Hay para reader kesayangan.. Jodoh KEDUA ikut lomba battle. Mohon dukungan like, komen, dan vote ya.. salam bahagia dari emak..
Senang, semangat, haru bahkan sedih, menjadi perasaan yang hadir dalam hidup. Tidak terkecuali dengan rasa kecewa, yang bisa hadir karena orang lain ataupun dari diri sendiri. Seakan menjadi sahabat yang sulit dipisahkan, kekecewaan pun bisa datang tanpa kita sadari.
Kecewa adalah saat kamu merasakan kehilangan, meskipun kamu tidak memilikinya sejak awal. Harry rasa itulah kekecewaannya sekarang, rasa kehilangan untuk sesuatu yang belum dimiliki.
Tepat dengan yang dikatakan *William Shakespeare*. "Ekspektasi merupakan akar dari segala sakit hati."
Harry menghela nafas panjang. Mencari ketenangan atas apa yang baru ia dengar tadi.
"Jangan khawatir Harry.. Bukankah di dalam QS.Al Insyirah ayat 5 mengatakan : Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan."
"Baiklah.. kita manfaatkan waktu tiga bulan untuk mendapatkan hati Ayu. Semangat." Pemuda itu memberi semangat pada dirinya sendiri walau ada rasa kecewa dengan perkataan Fadia dua jam yang lalu.
\*\*\*\*
*Dua jam yang lalu di rumah Fadia*.
"Ehem.." Rudi berdehem.
Seketika semua menjadi berfokus pada Rudi. "Dek Fadia.. Abang kesini bermaksud untuk melamar adek Fadia sebelum abang membawa keluarga abang melamarmu ke mbak Fatin."
"Apa?"
Semua terkejut mendengar suara lantang itu. Ya suara itu berasal dari bibir Harry yang refleks saat terkejut mendengar kalimat lamaran Rudi.
"Ah maaf. Lanjutkan." ucap Harry ketika sadar kelakuan nya bisa menimbulkan curiga. Ia kembali dengan wajah tenang namun hati sudah tidak karuan.
Di lihatnya Fadia yang juga sedang menatap kearahnya dengan mata memerah.
"Aku belum bisa kasih jawaban karena aku sendiri bingung. Tapi aku tidak boleh egois. Aku butuh seseorang yang akan menjadi ayah anakku. Jadi, aku sudah buat keputusan. Tiga bulan. Aku kasih waktu tiga bulan untuk memenangkan hatiku." terang Fadia panjang lebar dengan menatap Harry. Entahlah.. rasanya sakit mengucapkan hal ini.
"Syukurlah abang senang dengarnya dek." kata Rudi.
"Tapi ingat bang. Yang dekat dengan ku bukan hanya abang, jadi siapapun yang ku pilih tiga bulan mendatang ku harap abang bisa terima jika bukan abang yang ku pilih." jelas Fadia lagi.
Rudi mengangguk mengerti. "Baiklah. Abang pulang dulu. Mau kasih kabar ibu dirumah. Assalamualaikum." Rudi pergi dengan hati gembira. Setidaknya ada kesempatan untuk bisa mendapatkan Fadia.
Setelah terdengar suara sepeda motor Rudi melesat pergi dari rumah Fadia, suasana ruang tamu itu senyap. Tidak ada yang ingin memulai bicara.
Fadia yang cemas, Harry yang menahan emosi, Elsa yang bingung harus bagaimana.
"Kenapa kamu kasih harapan pada Rudi Yu?" tanya Harry dengan lembut.
Fadia menoleh melihat Harry dengan intens. "Gadhing butuh ayah. Semua demi Gadhing." jawab Fadia lirih membuang muka sembarang arah.
Elsa merasa kehadiran nya mengganggu akhirnya pergi tanpa permisi.
"Kan sudah aku katakan Yu. Mengaduhlah padaku dan bergantunglah padaku Yu.. Terlebih itu tentang Gadhing."
Fadia menggeleng. "Kamu tidak akan mengerti Harry."
"Aku tanya, apa yang tidak aku mengerti? tolong kasih tahu aku. Kamu selalu mengatakan aku tidak akan mengerti jika masalah Gadhing." Harry masih berbicara dengan lembut, ia tidak ingin membuat Fadia takut padanya.
Fadia hanya menggeleng. Lidahnya keluh untuk mengatakan isi hatinya.
"Tidak ingin cerita?" tanya Harry.
Fadia mengangguk lemah masih dengan menundukkan kepala.
"Aku sayang kamu Yu. Dan ajakan nikah tadi siang itu aku serius." ucap Harry pasti dan tegas.
*Deg*
Fadia mendongak menatap Harry serius untuk mencari sebuah kebohongan. Tapi apa? bahkan tatapan Harry menjadikan ia mabuk kepayang. Tatapan cinta yang sama seperti tatapan nya saat menatap Harry.
"Sundari?"
"Aku sudah selesai Yu. Saat pulang kampung aku menyelesaikan hubungan ku dan sudah saatnya aku menjemputmu."
Fadia tersenyum kecut. "Pelampiasan kah?"
"Tidak Yu, kamu lah yang ada di hatiku."
"Dengarkan aku Harry.. Aku tidak percaya. Hubungan tujuh tahun kalian pertahankan dan melepaskan nya dengan mudah? itu sulit di percaya. Maaf sekalipun itu benar, aku tidak mungkin memilih mu."
"Ke-napa Yu?"
"Ya itu tadi, pelampiasan. Aku tidak ingin menjadi bayang-bayang masa lalumu. Aku janda beranak satu Harry.. carilah yang masih gadis."
Harry terdiam. Inilah yang membuat ia tidak ingin terburu-buru. Di sangka menjadi pelampiasan. Padahal tidak sama sekali.
"Baiklah.. Terserah kamu mau katakan hal buruk apapun. Tapi aku minta, izinkan aku menunjukkan cintaku dan keseriusanku selama tiga bulan ke depan." ujar Harry menghentikan perdebatan.
Tiba-tiba Fadia merasa gugup mendengar apa yang dikatakan Harry. Lagi-lagi jantung berdebar tidak menentu.
"Terserah padamu."
"Ayu.. Jangan membuatku kecewa dengan perlakuan cuek mu itu Yu.. Aku tidak kuat akan hal itu."
Fadia bergeming. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Senang bercampur takut itulah yang di rasakan Fadia.
"Kenapa kamu kecewa padaku Harry?" tanya Fadia lirih.
Harry menatap Fadia dalam. "Aku kecewa karena kamu memberi harapan pada laki-laki lain Yu. Padahal ada aku disisi mu."
Hening.
Keduanya kembali diam pada pemikiran nya masing-masing. Harry masih fokus pada strategi apa yang akan ia lakukan untuk mendapatkan Fadia.
"Kerjo tak lakoni, duwet tak tabungi, insyaallah tahun ngarep, sholatmu tak imami."
("*Kerja aku lakukan, uang aku tabung, Insya Allah tahun depan, shalatmu aku imami*.")
"Tahun depan?"
Harry mengangguk pasti dan tersenyum.
Belum sempat Harry buka mulut, panggilan bocah laki-laki lima tahun membuyarkan bicara serius mereka.
"Ayaahh.." panggil Gadhing berdiri di ambang pintu sedang mengucek mata.
Harry bangkit melangkah mendekati Gadhing. "Kenapa bangun jagoan ayah? ini masih malam." ucap Harry setelah berjongkok di depan Gadhing.
"Gadhing mau tidur sama ayah." rengek Gadhing dengan manja yang sudah bergelayut manja memeluk Harry.
Harry tertegun mendengar ucapan Gadhing. Lagi-lagi ia menyesali permintaan Fadia agar tidak bertemu dengan mereka lebih awal. Ada rasa kasihan menjalar di hatinya.
Harry menoleh ke belakang dimana Fadia duduk. "Boleh?"
Fadia hanya mengangguk pasrah. Membiarkan dua pria beda generasi itu memasuki kamar Gadhing.
*Benarkah apa yang Harry katakan itu? aku takut berharap ya Allah. Benarkah sifat Harry yang lemah lembut saat di telepon juga sama dengan aslinya? Benarkah hubungan Harry dengan Sundari selesai? semudah itu? mengapa harus aku Harry? kamu laki-laki lajang sedangkan aku janda beranak satu. Fadia bermonolog pada hatinya*.
"Kenapa melamun?" tanya Harry setelah setengah jam menidurkan Gadhing kembali.
Fadia menggeleng. "Sudah tidur Gadhing nya?"
Harry mengangguk cepat. "Sudah. Dia anak yang penurut pada ayah nya." ucap Harry percaya diri.
"Harry.. Dengarkan aku. Jangan terlalu dekat dengan Gadhing. Aku takut dia kembali sedih setelah kamu pergi." ucap Fadia lemah lembut.
Harry menatap Fadia dalam kemudian menghembuskan nafas. "Aku tidak akan pergi karena kalian akan ikut denganku Yu. Sudah jangan dipikirkan yang terpenting aku juga akan membuktikan keseriusan ku padamu selama tiga bulan kedepan. Aku pulang Yu."
Harry tersenyum manis pada Fadia.
"Assalamualaikum Yu."
Fadia mengangguk. "Waalaikumussalam. hati-hati. Jangan begadang terlalu lama ya."
🌸
***Bersambung***....
*Jangan lupa di like dan komen ya*..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Sarini Sadjam
anterin Gading sekolah ayah hery
2023-09-04
0
Wini aulia 08
aku suka cerita yg masuk akal begini gk melulu gaya hidup yang wah atau tokoh utama yg kelewat tangguh dan sempurna Krn gk munkin ada org yg sangat sempurna.
2023-08-27
0
Murni Agani
wadohh.tennag loe menang harry gadhing suka sm kamu.itu gak ada lawan😂
2022-02-26
0