"Maaf ayah pulang terlambat, sekarang Gadhing tidak boleh nangis ya.." bujuk Harry sembari mengusap kepala bocah lima tahun itu.
"A-ayah ja-ngan pergi lagi." pinta Gadhing tergagap karena ulah tangisannya.
"Tidak akan sayang.. Jangan menangis lagi."
Gadhing mengangguk masih betah sandarkan kepala di ceruk leher Harry. Dan Harry tidak keberatan itu.
Fadia datang menghampiri dengan segelas air mineral dengan wajah cemberut. Dan itu tidak luput dari pandangan Harry.
"Kamu kenapa?" tanya Harry menatap Fadia dengan seksama.
"Kenapa kamu mengaku sebagai ayah Gadhing?" Fadia bertanya setelah melihat Gadhing tertidur dalam pelukan Harry.
"Gadhing mau di tidurkan dimana Yu?" Harry tidak menjawab pertanyaan Fadia melainkan balik bertanya.
Fadia mendesah. Selalu Harry tidak mau mengerti jika masalah Gadhing memanggilnya ayah. "Di kamar belakang, ayo aku antar."
Harry bangkit berjalan mengikuti Fadia. Ia tersenyum membayangkan pasti sangat indah jika hal ini menjadi rutinitas nya setiap malam setelah menikahi Fadia.
Tapi ia harus bersabar, seperti yang Bapak Harry ajarkan, jika mendekati seorang janda tidak boleh terburu-buru. Harry harus santai tapi tetap serius. Ah, sungguh sangat menyenangkan bukan? memiliki guru cinta. Dan guru itu adalah bapak kita sendiri.
Kapan Harry berbicara pada sang bapak tanpa diketahui ibu Harry? tentu saat jam kerja sang Bapak. Ia bersyukur kedua orangtuanya sudah memberi restu, hanya meminta restu kakek dan nenek nya yang belum.
Seperti siang tadi setelah mendatangi Fadia makan siang di bawah pohon kelapa sawit, Harry langsung menghubungi sang bapak saat sampai di kantor.
"Untuk mendapatkan cinta dari seorang janda, kamu tidak perlu terlalu cepat karena hal tersebut malah akan membuat usahamu berantakan. Kamu seharunya menyiapkan sebuah strategi yang sangat jitu dan melakukannya dengan santai juga tidak perlu terlalu terburu–buru." Ucap Bapak di seberang telepon siang tadi.
"Fadia. Gadhing nangis kenapa?" tanya Ibu Elsa saat melihat Fadia dan Harry keluar dari kamar Gadhing.
"Eh itu Bu, seperti biasa nangis pengen ketemu ayah nya." Fadia berkata jujur karena jika rindu ayahnya yang Gadhing pun tidak tahu wajahnya pasti akan menangis.
Harry tertegun mendengar hal itu. Ia pun berpikir apa sampai segitunya Gadhing menginginkan ayah?
"Loh Pak Harry disini?" tanya Elsa yang baru masuk rumah Fadia.
Harry mengangguk dan tersenyum sekilas.
"Pak?" ucap Ibu Elsa menatap anak gadisnya.
"Iya Bu, Ini pak Harry Asisten Afdeling baru jadi ya Pak Harry adalah atasan ku dan Fadia. Dan pak Harry ini... Orang terdekat Fadia." jelas Elsa. Ia tidak mau mengatakan sahabat Fadia, karena Harry orang spesial di hidup Fadia.
"Oohh atasan toh.. Sudah lama kenal Fadia pak?" tanya ibu Elsa kepo sembari melirik Fadia yang sedang menatap Harry.
"Panggil Harry saja Bu. Sudah Bu, sekitar sebelas tahunan." jawab Harry sopan.
"Baru ketemu Fadia atau sudah pernah ketemu sebelumnya?"
Ibu Elsa merasa harus tahu siapa saja yang sedang dekat dengan Fadia. Selain bertetangga, Fadia sudah di anggap seperti anaknya dari dulu.
Harry tersenyum. "Baru ketemu Bu. Tadi Gadhing menangis karena saya baru datang." Harry mengerti mengapa ibu Elsa banyak bertanya padanya.
"Maksudnya bagaimana nak Harry? ibu kurang mengerti." tanya ibu Elsa lagi.
"Gadhing menganggap saya ayah nya Bu, dan saya tidak keberatan untuk itu." Setelah menjawab itu, Harry menatap Fadia penuh dengan cinta tetapi tidak dengan Fadia yang menatap Harry dengan tatapan cinta dan luka.
"Oohh jadi karena itu kau tolak semua yang melamar mu ya Fad?" celetuk ibu Elsa.
Fadia tersentak seketika saat mendengar hal itu. Mengapa bisa ibu Elsa mengambil kesimpulan itu? Fadia tidak menjawab hanya memasang wajah cemberut nya.
"Doakan saja semua lancar ya Bu." ucap Harry yang terdengar ambigu di telinga Fadia.
Tetapi tidak dengan ibu Elsa yang menyadari bila Harry ada hati dengan Fadia. "Pasti nak Harry. Pelan-pelan saja jangan terburu-buru."
Harry mengangguk pasti.
"Fadia. Tamu itu di tawari makan jangan hanya air mineral segelas." sindir ibu Elsa.
"Eh iya Bu." jawab Fadia.
Fadia menatap Harry yang tengah tersenyum padanya. Dan tentu senyuman itu menggoda iman. Membuat degub jantungnya kembali berirama rock n roll. Mau lepas dari tempatnya.
"Sudah makan?" tanya Fadia lembut.
Harry menggeleng. "Belum Yu, aku masih kurang paham dimana ada jual nasi di desa ini." jawab Harry dengan jujur.
"Ya ampun, kenapa tidak bilang dari tadi? ayo makan di dapur saja. Kamu kebiasaan makan malam terlambat. Disini tidak ada jual nasi kalau malam, harus ke kota. Besok-besok kalau belum makan malam datang kesini saja makan dirumah." cerocos Fadia sembari menarik tangan Harry tanpa sadar.
Harry tersenyum sembari mengikuti Fadia ke dapur. Tentu ia senang tangan nya di sentuh Fadia walau diyakininya ini adalah gerakan refleks Fadia. Dan ia juga senang Fadia menyuruhnya makan malam dirumahnya. Itu satu langkah maju bukan?
"Kamu duduk disini biar aku ambilkan dulu makanan kamu. Tapi aku hanya ada sayur daun ubi dan sambal ikan teri campur kacang tanah Harry. Tidak apa?" tanya Fadia sembari mengambil nasi untuk Harry.
"Tidak apa-apa Yu. Jangan banyak-banyak ya nasi nya." Harry memberi intrupsi.
"Iya. Segini cukup?"
Harry hanya mengangguk. Sungguh ini adalah yang diinginkan nya. Makan dilayani istri. Dan ia menginginkan wanita di depannya lah yang menjadi istrinya.
"Aku tinggal ya.." kata Fadia setelah meletakkan seporsi makanan di depan Harry. Sebenarnya ia sangat gugup bila berduaan dengan Harry. Takut tangan nya dingin lagi bila sudah gugup.
"Duduk lah disini temani aku Yu." pinta Harry.
Akhirnya Fadia hanya bisa mengangguk. Tapi rasa gugup itu tidak juga hilang bahkan semakin gugup saat Harry tersenyum menatapnya.
Tolong jantung.. Jaga sikap mu. Ah senyuman Harry membuatku mabuk kepayang. Takut khilaf pengen cium. Astaghfirullah.. Ingat Harry milik Sundari Fadia..
"Terimakasih makanan nya Yu. Sangat enak." puji Harry setelah selesai makan dan minum.
Diselipkan anak rambut Fadia yang terurai ke wajah. Harry menatap Fadia penuh cinta dan mendamba. Ingin sekali mengutarakan maksud nya pada Fadia. Tapi belum saatnya. Ia tidak ingin dikatakan terlalu terburu-buru. Belum juga sehari sudah ingin menikahi Fadia. Itu tidak akan membuat Fadia percaya.
"Aku sudah datang Yu, mengaduh lah padaku jangan dipendam sendiri. Bergantung lah padaku. Terlebih itu masalah Gadhing." ucap Harry tulus.
Fadia menengadah menatap Harry kemudian menunduk kembali. Sungguh tatapan teduh Harry membuat hatinya menghangat. Terlebih ucapan Harry barusan mendapat desiran hangat mengalir dalam tubuh Fadia.
Dari beberapa orang yang mendekati nya tidak ada yang memikirkan Gadhing anaknya. Selalu mengajak nikah dan janji-janji akan membahagiakan Fadia. Mereka lupa jika Fadia memiliki Gadhing yang sangat perlu akan kehadiran sosok ayah.
Tapi mengapa Harry? Bagaimana nasib Gadhing jika Harry menikah dengan Sundari? itulah yang mambuat ku melarang mu menjadi sosok ayah untuk Gadhing. Aku takut hati Gadhing kembali patah setelah kamu pergi Harry. Ya Allah, bolehkah hatiku berharap pada Harry?. Ucap Fadia yang hanya bisa ia katakan dalam hati saja.
****
"Assalamualaikum." ucap seseorang dari depan rumah Fadia.
"Waalaikumussalam." Jawab Elsa dan Ibu Elsa bersamaan karena keduanya masih berada dirumah Fadia.
Elsa bangkit untuk membuka pintu melihat siapa yang datang.
"Eh bang Rudi.. Ada apa ya?"
"Fadia ada Elsa?" tanya Rudi.
"A-da bang. Masuk. Sebentar ya.."
🌸
Bersambung....
*Apa yang terjadi saat rival juga ngapelin wanita yang kita ingin kan?
jangan lupa like dan komen ya*..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Murni Agani
ttp tenang.tunjukkan kemesraan😂🤣
2022-02-26
0
Eka Siti Hazar
jantungnya gk bisa diajak kompromi, ya 🤭🤭🤭
2022-01-24
0
BirVie 💖🌈☁️
karna Ayu masih salah paham pd Harry makanya masih rada ketus🤭
hayoooo Rudi...ada Pak Harry loohhhh lagi makan d temenin Ayu🙈
2021-12-11
0