Pukul 12 tengah hari, Arkam kerumah untuk mengambil makanannya, sekaligus istirahat sebentar menjelang Zuhur, sebagaimana biasanya.
Ketika salamnya tak ada yang menyahut, ia langsung masuk, karna rumah tak dikunci.
Kemudian ia memeriksa setiap sudut dan ruang, hingga kekamar mandi,
semua sepi, tak ada siapapun dirumah.
" Kemana Tina dan Kiki? " tanya batinnya.
Arkam mencari air putih didapur. Menuang Air dari teko kegelas, sembari berfikir. Tiba - tiba ia tersedak saat meneguk air putih itu. " Apa yang terjadi ya? aku merasa sedang diperbincangkan.
" Gumam Arkam. Hidungnya terasa pedih akibat air yang salah jalan.
Ia mengambil makan sedikit. Makan sendiri didapur. Ketika baru suapan yang ketiga, tiba- tiba ia terbayang wajah Nahda. Ia menghentikan makannya, karna rasanya makanan yang ia makan kesat ditenggorokan.
Ia membagikan Sisa makanannya pada kucing dan Ayam yang ada dibelakang.
Ketika Azan Zuhur berkumandang, Arkam
segera berwudhu untuk menunaikan kewajibannya.
Hatinya sangat gelisah, sungguh sangat gelisah. Sehabis shalat, barulah terasa agak tenang. Ia turun dari rumah dan kembali ketempat kerja.
Sampai dilokasi bangunan yang sedang dalam pengerjaannya itu, Arkam mulai mengaktifkan ponsel hadiah dari temannya. Sejak malam Tina mengamuk,
ponselnya rusak, karna ia banting sendiri.
Ia tak bisa menghubungi Nahdanya fia telfon.
Tatkala ia bermenung diwarung langganannya, Seorang kawan dekat kasihan padanya, lalu memberikan HP jadulnya pada Arkam.
" Nih pakailah buat nelfon anak pamanmu sekaligus istri keduamu itu, bosan juga aku melihat wajah lusuhmu kalau tak bicara dengannya makin lusuh..." Bisik Joni ditelinga Arkam.
Arkam tersenyum menerima telfon itu,
Kemudian mulai menekan nomor Nahda.
" Pakailah sesukamu, kalau tak guna lagi boleh dikembalikan. " Bisik temannya Joni sebelum pergi.
Ya... Arkam teringat saat itu, betapa ia sangat kacau, tidak bisa mendengar suara istri LDRnya.
" Apa mereka mendatangi tempat kerjanya ya?, hingga aku gelisah begini? " tanya batinnya sebelum menekan tombol
yang no Nahda yang hafal dalam kepalanya.
Terdengar Isak tangis disebrang sana, saat telfon tersambung.
" Mereka sudah kesini, mereka sudah ketempat kerjaku.Katamu istrimu itu tak kan menggangguku, dimana janjimu, bahkan saudarimu itu yang paling sibuk mempermalukanku. Sekarang puaslah hatimu bang. Karnamu aku menangis,
katamu kau akan menyelamatkan statusku. Ini mereka sudah pulang, mereka membawa surat permintaan cerai paksa dariku. " Nahda berucap dengan nada marah bercampur sedih.
Tenanglah dik...Itukan hanya selembar kertas, Abang takkan peduli dengan itu.
Abang berjanji akan mempertahankan hubungan kita sampai akhir hayat Abang,
sebagaimana janji Abang padamu. Bersabarlah dan terus berdoa. Selanjutnya serahkan pada Allah.
" Bagaimana aku bisa tenang, mereka sudah mempermalukanku dan memperceraikan kita.Apagunanya aku menikah denganmu, kalau untuk bercerai juga. " kata Nahda masih dengan nada Emosi.
" Janganlah emosi begitu, tegarlah adikku..Mengapa pula memikirkan selembar kertas. Abang yang menikahimu, jadi semua ada ditangan Abang, tak ada yang bisa mengintervensi
urusan rumah tangga kita, termasuk ia dan kak Yani atau siapapun, Abang kepala keluarga.
" Kepala keluarga katamu? bahkan istrimu sudah pergi kemana- mana tanpa
ada sepatah kata padamu. Apa dia pernah bilang mau keluar hari ini?
" Kau terdiam, berarti tak ada. Selama ini ternyata, dirimu tak lebih dari Robot penghasil uang bagi istri dan saudarimu itu. Pantas kakakmu itu takut sekali dengan kelanggengan kita. Takut aku akan menghabisi mesin uang mereka.
" Tenanglah dik...Jangan mengucapkan sesuatu yang tidak ingin dikatakan hatimu, karna kemarahan. Abang minta maaf atas perlakuan mereka. Abang janji akan mengurus semuanya, Abang juga takkan pernah lupa dengan janji Abang padamu. Kita akan tetap bersama walau apapun yang akan terjadi, tenanglah.. Jangan fikirkan masalah selembar kertas
itu.
" Entahlah...terserah padamu, aku lelah,
kalaupun kita berpisah bagiku tak masalah, aku sudah biasa dengan kebebasanku, aku tak mau ketenanganku
diganggu oleh istri dan saudaramu itu lagi. Penuhi saja permintaan mereka, Aku
lelah dan tak mau lagi bermasalah. " kata suara disebrang sana. Lalu Tuuut...telfon diputus.
Arkam termenung, tanpa terasa bulir bening menetes dipipi black sweetnya.
Ia tak bisa membayangkan kalau Nahda kembali mengacuhkannya, setelah begitu lama ia menggapai hatinya.
" Jangan semudah itu ingin bebas dariku dik..Bagi Abang Nahda adalah segalanya,
hanya waktu dan suasana saja yang terlambat mempertemukan kita.
Cinta ini memang rumit, tapi Abang takkan menyerah begitu saja, susah payah Abang merebut hatimu, takkan kubiarkan dirimu pergi dari hidupmu selamanya. Apapun caranya, Abang akan
selalu menjaga ikatan hati dan pernikahan kita. Tak ada waktu yang paling berkesan, lebih dari indahnya disisimu wahai kekasihku. Tetaplah menjadi pasanganku selama nyawa Abangmu masih ada, Ya Allah..Ampuni keegoisan hamba, dan tolonglah hamba mendamaikan kedua istri hamba. " ucapnya lirih terselip doa.
Tiga hari sudah sejak penyerangan itu.
Arkam hanya diam, seperti tak tahu apapun tentang apa yang sudah dilakukan Tina.
Siap isya, Arkam berjalan menuju rumah saudara mendiang ayahnya. Ia dipanggil untuk datang kerumah yang kira- kira berjarak Delapan rumah dari rumahnya.
Ia disuruh datang kesana.
Rumah itu sepi,diruang tengah ada Ayah oncu ( panggilan untuk adik ayah ).
Setelah salamnya dibalas, ia lalu masuk.
" Duduklah Kam. Ini ada surat dari kantornya Nahda, ia minta pisah darimu.
Sebaiknya penuhi saja permintaannya, demi rumah tangga dan anak - anakmu."
kata Murad Ayah oncunya.
" Ini surat tidak akan dikeluarkan Arfan ayah oncu, kalau tidak ada tekanan dari pihak disini, takkan tega Arfan mengeluarkan surat seperti ini. Bagaimanapun juga, ia sangat menyayangi Nahda, mereka teman seperjuangan.
Murad sejenak menarik nafas. Menatap
anak almarhum abangnya itu dengan seksama. Lalu ia menarik nafas beberapa kali.
" Benar Kam...Unimu dan istrimu datang kesana tiga hari yang lalu. Arfan adikmu terpaksa membuat surat ini, agar mereka
tak mengacaukan kantornya. " Jawab Murad jujur.
" Benar kan. Itulah uni. Ia tak pernah berfikir sebelum bertindak. Sekarang ia pasti bangga sudah mengacaukan rumah
tanggaku. " Arkam menekan emosinya, agar bisa bicara lebih tenang dihadapan Ayahnya oncunya itu.
" Bawalah surat ini, berfikirlah dan kembalilah pada rumah tanggamu. Ingat anak- anakmu.
" Aku tak pernah berniat mengabaikan anak- anakku ayah oncu. Tapi aku juga takkan meninggalkan Nahdaku. Tak ada gunanya bagiku kertas ini. Ini hanyalah perjanjian konyol tanpa matrai. Sekalian
masuk jeruji besi sekalipun, kalau Tina tega aku rela, tapi hatiku tetaplah sama.
Aku takkan meninggalkan, apalagi melepaskan apa yang sudah jadi milikku." kata Arkam tegas.
Murad terdiam, ia hanya penasehat, tak ada hak baginya memaksa orang.
" Ia memang keras, nampaknya cinta anakmu pada iparnya itu begitu besar bang. Aku mengalah. " Murad bergumam lirih seraya menyimpan kertas tak berguna menurut anak Almarhum saudaranya itu. Menyimpan kertas itu di bawah kasurnya.
Setelah itu, Arkam semakin murung.
Ia menghabiskan waktu setengah malam diwarung kopi, bermenung sembari menatap purnama yang nampak indah, tapi kali ini ia tak dapat menikmati purnamanya, ia kembali memalingkan wajahnya dari Arkam.
Lima purnama sejak pernikahan mereka, Telfonnya kembali susah dihubungi. Ditemui ditempat kerja sudah tak boleh.
Pergi kerumahnya ada tetangga yang mengadu pada Tina. Kalau Tina mengganggu Nahda lagi, pasti ipar sekaligus istri dan kekasihnya itu akan
makin menjauhinya. Ia belum sepenuhnya dapat menggapai hati Nahda.Semuanya sudah sekacau ini.
" Gimana Jo? Punya dua bidadari kok malah galau sendiri? " Tiba- tiba Ujang mengagetkan Arkam dari lamunannya.
" Sedang gawat Jang..Jadi terpaksa gini.
" Gawat gimana? " tanya teman Sekolahnya itu kepo.
" Pokoknya lagi gawat saja, ceritanya tak
bisa dibaca. Tulisannya tak bisa dibaca, sedang Vidionya jaringan bermasalah. "
Jawabnya sembari tersenyum menutupi masalahnya, dari dulu ia memang tak mau urusan rumah tangganya dicampuri orang lain, termasuk teman sendiri.
Ujang hanya menggeleng- gelengkan kepalanya, melihat sahabatnya itu masih sama, tetap keras kepala dan tak mau berbagi masalah.
Setelah Telfonnya yang keseratus tidak diangkat. Tiba - tiba ia teringat sebuah ide. Arkam lalu tersenyum, sembari meninggalkan warung kopi itu. Menarik kunci sepeda motor Ujang.
" Ni bawa dulu sepeda motorku, kubawa sepeda motormu. " katanya menukar kunci mereka. Ujang hanya terpaku menatap kepergian sahabatnya secepat kilat melarikan kendaraan roda dua miliknya.
" Dasar pria pendiam, tindakanmu selalu diluar dugaan- Dengan senyum kecut ia memasukkan kunci motor Arkam kesakunya.
Aku rindu..Aku akan menculikku malam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments