"Kenapa kita kebagian ancak berbukit begini sih?" keluh Elsa saat berjalan di perkebunan yang menanjak.
Fadia sedari tadi sudah berdecak sebal tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Diamlah.. Aku lagi tidak ingin bicara saat ini."
"Kita hanya berjalan mengikuti bang Anto tapi berondolan nya sedikit. Kira-kira kita sudah sampai target belum?" tanya Elsa.
"Sudah. Kau kebiasaan kalau kerja bareng aku pasti tidak kau hitung." ucap Fadia kesal.
Elsa berdecak kesal pada Fadia dan dia mengaku benar akan hal itu. Dia juga mengerti mengapa Fadia menjadi kesal. "Aku tahu kau pasti kepikiran dengan Harry kan? aku tahu caranya melampiaskan segala pikiran mu."
"Bagaimana caranya?"
"Sebentar." Elsa memperhatikan suasana blok yang di tumbuhi pohon kelapa sawit yang menjulang tinggi serta semak-semak.
Elsa masih celingukan ke kiri dan ke kanan.
"Maksudmu aku harus mengikuti mu yang sedang celingukan ke kanan dan ke kiri begitu?" tanya Fadia dengan kedua alis saling bertaut.
"Bukan bege. Aku lagi lihat situasi. Ini saatnya."
Elsa menangkup kedua sisi bibirnya untuk bersiap dengan aksinya. "Wwooyy... Aku tidak punya duit... Belikan aku kuotaaaa..." Elsa berteriak sekuatnya mengungkapkan apa yang menjadi beban pikiran.
Fadia terperanjat mendengar suara teriakan Elsa. "Kau gila Elsa.."
"Coba saja Fad. Sudah lama kau tidak berteriak kan?"
"Sekali saja ya.." Fadia pun celingukan ke kanan dan ke kiri seperti nyanyian potong bebek angsa masak di kuali, nona minta dansa, dansa empat kali, serong ke kanan, serong ke kiri. La la la la la la laaa.. Jadi nyanyi author.
"Ayaahh Bundaa Fadia kangen..." teriak Fadia masih bisa mengendalikan diri.
"Sudah enak kan hati mu?" tanya Elsa.
Fadia menggeleng karena banyak beban yang dia pikul sendiri. Ingin berbagi tapi pada siapa?
"Teriak lagi Fad, karena dengan berteriak bisa mengurangi beban pikiran dan stres."
"Kenapaaa kitaa dipertemukan saat kaamuu milik orang lain dan aku seorang jandaaa?" teriak Fadia lagi.
Elsa menatap Fadia dengan seksama setelah mendengar teriakan Fadia.
"Apa kau jatuh cinta padanya Fad?"
"Aku tidak boleh jatuh cinta padanya El.." jawab Fadia lirih. Dia bingung bagaimana bisa perasaan yang salah ini telah semi di hatinya. Apalagi mereka belum pernah bertemu dan baru tadi pagi itupun penuh dengan kejutan.
Elsa mengerti maksud Fadia. Selain Harry yang sudah bertunangan, Elsa juga mengerti Fadia pesimis dengan status janda nya. Apalagi Harry adalah atasan mereka.
"Woy kembang karyawati beda status, mau mulut nya di gampar mbak kuntilanak teriak-teriak sembarangan?" tegur Anto.
"Tidak bang. Aku Ibu nya mbak kuntilanak. Jadi aku kuntilmamak disini." ucap Fadia.
Anto geleng-geleng kepala. "Terserah kalian." dia pun duduk tidak jauh dari Fadia dan Elsa untuk istirahat sebelum melanjutkan panen kelapa sawit lagi. Mau bagaimana pun Anto merasa harus melindungi para pemberondol nya saat memasuki ancak dimana mereka akan panen.
Fadia menangkup kedua sisi bibirnya bersiap untuk berteriak lagi.
"Ibuuu aku mintaa kawin.."
Beberapa detik kemudian bokong nya terkena sepak terjang dari Elsa.
"Aduh sakit El.." rengek Fadia sembari mengelus bokong nya.
"Kau sih.. kawin yang kau bilang. Nikah dulu woy baru kawin." protes Elsa merasa tidak bersalah.
"Hehe iya lupa. Ulangi ya.." Fadia cengengesan atas kelakuan nya sendiri.
Elsa mengangguk.
"Aaabaaang... Nikahin adeekk baang.." teriak Fadia sekali lagi.
Elsa dan Anto seketika tertawa terbahak-bahak. Mereka merasa lucu dengan teriakan terakhir Fadia seakan benar-benar minta di nikahi.
kring..kring...
Ponsel jadul Fadia berdering. Mereka bertiga terdiam karena Fadia akan menerima telepon.
Fadia : "Assalamualaikum Harry."
Fadia menatap Elsa kemudian celingukan seperti mencari seseorang. Ternyata pikiran keduanya sama. Takut Harry berada di sekitar ancak mereka.
Harry : "Waalaikumussalam Yu."
Fadia : "A-ada apa?" Fadia menjadi gugup saat mendengar suara bariton itu.
Harry : "Ayo kita menikah."
Fadia : "Apa nikah? kita?"
Saking terkejutnya Fadia sampai sedikit berteriak. Apa? Harry melamar atau gimana? Fadia menjadi linglung.
Belum lagi hilang rasa terkejutnya dan panggilan telepon masih berlangsung. Seseorang mendatangi Fadia, Elsa, dan Anto kibus.
"Dek." panggil orang itu.
Fadia berbalik arah karena asal suara itu berada di belakangnya.
"Eh iya ada apa bang Rudi kemari?" tanya Fadia masih dengan ponsel di telinganya.
"Adek sudah siapkan abang lamar?" tanya Rudi.
"Hah? siapa bilang aku sudah siap bang?"
"Tadi kamu teriak minta di nikahin. Kalau sudah siap biar bulan depan abang sama ibu datang kerumah adek."
Fadia menelan saliva dengan kasar. Dia tidak memikirkan dampak dari teriakan tadi padahal dia hanya bercanda saat melakukan hal itu.
Mendadak Fadia menjadi bisu tidak dapat berbicara. Lidah nya keluh bahkan dia lupa jika Harry sedang menelepon nya.
"Kalian mengapa berkumpul disini? Ini bukan waktu istirahat. Lanjutkan pekerjaan kalian." Suara bariton itu menyadarkan empat orang yang diam membisu.
Fadia yang kenal dengan suara bariton tersebut menjadi gugup dan debaran jantung Fadia menjadi lebih kencang. Seakan jantung itu berontak ingin keluar dari dada Fadia.
Fadia dan Elsa segera membawa ember dan karung mereka untuk melanjutkan pekerjaan. Fadia tidak berani menatap wajah yang memiliki suara tersebut. Suara yang di rindukan.
*****
POV Harry
Pagi ini adalah hari pertama ku bekerja di Sumatera Utara. Dan ini juga pertama kalinya aku menginjakkan kaki di pulau Sumatera.
Tempat tugas ku sekarang sangat jauh dari kota Medan ternyata. Aku harus menaiki Kereta Api selama tujuh jam baru sampai di Stasiun Ibukota Kabupaten Teluk Damai namanya. Ternyata harus menaiki kendaraan lain menuju tempat alamat ku bekerja. Karena aku membawa barang memutuskan menaiki becak. Tapi mereka bilang Betor (Becak Motor).
Kesan pertama adalah udara disini lebih panas. Dan aku tidak terkejut jika waktu disini satu jam lebih lama dari pada di kota Malang.
Disini aku bekerja dan akan menjemput dia. Ya dia yang ku sayang selama ini. Memang aku belum pernah bertemu dengan nya. Tapi aku yakin dia cantik sama seperti sifat nya yang baik dan tutur katanya yang sopan. Walau terkadang dia berubah menjadi cerewet. Tapi aku suka.
Saat ini setelah upacara bendera, seperti biasa melaksanakan apel pagi. Aku sudah memberi arahan dan motivasi pada Asisten perkebunan, kemudian para mandor dan tidak lupa aku memperkenalkan diri begitu juga mereka.
Ada sepuluh Asisten disini termasuk aku dan ada dua lagi yang sama dengan ku. Masih membujang.
Aku beralih ke barisan karyawati. Cukup banyak dan masih muda. Aku berpusat pada dua perempuan di barisan belakang. Karena tinggi ku 183 cm sangat mudah melihat kedua perempuan di belakang sana sedang mengobrol.
Aneh pikirku. Kedua orang itu sangat pendek. Lebih tepatnya yang satu lebih pendek dari teman nya yang asyik bicara padanya. Mungkin yang lebih pendek itu tinggi nya hanya sekitar 155 cm atau 160 cm hanya sebatas dada ku.
"Selamat pagi." ucapku tegas sembari menatap wajah karyawati satu persatu.
Aku pun menatap dua perempuan itu lagi di barisan belakang sedang mengobrol dan tidak menyadari kehadiranku. Dan aku terganggu untuk itu.
Aku berdehem. "Ehem.."
Namun lagi-lagi dua perempuan itu tidak mendengar. Pak Sitorus menyadari anggota nya melakukan kesalahan.
"Hei.. kalian yang dibelakang.. Kembang karyawati beda status." ucap pak Sitorus.
Aku sempat terkejut mendengar julukan kedua perempuan itu. Tapi aku sadari kenapa di katakan kembang karena dua perempuan itu cantik. Tapi aku lebih suka wajah perempuan yang lebih pendek itu. Ah aku tidak boleh tertarik sama perempuan lain selain Ayu ku.
Dua perempuan iti mendengar julukan mereka yaitu Kembang karyawati beda status pun menoleh ke depan mendapati pak Sitorus melotot kearah mereka. Seketika ku lihat kedua perempuan itu berdiri tegak. Sayangnya mereka belum menyadari ada aku di sebelah pak Sitorus karena tertutup dengan tinggi badan karyawati lainnya. Apa aku kurang tinggi?
"Perkenalkan nama saya Harry Setiawan S.P dari kota Malang. Saya harap kita bisa bekerja sama dan bekerja lebih tertib dan giat lagi." ucapku.
"Baiklah. Boleh kita kenalan kan?" tanyaku mencoba untuk akrab dengan karyawati.
"Boleh dong.." celetuk salah satu karyawati.
"Saya Ratnasari pak."
"Saya Siti Aminah."
"Saya Endang Soekamti."
Aku dapat melihat raut wajah kedua perempuan itu terkejut melihatku saat karyawati di depan mereka menyebut namanya. Siti namanya yang ku ingat.
Kenapa dengan mereka? apa ada yang salah dengan wajah ku atau apa? Mengapa sangat terkejut melihatku? Apalagi dia yang lebih pendek dari teman nya itu. Seperti patung.
Aku dengar teman si pendek itu berdehem karena kini giliran nya mengucapkan namanya.
"Elsa." ucapnya.
Karena para karyawati mengucapkan nama lengkap menjadikanku bertanya.
"Elsa saja?"
"Elsa Maharani pak."
Aku pun manggut-manggut. "Oke lanjut."
Aku berpikir seperti nama sahabat Ayu. Tapi aku menepis nya. Mungkin hanya kebetulan.
Dan aku melihat si pendek itu masih terdiam sampai teman di depannya bernama Elsa itu berbisik padanya.
"Fad.. Giliran kau."
Kulihat si pendek itu pun tersadar. "Fadia pak."
"Fadia saja?" tanya ku karena nama Fadia adalah nama depan Ayu. Akh pun memperhatikan si pendek itu sedari tadi yang tampak terkejut.
"Fadia Rahayu namanya pak.. dia kembang karyawati disini karena masih muda sudah janda beranak satu. Banyak yang mengincarnya." potong pak Sitorus dan terkekeh.
"Termasuk bapak?" tanya ku dengan wajah tenang dan datar itu. Tapi hatiku bergemuruh menahan emosi seakan Fadia Rahayu yang dikatakan Pak Sitorus itu adalah Ayuku.
"Hehehe bapak bisa saja." pak Sitorus cengengesan sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Halah pak mandor kan begitu. Suka yang daun muda." celetuk salah satu karyawati.
"Iya dong." jawab pak Sitorus.
Pak Sitorus dan karyawati sedang bercanda sedangkan aku menatap si pendek itu dengan lekat yang juga dia sedang menatapku.
Aku merogoh ponselku untuk memastikan sesuatu. Aku sengaja tidak meletakkan ponsel ke daun telingaku.
Aku menyeringai saat mendapati Ayu lagi-lagi gugup secara tiba-tiba dan kembali menatapku dengan wajah sendu. Tapi kenapa berubah sendu? Apa Ayu benar-benar tidak ingin bertemu denganku? Tapi kenapa? apa aku kurang tampan? padahal wajahku lebih tampan daripada Ricky dan Yudha.
Ternyata si pendek itu kamu Yu. Ah tidak apa.. Enak di peluk. Kamu juga cantik, sangat cantik.
Terima kasih ya Allah.. Engkau permudahkan segalanya. Semoga kedepannya juga mudah mendapatkan perempuan yang sudah lama terpatri di hatiku. Ayu.. Aku trisno karo sampean. (Ayu.. aku cinta sama kamu.)
🌸
🌸
Mohon dukungan ya.. jangan lupa like dan komen..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
lyn
ngakak thoorr....
2024-01-17
0
Sarini Sadjam
ayoo di garcep..bang tuh di ade dah minta kawin..eh nikah
2023-09-04
0
Melisa Author
sesekali bolehlah untuk cari kesenangan hati.. 🤣🤣
2022-07-14
0