Termakan Ucapan

Tina dengan hati yang berdebar menunggu suaminya pulang dari membagikan gaji pada anggotanya.

Seperti biasa, malam pasar para pekerja bangunan itu harus menerima gaji, untuk bekal belanja mingguan yang akan distor sama orang rumah.

Tunggu lah sebentar Dil, abangmu akan segera kembali. Paling Jam Pukul 21 paling lama, Abang sudah balik kerumah buat stor belanja besok. Kalau sudah siap hitung- hitungnya barulah ia permisi pergi ke warung. Ini sudah jam 20 : 55, ntar pasti nongol. " Ucap Tina membujuk Idil yang nampak sudah gelisah dalam duduknya.

Seperti penjelasan Tina, pria tampan yang sudah membuat dunianya jungkir balik itu sudah nongol didepan pintu dengan senyum manisnya.

" Mhm...Baru nyampe dik? " tanyanya setelah mengulurkan salamnya pada adik iparnya.

" Lumayan juga meununggunya, kalau Abang belum nongol juga dalam sepuluh menit lagi, mungkin Idil sudah balik. " Jelas sang adik ipar.

" Mf...ngak tahu juga ada yang nungguin dirumah, habis ngak ada HP yang bisa dihubungi, jadi susahkan dik? " ucapnya sembari mencuri pandang pada Tina.

Sedang Tina yang dilirik, hanya berpura- pura tak melihat.

" Bigini bang.. Aku datang kesini atas permintaan kak Tina dan kak Tria, mereka

memintaku bicara pada Abang soal hubungan kalian dengan uni Nahda. Kalau aku pribadi sih tak ada masalah Abang membagi kasih dengan kedua orang yang kedudukannya hampir sama dihatiku. Tapi karna ada pengaduan dari pihak disini, maka sebagai adik, aku hanya bisa menjadi penengah saja. " Jelas Idil.

" Katakan saja yang ingin adik sampaikan, kalau soal keputusan yang menyangkut keluarga Abang, tentu Abang juga yang akan memutuskan bukan? Kalian hanya boleh menasehati dan menyampaikan pendapat, sedang keputusan akhir tetap ada pada yang punya badan. " ujar Arkam dengan nada penuh penekanan.

" Iya bang...Aku mengerti, tapi setelah Idil

coba menghubungi uni untuk berdamai dan mengalah, ia malah memintaku untuk melepaskan semua urusannya, bahkan ia terkesan memutuskan hubungan kami, karna marah atas keikut campuranku urusan kalian ini. Sekarang coba dengarkan keinginan kak Tina, selanjutnya Abang yang akan memutuskan bagaimana selanjutnya hubungan kalian bertiga. " Urai Idil sembari menatap Tina.

" Aku kalau yang kumau, tinggalkan perempuan itu, atau aku akan kembali kekampungku dengan membawa anak dalam kandunganku dan semua anak- anak. Lagian apa yang kurang padaku, anak sudah banyak, sekarang bahkan aku berbadan dua lagi. Kalau Abang mau pada kami, maka kutunggu dalam dua Minggu ini, kalau Abang tak mau meninggalkannya maka kami akan pergi." Ujar Tina dengan mata yang memerah menahan emosi yang selalu bergejolak

setiap berhubungan dengan pembicaraan soal Nahda.

" Dengar bang...Itu ancaman kak Tina, sekarang kalau Abang sayang pada keluarga Abang, tolong selesaikan hubungan Abang dengan uni. Bagaimanapun juga dengan uni kalian baru mulai, belum juga ada anak yang akan kalian pertanggung jawabkan kelak pendidikannya dan pemeliharaannya dihadapan Tuhan. " Ucap Idil mencoba berbicara berlagak dewasa didepan lelaki yang jelas lebih berpengalaman dari dirinya.

" Aku tidak bisa jawab Yes atau pun No tentang masalah ini dil. Walau kami belum ada anak, tapi rasa sayang, kasih dan persaudaraan Abang dengan unimu tidaklah kecil. Abang menyayangi mereka berdua, tak tega melepas yang satu untuk yang lainnya. Yang Abang mau mereka berdamai, karna pada dasarnya kita satu keluarga. Kalau kakakmu dirumah tetap keras, biar difiirkan lagi hubungan kami. Bagi Abang tak ada istilah mantan anak, kemanapun anak- anak pergi, Abang pasti menafkahi mereka semampu Abang. " Ujar Arkam tegas.

" Entahlah bang.. aku hanya sebagai penengah saja, kalau soal perasaan, dan sebagainya tentu Abang lebih berpengalaman dari Idil, Idil apalah soal perasaan, menikah saja Idil belum. " Ucap Idil lirih.

" Jangan tersinggung dik...Abang hanya tak suka saja ada yang mendikte hidup Abang, baik itu oleh yang muda atau yang lebih tua, bagi Abang sama, kalau masalah keluarga, selama inipun Abang tak pernah mengeluhkan persoalan rumah tangga pada pihak luar, bagaimanapun kesalnya Abang atas perbuatan kakakmu dirumah, kami selesaikan dirumah saja.

" Maaf bang... Kali ini mungkin kak Tina butuh tempat mencurahkan hati, Abang maklumlah posisinya yang sekarang." ujar Idil membesarkan hati istri pertama

iparnya itu.

" Karna aku sudah menyampaikan maksudku, terima atau tidak aku tak memaksa, semua tergantung Abang, bagiku kalau Abang pandai menjaga kakakku sampai selamanya tanpa ada keluhan lagi dari pihak sini, tentu aku akan senang. " Bisik Idil kemudian.

" Ini semua jadi kacau karna kak Triamu dan Uni Yani, merekalah yang sibuk memanas -manasi yang disini. " Balas Arkam dengan berbisik juga.

" Kalau begitu ni...bang...kalian berbicaralah baik- baik dari hati kehati, kami orang luar tak perlu terlalu didengar pendapat kami. Bagaimanapun orang luar mengacau dan berkicau, tetap saja yang merasakan dan menghadapi setiap konsekwensi dari keputusan kita adalah kita sendiri. Karna malam sudah larut, dan aku tidak ada yang menemani, sebaiknya aku pamit pulang dulu, selagi hantu Batang bayang belum berkeluyuran

dijalanan. He...He..." kekeh Idil berusaha mengurai ketegangan sebelum berlalu.

" Emang pernah ya hantu itu terlihat oleh warga? " tanya Tina penasaran.

" Hantu itu terlihat bagi orang yang sengaja membuka dirinya untuk mau dihantui, kalau kita sendiri tidak bersedia dihantui, tentu hantu macam apapun tidak akan berani lewat. " Ucap Idil penuh makna sindiran.

" Iya ya dik...Hantu ada dimana- mana bagi orang yang membiarkan dirinya dalam kecemasan dan ketakutan. " Ujar pria hitam manis itu.

Mereka sama- sama tersenyum sembari menatap Tina. Tatkala Idil sudah berdiri, abangnya juga turut berdiri.

" Ayo dik kita barengan, Abang juga mau kewarung, cari Bansus ( Bandrek Susu ) obat masuk angin. Kalau dibiarin masuk angin sama masuk kata, ntar badan bisa Kao. " Ucapnya sembari mengikuti langkah adik iparnya.

Kedua laki - laki dengan perpautan usia dan bentuk tubuh yang sangat jauh itupun sama- sama menstarter Hondanya, dan meninggalkan Tina yang masih belum puas dengan kemarahannya.

Seminggu sebelum sampai pada perjanjian yang ditagih Tina. Suaminya membangunkan anak- anak dan mengadakan rapat dadakan tengah malam.

" Kata ibu kalian kalian akan dibawa kembali ketanah asalnya. Kalau Ayah semua itu ayah serahkan pada ibu kalian. Bagaimanapun juga hati ayah akan selalu menyayangi kalian, kalau kalian sudah besar dan ingin kembali pada ayah, kedua tangan ayah akan tetap terbuka lebar menerima kalian, karna kalian adalah bagian dari darah ayah. Untuk masalah nafkah, minta ibumu Yan buka rekening, biar kalau ayah dapat rezeki, bisa dikirim belanja kalian, seberapa ayah punya kemampuan tentunya. Tapi kalau ada no rekening kalian tiggalkan pasti ayah akan berkirim, selagi ayah masih bisa merangkak mencari nafkah. " Ucap pak Jorong dirumah itu dengan nada mantap, membuat hati Tina rasa tertampar.

Tina berharap ancamannya akan membuat suami melepaskan madu sekaligus sepupu suaminya itu. Tapi malah dengan santainya pria yang sudah menikahinya selama tiga belas tahun ini malah melepasnya dengan santai.

Tina meremas ujung bajunya dan mengepalkan tinjunya. Ia telah termakan Ucapannya sendiri. Tanpa dapat dikendalikan airmatanya meluncur di pipinya.

Ia bahkan tak tahu kapan anak- anaknya sudah kembali kekamar masing- masing.

Ketika jemari kasar dan besar itu mengusap air matanya.

" Tak usah menangis jika ini pilihan hatimu Tina. Besok urus rekeningku, biar abang bisa ngirim uang belanja. Tapi menurut Abang, sehebat manapun saudara atau orang luar membelamu, tetaplah akan lebih baik membesarkan anak bersama dengan suamimu yang buruk ini. Tapi kalau memang sudah mantap dengan keputusanmu, Abang mau apa selain melepas kalian sesuai kata hati kalian sendiri. " Ucapnya mantap membuat Tina bergetar.

" Aku sebenarnya tak mau pisah dengan Abang, tapi aku juga tak mau ada dia.. Hik...hik..." Tina tak dapat menahan Isak tangisnya.

Pria itu membawanya kedalam dekapannya. " Jangan sekali- kali mengancam suami Tina! suamimu bukan anak kecil yang tidak tahu bertanggung jawab. Anakku tetap anakku, kemanapun kau akan membawa mereka. Aku kan pernah bilang, takkan melepaskan apa yang sudah jadi milikku, kecuali kalau mereka sendiri yang pergi, tapi walau pergi, kalau ada Riski pasti aku membaginya. Karna apa yang kucari didunia ini, bukanlah untuk diriku saja.

Aku selalu ingin berbagi dengan orang yang kusayang. Sebab itu pulalah aku tak mau memutuskan ikatan kasih sayang yang sudah ada, walau apapun orang berkata. " ucapnya sembari mengecup puncuk kepala Tina.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Dina Mustica Jaya

Dina Mustica Jaya

lanjut

2021-12-25

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!