" Gimana, kapan kau akan melepaskannya bang? " tanya Tina setelah satu Minggu mendiamkan suaminya.
Arkam diam sembari menarik nafas panjang.
Kemudian ia mengambil rokok,
menyulutnya didepan Tina.
Tina mengipaskan tangannya, dan menjauh dari asap rokok itu.
" Sejak kapan kau merokok lagi? " tanyanya mengerutkan dahi. Karna
sejah menikah suaminya sudah tak pernah merokok, apalagi minum.
" Sejak kau selalu memaksakan kehendakmu padaku. " jawab suaminya enteng, lalu terus menghisap rokoknya lagi, kemudian menghempaskan asapnya dengan dorongan yang kuat.
Tina melempar gelas yang sedang ia pegang sehabis minum. Gelas itu menabur dilantai, menyisakan pecahan
tajam dan halus yang berserakan.
" Selalu kau tak pernah berfikir dengan tindakanmu, cobalah lihat, kalau anak - anak lewat, sebelum itu dibersihkan, mereka akan terluka. " Arkam mematikan rokoknya, mengambil sabun dikamar mandi, lalu membersihkan semua bekas pecahan gelas itu. Membuangnya kedalam kantong sampah khusus.
" Huh...Sekeras itu hatimu, aku bahkan sudah mendatanginya, ia sudah membuat surat untuk berpisah, tapi kau terus gigih bahkan pada ayahmu saja kau
melawan. " Tina mendengus, sembari membuang ludah kejendela.
" Aku kan sudah katakan padamu dik, apa
yang sudah kumiliki takkan mudah aku melepasnya. Jadi janganlah memaksaku.
Sekeras apa kau memaksaku tiada maknanya bagiku. Berhentilah memikirkan orang lain, dan mengurus dirinya, sekarang lebih penting kau urus urusanmu. Perbanyaklah tersenyum, agar kulit wajahmu mengencang lagi. Tidakkah kau perhatikan betapa keningmu semakin berlipat- lipat saja, karna seringnya kau menguras otak, memikirkan sesuatu yang tiada penting bagimu.
" Huh...Kalau kau tak menikahi perempuan itu, takkan pernah aku begini.
Tina mendengus lagi.
" Ada khilaf yang tak dirimu sadari adik, bukankah sering kau bertindak brutal, panas bagai api yang tersulut minyak, sedari dulu. Ibuku saja kau lawan, karna mendengar hasutan orang. Tapi aku tak pernah membalasmu Tina. Walau ibuku memintaku meninggalkanmu, aku tak pernah terpengaruh. Bagiku, apa yang sudah aku punya, harus aku jaga, aku berusaha dan terus berusaha agar kau berdamai dengan ibuku. Syukurlah akhirnya usahaku berhasil, ibuku dapat memaafkanmu, dan menerimamu lagi dengan ikhlas sebagai menantu.
Sekarang aku memohon padamu, berdamai lah dengan hatimu dulu, semoga hatimu membaik, dan akhirnya
hatimu bisa menerima apa yang sudah menjadi takdir kita. " Arkam berkata seraya duduk disisi Tina. Tina menjauh dari suaminya. Lalu melempar tubuhnya ketempat tidur. Bersembunyi dibalik selimut.
Suaminya mengangkat bahu, Berjalan menuju pintu, lalu kembali ketempat kerjanya.
Sudah dua tiga malam setelah hari itu, Arkam tak pernah bertemu dengan istrinya dirumah, setiap hari Tina pergi entah kemana, lalu pulang ketika ia dan anak - anaknya sudah tertidur.
Tina sengaja pergi dari rumah, ia hendak menghukum suaminya, ia pergi saat suaminya kembali. Ia hendak tahu sekeras apa hati lelaki itu mempertahankan cintanya pada istri kedua yang sudah tua dari Tina itu.
Tina berfikir dan terus mencari solusi pada teman- temannya. Sampailah ia pada sebuah keputusan.
Seminggu setelah Tina jarang dirumah, Arkam didatangi oleh petugas KUA yang masih ada hubungan keluarga dengan Arkham.
" Mamak..ini ada surat dari KUA, Tante mengajukan permohonan mediasi dengan mamak melalui KUA. " kata Rahman pengawai KUA itu menyerahkan
selembar amplop pada Arkham.
Arkam membuka dan membaca surat itu. Lalu menghela nafas panjang.
" Aku heran mamak...Mengapa mamak Setega itu pada Tante, padahal setahuku, Tante begitu baik selama ini, sampai hati mamak menduakan cintanya dengan menikahi perempuan lain." kata Rahman sembari menatap Arkam dengan seksama.
