Cari Dukungan.

" Jadi benar kau mendukung uni Tria? tanya Tina hampir tak percaya.

" Uhu...Tenang saja, aku akan meminta tolong pada adik kami tidak ntuk memisahkan mereka. Pokoknya uni tenang saja, kami dipijakmu. Jangan khawatir lagi. Abang lama- lama pasti tak tahan didesak, nanti ia akan mengalah juga. " ujar Tria penuh percaya diri.

Tina menatap Tria sekali lagi, seakan sakit dihatinya sedikit terobati. Adik dari perempuan itu malah mendukungnya, hati Tina sungguhlah senang. Iapun mulai

memejamkan matanya.

Pagi hari, Ketika cahaya mentari sudah meninggi, cahayanya sudah menembus jendela kaca, barulah Tina terbangun dari tidur lelapnya.

" Ya Ampun ..aku terlambat bangun.." Teriaknya tanpa sengaja, karna terkejut, ketika melihat jam smart phonenya sudah menunjukkan pukul Sepuluh pagi.

Setelah merenggangkan badannya, iapun mulai melipat kasur lipat itu, menyimpannya ditemat semula, lalu berjalan kedapur, untuk memeriksa Tria sekalian kekamar mandi. Begitu ia merasakan sepi, iapun menyentuh layarnya, mengetik pesan WeChat, lalu mengirimkan pada Tria. Hanya beberapa detik saja, telfonnyapun berbalas.

" Aku sudah dilahan kerja ni...tadi aku tak tega membangunkanmu. Uni makanlah, ada makanan disitu, jangan sungkan, makan yang baik, aku kerja dulu, tenanglah.. kami pasti mendukungmu, jangan terlalu banyak pusing, kalau uni ingin pulang, minta tetanggaku yang sebelah mengantar, ia punya adik yang baru datang dan belum bekerja, tadi pagi aku sudah bicara. Uni tinggal bilang mau pulang, ia akan langsung mengantarmu." Bunyi pesan itu.

" Aduh...aku baru teringat, kalau Tria dan suaminya orang sibuk, aku datang dihari kerja mereka, aku tak boleh tersinggung, aku harus percaya padanya. " Gumam Tina.

Detik berikutnya HP Tina berbunyi, disana terlihat panggilan dari Abang. Walau masih kesal, Tina tetap menjawabnya, teringat sikecil yang ia tinggal, lagian hatinya cukup ringan sekarang, setelah mendengar janji Triana.

" Hallo ada apa? " tanyanya singkat.

" Pulang...kalau tidak Abang juga takkan kembali! " Suara dari sebrang bernada kuasa.

" Kau tidak dirumah semalam? Bagaimana anak- anak? " tanyanya panik.

" Tak usah panik begitu, kau pergi tanpa pamit, kutanya Aulia katanya kau sudah kembali, tapi tak kunjung ada dirumah. Kau bisa pergi mengapa aku tidak, seorang gadis ibu saja tega meninggalkan mereka, tanpa memastikan mereka baik- baik saja.

Bagaimana aku bisa kalah darimu? tapi aku pergi tidak sepertimu, aku keluar setelah pamit, itupun sudah memastikan mereka baik dan aman. Kau tenang saja, kalau masih ingin punya suami, maka pulang hari ini juga! kalau tidak jangan pernah menyesal jika aku takkan kembali. " katanya lagi dengan gaya otoritas penuh.

Tak biasanya ia begitu, tapi sekarang suami Tina semakin tegas. Ia baru ingat sekali ia pernah begitu, saat lima tahun yang lalu ia meninggalkan rumah karna kesal pada mertua, memutuskan untuk mengontrak rumah, karna permasalahan dengan almarhumah ibu mertuanya, ia membawa anak - anak jauh dari ibu mertua dengan mengontrak saat suami bekerja diluar daerah, ketika suaminya tahu, ia juga menelfon ya, dengan nada dan kalimat yang sama seperti barusan. Tiba- tiba hati Tina sakit kembali, ternyata suaminya bisa setegas itu kalau menyangkut kerabat tercintanya, segitu besar ternyata suaminya telah jatuh perasaannya kepada iparnya itu.

" Aku tidak boleh lama- lama jauh, kutakut hatinya makin terikat dengan perempuan itu, dan malah melupakanku, ini tak boleh terjadi, bagaimanapun juga aku adalah yang pertama, selamanya akan jadi yang pertama, takkan kubiarkan perempuan itu menguasai hati suamiku sendiri. " batin Tina Cemburu.

Ia tanpa sengaja mengepalkan tinjunya.

Merasa punya tekad untuk mengembalikan keutuhan keluarga. Tinapun ingin segera kembali. Lalu ia

mengirim pesan pada Triana, kemudian berjalan kerumah tetangga, setelah mengunci pintunya.

" Aku memang perlu mencari dukungan, tapi jangan sampai diriku lengah. Ternyata Aulia benar juga, aku harus kembali pada suamiku, memberikan yang terbaik, memperjuangkan kebahagiaanku dan anak- anak. Soal wanita itu, biarkan orang - orang disekitarnya yang akan mendukungku melawannya, sedang urusan internal aku tak boleh lengah, kalau perlu aku akan mengandung lagi, agar suamiku makin

terikat. " Batin Tina kembali bertekad.

Ketika Honda pria itu membawanya, menempuh jalan berbatu, meninggalkan Perkebunan dan pabrik yang besar itu, hati Tina kian jelas, ia tak ingin kalah satu

langkahpun. Bagaimanapun juga ia adalah istri pertama, ia sudah memberikan segalanya pada suaminya, dirasa tak ada yang kurang, untuk itu ia tak ingin dirugikan.

Ketika jalan berbatu sangat menyulitkan, ia dengan terpaksa memeluk pinggang itu. Pria itu menggenggam jarinya dengan tangan kirinya. " pegangan yang kuat, jangan kendor, jangan sampai adik jatuh, Abang tak mau terjadi apa- apa, bagaimanapun Triana sudah menitipkan dirimu pada Abang, keselamatanmu sampai dirumah, adalah tanggung jawabku. " Kata pria itu kemudian.

Mendengar kata jangan kendor yang dikatakan pria itu, tiba- tiba ia teringat suaminya. " Ya mulai saat ini, aku akan memastikan jangan kendor sedikitpun." Batin Tina.

Sampai dirumah ia tak menemukan suaminya, ketika ia menemukan sikecil, iapun bertanya" dimana ayah? " tanyanya.

" Ayah sudah pergi bekerja dari pagi. Kenapa umak pergi? kemana umak pergi, semalam adik susah tidur, ayah lama mengayunkan adik. " Tanya sikecil bertubi- tubi.

Tina lalu menarik nafas panjang. mengambil posisi duduk dipinggiran tempat tidur, lalu membawa putra kecilnya kedalam dekapannya. " Maaf...umak hanya butuh satu malam menenangkan fikiran, mulai sekarang umak janji, takkan tinggalkan kalian lagi. " katanya sembari mengusap kepalanya.

" Kiki sudah makan? " tanyanya.

" Sudah Mak...Ayah memastikan kami semua sudah salapan, para Abang sudah kesekolah, baru Ayah pelgi kerja. Ayah sangat baik. " kata sikecil, seolah bukan anak usia 6 tahun yang bicara.

Tiba- tiba hati Tina menghangat. Berarti suaminya menjaga anak mereka dengan baik, bahkan lebih baik dari Tina. Ia semakin yakin, suaminya akan memilihnya, demi anak- anak mereka. Tiba- tiba dihatinya muncul femikiran lain,

" Anak - anak kami adalah senjataku, ia takkan meninggalkanku, ia akan meninggalkan wanita itu, demi anak - anak kami, aku yakin suatu hari, ia akan melakukannya.

" Om anteng itu siapa umak?kenapa umak bisa dibonceng Olang selain ayah, Napa uga kasih no telpon pada oom itu? Mak mau punya isti dua juga kayak ayah?" Tina terkejut dengan apa yang dikatakan dan ditanyakan putra kecilnya.

" Ini salahmu bang...mengapa kau menduakanku, sampai anak kecil kita saja tahu, istilah istri dua segala.Tapi aku tahu, ini salah wanita ini, bagaimanapun juga, aku akan mencari cara, untuk memberinya pelajaran yang lebih berat lagi. Agar ketika ia sadar, ia tak punya siaoa- siapa lagi. " Tina mengepalkan tangannya, hatinya masih berselimut dendam, dendam itu takkan habis, sebelum perempuan itu jauh dari kehidupan keluarganya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!