Hatimu akan sembuh jika kamu sendiri yang mengobati.
Bukan dengan mencoba untuk membuka diri bagi banyak hati.
Mengetuk beberapa pintu, datang untuk bertamu lalu pergi.
Hatimu akan sembuh saat kamu bisa memeluk rasa sakitmu sendiri.
Berdamai dengan semua luka yang mungkin tak semuanya bisa terobati.
Hatimu akan sembuh ketika kamu sendiri bisa. menerima masa lalumu sebagai bagian dari konservasi.
Memeluk dengan lembut semua kekecewaan.
Menyapa dengan damai segala hal yang sempat terlewatkan.
Seolah-olah kamu benar-benar telah bisa memaafkan.
Percayalah, sembuhmu takkan pernah lagi kambuh.
Saat kamu dengan lapang dada merelakan yang tak seharusnya berlabuh.
Dan dengan ikhlas menerima semua hal yang telah ditakdirkan untuk menjadikanmu utuh.
*Kring..kring...kring*...
Suara dering ponsel khas merk Nokia itu membangunkan sang empunya. Diambil benda persegi panjang yang sudah mengusik tidur nyenyak nya.
Tanpa melihat siapa penelepon, dia tekan tombol hijau kemudian di tempel ketelinga sementara dia berbaring kembali.
*Harry : "Assalamualaikum Yu*."
Fadia yang hafal dengan siapa pemilik suara dan panggilan khusus dari orang itu menjawab malas.
Fadia : "Waalaikumussalam Harry. Ada apa?"
Fadia berbicara dengan suara serak khas orang bangun tidur.
*Harry : "Bangun Yu. Sholat subuh dulu kalau belum*."
Masih dengan mata terpejam dia pun menjawab dengan santai.
Fadia : "Sudah tadi berjamaah dengan Gadhing. Aku tidur lagi setelah sholat subuh. Ini hari libur loh. Kenapa suka sekali mengganggu."
Terdengar kekehan dari seberang ponselnya. Dan hal itu membuat Fadia terpaksa bangun dari tidurnya.
Fadia : "Ayolah.. Kenapa kamu suka sekali mengganggu ku Harry?"
*Harry : "Jangan karena libur kerja jadi pemalas*."
Fadia : "Bukan pemalas, tapi aku juga pengen bangun siang kayak anak gadis yang bangun tidur sudah tersaji sarapan." gerutu Fadia mulai kesal pada Harry.
Terdengar suara tawa Harry di seberang sana. Membuat Fadia ingin mencabik-cabik wajah Harry yang belum pernah di temuinya.
Fadia : "Jangan meledek ku Harry.."
*Harry : "Oke baiklah. Maafkan aku. Jika kamu ingin seperti itu, menikahlah Yu*."
Fadia : "Kalau aku menikah bukan aku yang di masakin malah sebaliknya. Aku hanya rindu Ayah Bunda ku. Itu saja."
Rindu pada seseorang yang tidak bisa kita peluk,cium, bahkan untuk melihat wujudnya saja tidak akan bisa sangat membuat kita tidak berdaya. Hanya batu nisan perantara rindu kita sebagai ganti ingin memeluknya. Dan lantunan doa sebagai pengantar perbincangan pada mereka yang kita rindukan.
*Harry : "Jangan bersedih, banyak berdoa untuk mereka Yu*."
Fadia : "Iya aku tahu. Oh iya, kemarin Rudi datang kerumah ku Ry."
Rudi adalah duda tanpa anak. Dia bekerja di tempat yang sama dengan Fadia sebagai KCS (*Krani Catat Sawit*). Dia sering kirim salam untuk Fadia melalui Elsa.
Kemarin adalah pertama kali Fadia mengijinkan seorang pria mendatangi rumahnya. Yang pasti ada Elsa disana. Karena dia juga tidak ingin menimbulkan fitnah.
*Harry : "Apa kamu sudah siap membuka hati mu Yu*?"
Fadia : "Aku tidak tahu, aku masih takut untuk berumah tangga."
*Harry : "Jangan terburu-buru Yu*."
Fadia : "Iya aku tahu."
*Harry : "Kalau kamu menikah bagaimana nasib ku Yu? pasti aku kehilanganmu lagi*."
Fadia terdiam. Mencerna kalimat yang di katakan Harry barusan.
Kenapa seperti hendak di tinggalkan orang yang di cintai nya? pikir Fadia.
Fadia : "Tidak akan. Aku menunggumu saja. Sudah dulu ya. Aku harus beberes rumah. Matahari sudah muncul rupanya. Assalamualaikum."
Fadia mematikan telepon sebelum Harry menjawab salam. Maksud Fadia mengatakan menunggu Harry adalah menunggu Harry menikah lebih dulu.
"Fad. Jadi kau beli android kan?" tanya Elsa sudah berdiri di ambang pintu kamar.
Ternyata tanpa sepengetahuan Fadia, Gadhing sudah bertandang di rumah Elsa dari pukul 06.15 WIB karena merasa lapar dan dia tidak menemukan makanan yang bisa dia makan.
Jadilah Elsa bisa masuk dengan mudah.
Enak ya jadi Gadhing?
"Iya jadi. Tapi cari yang murah deh. Sebenarnya malas aku pakai Android tapi karena sekolah Gadhing jadi terpaksa deh."
Elsa mencebik. "Ini sudah zaman android Fad. Apa tidak ingin punya sosial media atau WhatsApp?"
"Ribet El." jawab Fadia singkat.
"Bagaimana dapat jodoh lagi kalau begitu Fad? syukur bang Rudi tiap hari ketemu jadi tidak perlu android."
"Kau saja belum menikah kenapa pikirin jodoh ku lagi sih? jangan aneh-aneh El."
"Baiklah. Di panggil Ibu sarapan. Gadhing sudah di rumah ku dari pagi tadi. Dia kelaparan."
Fadia hanya mengangguk dan keluar kamar menuju kamar mandi satu-satunya di rumah itu terletak di dapur.
\*\*\*\*\*
"Waalaikumussalam." jawab Harry walau panggilan telepon sudah berakhir.
Harry mulai menyadari hubungan persahabatan dunia maya dirinya dengan Fadia bukan lagi layaknya sahabat. Mereka cenderung seperti sepasang kekasih.
Berbagi cerita dan bahkan Harry menjadi sosok ayah untuk Gadhing. Anak Fadia. Tapi sekali lagi dia menepis perasaan itu.
Tidak mungkin !
Bagaimana bisa jatuh cinta atau timbul rasa sayang pada seseorang yang belum pernah di temuinya.
Mengingat rasa sayang? Tentu pasti ada. Menjalin persahabatan dunia maya selama sebelas tahun itu tidak sebentar. Meski sewaktu Fadia menikah dulu sempat putus kontak, tapi pada akhirnya Fadia menghubungi nya lagi setelah bercerai.
Ini adalah hari keduanya berada di kota Malang. Kota kelahiran sudah banyak perubahan selama dua tahun tidak di kunjungi nya.
Harry terlahir bukanlah dari keluarga berada. Bapak Harry seorang PNS di kantor lurah dan Ibu Harry adalah ibu rumah tangga. Dia memiliki seorang adik perempuan bernama Hanum Inayah. Sekarang Hanum berusia 22 tahun bekerja di kantor kecamatan. Belum PNS masih honorer.
Harry meletakkan ponsel pintar nya di atas nakas beranjak ke dapur mencari ibunya.
"Ibu masak apa?" tanya Harry dengan logat khas Jawa.
"Sayur kesukaan mu." jawab ibu Harry tanpa melihat ke arah anak sulung nya.
"*Bu. Aku* *duwe pitakon*. (Bu. Aku punya pertanyaan.)" Ucap Harry sembari ikut mengupas bawang bersama ibunya.
"*Opo sing sampeyan takon*? (Apa yang kamu tanya?)"
"Bu. Menurut ibu apa yang harus aku lakukan pada hubungan ku dan Sundari?" tanya Harry pelan-pelan.
Ibu Harry menghela nafas panjang. Di pandang anak lelaki nya ini. Dia baru menyadari bahwa anaknya sudah cukup umur untuk menikah. Sudah waktunya dia melepaskan anaknya untuk bertanggung jawab pada anak perempuan orang.
"Kamu sedang meminta restu atau meminta pendapat ibu nak?" tanya ibu Harry dengan serius.
"Keduanya Bu." jawab Harry tegas.
Ibu Harry menghela nafas lagi. Dia harus mengungkapkan isi hati atas penilaiannya tentang Sundari kekasih anaknya.
"Sundari gadis pintar dan pandai cari penghasilan sendiri." ucap ibu Harry.
Harry mengangguk setuju.
"Ibu benar."
"Anakku, seorang wanita bisa menjadi istri yang baik untukmu, beberapa bisa menjadi ibu yang baik untuk anak-anak mu, tetapi jika kamu telah menemukan seorang wanita seperti seorang ibu untukmu, anak-anak, dan keluarga mu. Tolong jangan biarkan dia pergi."
Ibu Harry tidak memberikan jawaban atas apa yang di minta Harry. Dia lebih memilih menasihati anaknya untuk pandai memilih seorang istri. Dan dia cukup yakin jika anak sulung nya mengerti apa maksud nasihat tadi.
"Dan ada satu permintaan ibu nak." ucapnya lagi.
Harry sedari tadi diam kini menatap sang ibu.
"Apa Bu?"
"Ibu tahu jika setelah menikah tanggung jawab mu bertambah. Yaitu menghidupi keluarga kecil mu. Ibu tidak bermaksud meminta penghasilan mu. Tapi yang ibu mau tetaplah merawat Bapak Ibu mu yang mulai menua ini."
Harry mengangguk. "Pasti Bu. Kalian adalah nomor satu di hidupku."
"Maka carilah istri yang sayang dengan kami. Meski kalian nanti akan jauh disana. Tapi tetaplah mengunjungi kami walau setahun sekali."
Harry mengangguk lagi. Dia sudah paham maksud ibunya. Memang selama menjadi pacar Harry, Sundari tidak pernah berkunjung bila Harry tidak membawanya kerumah orang tua Harry.
Dia mengingat nasihat sang ibu.
***B******eberapa bisa menjadi ibu yang baik untuk anak-anak mu, tetapi jika kamu telah menemukan seorang wanita seperti seorang ibu untukmu, anak-anak, dan keluarga mu. Tolong jangan biarkan dia pergi***.
*Kenapa aku jadi teringat Ayu? dia selalu saja cerewet seperti ibu jika aku lupa makan, selalu kesal bila aku ganggu saat tidur jika aku menelepon. Dan dia seperti keluargaku*.
"Bu." panggil Harry.
"*Opo meneh*? (Apa lagi?)"
"Bagaimana menurut ibu kalau aku menikahi janda beranak satu?"
🌸
🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
yelmi
g apa2 asalkan janda berkualitas.... seperti fadia..., 👍😁
2022-10-28
0
Nanda Afriany
ora opo2 le..
2022-03-22
0
Hartati Tati
semangat thor
2021-12-13
0