" Aku tak pernah mengatakan istriku buruk Rahman, aku juga tak pernah mengeluh pada siapapun. Apa yang ada dihatiku, dalam rumah tanggaku, cukup hanya aku dan istriku yang tahu, aku bahkan tiada pernah curhat, termasuk pada teman akrapku sendiri. Bagiku hubungan keluarga, cukup diselesaikan secara intern saja. Luka apa yang menancap di dadaku, aku tak pernah menyampaikan pada orang lain, bahkan pada ibuku, ketika ia masih hidup dulu.
Arkam bicara sembari mengusap dadanya, airmatanya menitik, luka yang pernah digoreskan istrinya dihatinya tersingkap dan berdarah lagi.
" Apa kau tak tahu apa yang disebut takdir wahai ponakanku? Takdirku beginilah, aku meski berada diantara dua wanita yang kerasnya hampir sama, dengan model yang berbeda. Kufikir kau jauh lebih tahu dariku tentang jodoh.
Aku hanya tamatan sekolah umum,
sedang dirimu Seorang frofesional dibidang agama, kau pasti mengerti bahwa jodoh adalah takdir yang telah ditetapkan Oleh Allah, sama dengan rezeki, langkah dan kematian, menurutku itu sesuatu yang sudah dipastikan oleh Yang kuasa.
Rahman terdiam, menarik nafas dalam- dalam.
" Ini saja, sudah seminggu Tina tidak ada dirumah ini, ia pergi ketika aku datang. Dan kembali ketika aku sudah berangkat kerja." Arkam berkata lagi, mencurahkan isi hatinya nya, hal yang belum pernah ia lakukan selama ini.
" Baiklah paman...aku akan menelfon Tante. " kata Rahman kemudian, lalu ia mulai membuat panggilan dari smart phonenya untuk Tina.
Beberapa detik telfon tersambung.
" Katanya Tante minta dibantu memperbaiki rumah tangga kalian, tapi Tante meninggalkan rumah, ini tidak baik k Tante. Kembalilah...Jangan buat mamak semakin jauh darimu. " Kata Rahman pada Tina.
" Baiklah...aku akan segera pulang. "jawabnya dari seberang Telfon.
" Pulanglah...hari Rabu mamak akan menghadiri panggilan KUA." katanya lagi
sebelum memutus panggilan.
Mereka menunggu sampai jam sepuluh malam, tapi belum ada tanda kemunculan Tina. Setelah capek dan mengantuk, Rahman lalu pamit.
" Bukankah kau lihat sendiri, betapa ia pembangkang. Aku tak pernah mengatakan ini pada siapapun sebelum ini. " kata Arkam sebelum ponakan itu pergi.
Sedang Rahman hanya tersenyum pahit.
Ada rasa malu sudah begitu gigih membela Tina.
Pukul 12 : 20 tengah malam, barulah Tina
kembali. Ia mengendap- endap agar tak ada yang terbangun. Tapi malang baginya, ternyata suaminya hanya berpura- pura tidur saja.
" Aku takkan menenuhi panggilan KUA itu, bagiku Semua terserah padamu. Kalaulah dirimu ingin berpisah dariku, hadiri sendiri dan ikuti sendiri proses hukum gugatanmu. Bagiku pantang menceraikan kan istri, kalau istri yang mau menceraikanku, aku terpaksa menerima. " Katanya lirih, nyaris ditelan angin malam.
Tina melemparkan tubuhnya kekasur mereka setelah membuka bajunya, lalu memeluk suaminya.
" Aku tak mau bercerai denganmu. Aku hanya mau kau menceraikannya. " katanya penuh penekanan.
Suaminya langsung membalikkan tubuh hanya membelakangi Tina.
" Sedang dirimu saja entah sudah berselingkuh atau mengapa diluar takkan
aku ceraikan, apalagi dia yang begitu sopan menjaga pergaulannya, walau ia bisa membawa pesawat terbang sekalipun, ia tak mau keluyuran sembarangan, tanpa izin dari suaminya.
Padahal suaminya membebaskannya,
ia pandai segalanya, tapi ia tak memanfaatkan kepandaiannya untuk keburukan.
" Lihatlah dirimu istriku, kau hanya bidadari turun dari becak, tak bisa kemana - mana tanpa bantuan orang lain, tapi kau berani keluyuran malam. Dimana letak santunmu sebagai istri. Apa kau merasa hanya dirimu yang pantas kucinta, hanya karna kau sudah terlanjur melahirkan anak- anakku? " tanya Arkam menusuk jantung Tina. Kemudian pria itu turun dari tempat tidur.
" Jangan lupa tutup pintu, aku pun hendak keluyuran. " katanya sebelum berlalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments