduk lagi.
Astaga, kebangetan nyebelinnya si Ridho emang. Aku duduk dengan raut wajah yang udah pasti asemnya nggak ketulungan. Nggak sampai disitu aja, Ridho juga nanya hubungan aku sama pak Karan. Kan combro banget!
"Oke pertanyaan selanjutnya, kenapa kemarin kamu bisa sama pak Karan?"
"Kan kemarin aku udah bilang kalau dia itu nemuin aku di tangga darurat. Lagian aku benjol kayak gini juga gara-gara kamu nggak mau dimintai tolong, coba waktu itu kamu mau naik bentar. Kan nggak kejadian aku di kejar setan-setan itu..." aku jawab seadanya.
"Dih, nyalahin orang!" Ridho nggak terima.
"Lagian harus banget gitu nginep di rumahnya?" lanjutnya.
"Dia itu..." ucapanku terpotong dengan hadirnya Ramona yang muncul dengan pakaian rapi.
"Mas..." Dia manggil mas kupretnya ini.
"Minta duit jajan!" Mona nadahin tangannya ke arah kangmasnya yang menyebalkan ini.
"Bentar, aku ambil dompet dulu. Kamu sarapan aja. Mon! jangan suka kebiasaan nunda sarapan, ntar kamu bisa kepleset di tangga dan benjol kayak tuh orang!" Ridho bangkit dari kuburan, eh bangkit dari kursi terus ngeloyor ke kamarnya.
"Kenapa manyun, Mbak?" tanya Mona yang naikin satu alisnya. Dia mulai ngisi piringnya dengan nasi dan sop.
Aku nanya Mona, "Kamu kok udah siap? emang ini jam berapa?"
"Hampir 7. Aku ada kelas jam 8 pagi, dosennya killer, jadi nggak boleh telat!" kata Mina sambil nyuapin mulutnya dengan nasi yang sudah bercampur dengan kuah dan potongan daging.
"Astaga, hari ini kan aku mau ngadep pak Karan! Dia juga nggak kalah nakutinnya kayak dosen killer kamu di kampus, Mon!" ucapku yang langsung berdiri.
"Aku tinggal dulu ya, Mon!"
"Hati-hati, Mbaaak!" ucap Mona setengah teriak.
Aku harus merelakan tuh cincin di pegang Ridho. Aku nggak tahu kenapa tuh orang bisa sebegitunya. Sekarang kita berdua udah di kantor. Setor muka dulu di mesin absen. Lumayan juga kalau sebulan nggak pernah telat bisa dapet uang kerajinan. Bisa buat beli kuota unlimited.
"Dho, jangan cepet-cepet!"
"Aku nggak cepet, tapi kamu nya yang lelet!" celetuk Ridho.
"Kaki masih sedikit sakit, Dho! tungguin napa, Dho..." Aku mengejar langkah Ridho yang panjang. Dan tiba-tiba aja dia berhenti.
"Nyusahin," satu kata yang meluncur dari bibir cowok kamfreto ini.
"Jangan gitu. Kan kita temen, Dho..." kata ku yang ngintilin Ridho masuk ke dalam lift.
"Dho...?"
"Hem..."
"Kamu bawa cin..."
"Cinta?" serobot Ridho.
"Cinta cinta, cincin combro!" kesel banget lih denger celetukannya Ridho.
"Yups!" kata Ridho sambil menepuk saku celananya.
"Jangan coba-coba mau ngambil! atau tangan kamu aku pelintir!" ancam Ridho. Tahu aja si Ridho niat terselubungku!
"Kamu nggak kenapa-napa, Dho?" aku mencoba mengalihkan perhatian Ridho. Tujuanku mrngambil kembali cincin itu. Bisa dibayangkan, kalau dijual harganya bisa bikin kaya mendadak.
"Kenapa maksudnya?" Ridho ngangkat punggung tangannya ngeliat jam tangan.
"Kamu nggak ngerasain sesuatu yang aneh?" aku nanya lagi, tanganku udah mau mendekat ke arah saku yang tadi sempat Ridho tepuk.
"Ehm, ya sedikit..."
"Liat setan?" ucapku setengah berbisik.
"Nih, setannya ada disamping aku pakai blazer item!" jari telunjuk Ridho nunjuk aku. Lalu tangannya langsung menangkap tanganku yang hampir saja berhasil menelusup ke sakunya.
Tanganku ditarik keluar dari kotak besi itu. Kita udah sampai di lantai paling atas.
Dia melepaskan tanganku saat hampir sampai di ruangannya pak Karan. Ridho mampir ke mejanya mbak Indri.
"Udah ditunggu tuh di dalem," kata mbak Indri.
"Oke, makasih ya, Mbak..." ucap Ridho.
Ridho nyamperin aku yang berdiri di depan ruangannya pak Karan persis kayak patung selamat datang.
"Yuk masuk!" ajak Ridho yang udah pegang handle pintu.
"Takut, Dho..." kata ku sambil menggigit bibir bawah.
"Udah biasa ketemu setan, kan? pak Bos mah nggak ada apa-apanya dibandingkan setan yang ngejar-ngejar kamu," kata Ridho berbisik di telingaku, takut kedengeran mbak Indri kayaknya.
"Kita mau diapain ya, Dho?" aku mencegah Ridho buat buka pintu.
"Yang jelas bukan untuk dikawinin," celetuk Ridho.
"Serius dikit napa, Dho!" aku ngegeplak lengan Ridho.
"Makanya masuk dulu mbak Reva Velya..." Ridho mulai lebay.
Kemudian Ridho mengetuk terlebih dahulu sebelum membuka pintu. Dan aku tarik nafas dulu sebelum melangkah mengikuti cowok dengan otot bisep bikin bajunya makin ketat aja.
"Selamat pagi, Pak..." ucap Ridho yang memakai kemeja slim fit berwarna merah darah.
"Selamat pagi. Silakan duduk," kata pak Karan yang menunjuk sebuah sofa berwarna tosca.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
🇮 🇮 🇸 🏴☠️
Dua sompelak 🤣
2022-02-27
3
Zendra
org gans mampir 🥴
2022-02-25
2
Nhae Zhiro
oh mulanya mau buat pengumuman ternyata tentang cincin
2022-02-25
1