Berandai - Andai.

Tina teringat malam itu, setahun yang lalu, saat malam purnama. Suaminya mengeluh susah tidur.

Lalu mereka membuka jendela kamar. Bergolek dikasur sambil memandang rembulan.

" Malam purnama yang sangat indah..

terangnya bulan membuat hati tak kuasa memejamkan mata.

Ingin rasanya bermain- main seperti masa kecil dulu, berlarian dibawah cahaya bulan. " kata Arkam

sambil memandang langit yang dihiasi bulan penuh itu.

Tina mengerutkan dahinya, sepanjang pernikahannya, baru kali ini Arkam tertarik mengajaknya mengintip sang purnama dari jendela kamar mereka.

" Ada apa sih bang?...Kok Abang tiba- tiba teringat masa kecil dan tampak begitu mengagumi bulan terang itu. Padahal setahuku tak pernah sekalipun

Abang tertarik dengan hal- hal seperti ini sepanjang aku bersamamu. " kata Tina seraya memeluk suaminya dari samping. Ia tak pernah berhenti mengagumi perut rata dengan pinggang yang begitu mencandu untuk memeluknya itu.

Arkam meraih jemari Tina yang menempel di kulit perutnya. Menggenggam jari - jari mungilnya sambil mempermainkan diatas perut rata nan seksi

itu. Setelah puas memainkan jemari istrinya. Ia menarik tangan mungil itu kebibirnya. Mengecupnya dengan lembut dan penuh kasih.

" Tina...

" Ya bang... " jawab Tina sembari menatap lekat wajah suaminya. sedangkan suaminya sepertinya lebih tertarik kembali menatapi bulan terang. Tina Cemburu pada sang bulan. Lalu ia beranjak dari tempat tidur, kemudian mengunci jendela dengan rapi.

" Aku tahu bulan itu indah...Tapi ia semu, yang nyata adalah bulan yang ini. " Tina meraih tangan suaminya, dan menempatkannya dibulan yang sebenarnya.

Arkam mengerti maksud Tina. Tapi ia masih ingin bersantai, ia merasa dirinya malam ini tak ingin kencan berat dengan istrinya. Ia hanya ingin bercanda dan dan bermanja.

Ternyata tidak dengan Tina, ia menginginkan suaminya. Karna suami tak kunjung memulainya. Maka Tina yang memanjatnya. Siapa yang bisa melarang? Yang dipanjat batang mangga sendiri." begitu fikirnya. Ia tersenyum kecil, menertawakan kekonyolannya.

Tina yang memegang kendali. Ia juga yang jadi kusir. Sedang Arkam pasrah dengan gairah istrinya.

Akhirnya bulan purnama diluar terpaksa mengalah, saat bulan didalam menyorotkan cahayanya , menembus diding gelap hati Arkam saat ini.

Tina tersenyum puas, setelah berhasil menguasai suaminya malam ini.

" Aku takkan mau kalah dengan siapapun. Termasuk oleh bulan. " batin Tina bersorak meneriakkan kemenangannya.

Kala Tina masih belum puas, ia kembali menuntut suaminya. Ia lagi memanjat mangga kesayangannya. Tapi suaminya menahan tangannya.

" Sudah...Apa adik tak capek? " tanyanya sembari menatap lekat manik mata istrinya.

" Capekpun tak masalah bagiku, yang penting aku tak mau kau malah memilih bulan ketimbang aku. " kata Tina.

" Masak sama bulan saja cemburu. Lalu andai ada orang lain bagaimana? " tanya Arkam tampak serius dalam berandai- andai.

" Tidak...kau takkan bisa menghadirkan orang lain.

Aku tahu betul, hanya aku yang kau cinta. " kata Tina mantap.

" Jangan terlalu percaya diri sayang...Kita tak tahu apa yang akan terjadi dikemudian hari. Bagaimana

kalau rasa tersinggung ku dimasa lalu atas perbuatanmu, membuatku terlanjur mencintai perempuan lain? " tanya Arkam kemudian.

" Tidak akan mungkin...kau pria pemaaf. Lagi pula

kita baik- baik saja, kau takkan sanggup menggantikan ku. " kata Tina bangga.

" Memang sayang...aku takkan sanggup menggantikanmu, karna kau ibu dari anak- anakku.

Tapi andai aku terlanjur menduakanmu, tanpa berniat menggantikanmu. Apa kau bisa menerima?

" tanya Arkam.

Tina merasa tertantang, ia terlalu percaya diri dengan kesempurnaan cinta Arkam untuknya.

" Andai kau sanggup, dan sudah terlanjur. Ya apa boleh baut. He...He....Maksudnya apa boleh buat." Tina terkekeh setelah mengucapkan candaannya.

" Banyak orang yang tak menyadari khilafnya Tina...

hingga ia tak tahu pernah menoreh luka dihati kekasihnya, saat kekasih merasa sakit yang dalam dan tak kunjung sembuh, ia dipertemukan lagi dengan curahan hatinya. Merasa menemukan obat yang cocok,kadang manusia menikmati kecanduan obatnya. Hingga ia ketergantungan terhadapnya. Saat merasa obat itu begitu penting, maka ia akan mencarinya sendiri.

Ketika penyakit bertemu dengan obatnya, takkan dapat dihindari, penyakit itu akan terus mencari

obat yang sama. Lalu apa adik akan bersedia berbagi dengan obat hati suamimu?" tanya Arkam

lagi yang membuat dahi Tina mengerut.

" Sudah Ah...Berandai - andainya. Kalau Abang tak mau dipanjat lagi, sudahlah jangan ngacok ah...Ayo tidur! Besokkan kerja. " kata Tina.

" Iya...besok Abang kerja. Kalau selagi ada, Abang takkan suka bersantai- santai. Tenanglah..kalau soal kerja Abang takkan malas, selagi sehat." kata Arkam dengan perasaan tak menentu.

Tina menutup mulut suaminya dengan jemarinya.

Sudahlah...jangan brisik, aku mau tidur. " katanya seraya meletakkan kepalanya didada bidang Arkam.

"Aku belum bisa tidur, aku mau bersuci dulu. Apa adik tak ikut wuduk sebelum tidur? " tanyanya pada Tina.

Tina tidak menjawab, ia hanya menurunkan kepalanya dari dada Arkam, lalu masuk dan bergelung dalam selimutnya.

" Hidup bukan hanya makan tidur dan bekerja Tina!

kita juga butuh tempat berbagi hati yang mengerti,sepaham dan memiliki jiwa yang luas. Andai suatu hari nanti, suamimu menemukannya, maka jangan salahkan aku menikmati kenyamanan itu. " kata Batin Arkam. Ia lalu menuju kamar mandi. Menambahkan air hangat ditempain Kemudian ia mandi besar. Ia menatap langit diatas kamar mandi uyang tidak beratap itu.

" Kapan istriku mau diajak shalat berjamaah. " gumamnya, dalam hati kecilnya terasa kecewa, kala Tina diajak berwudhu saja tak menurut.

Tina tak tahu, kalau dihati lelaki yang sudah sepuluh tahun menjadi miliknya, bertambah lagi kegelapan yang ia ciptakan tanpa sengaja.

Ia tertidur lelap. Saat suaminya bersimpuh pada yang Maha kuasa, mohon akan perubahannya menuju muslimah yang lebih baik lagi.

Sejak saat itu, Arkam tak pernah menikmati malamnya untuk beristirahat dengan tenang. Ia sudah mendapatkan nomor Nahda waktu itu. Ia sengaja mencarinya kepada bakonya. Tapi Nahda sekalipun tak mau menerima telfon darinya.Andaipun telfon tersambung, itu pasti yang menjawab putranya.

Arkam ingin menyambung silaturrahmi dengan ipar

kesayangannya itu. Ia masih ingat ketika Almarhum ibunya mengenalkan mereka lagi setelah puluhan tahun tak jumpa

" Ini abangmu Nahda..Ia menikahi parempuan Nias. Dan itu adalah istrinya." kata Almarhum ibunya.

Arkam sangat sedih, melihat iparnya yang secantik dan sebaik itu telah menjadi janda beranak dua. Dari kabar yang ia dengar mantan suaminya pria yang sangat kasar dan egois.

Arkam menatap iparnya yang cantik dan nyaris sempurna itu. Ia mengulurkan tangannya, tapi Nahda hanya menyambut salamnya sedikit saja, tanpa menatapnya barang sekejappun.

" Kenapa ia tak menatapku, apa ia tak pernah ingin lagi mengenalku? " tanya batin Arkam saat itu.

waktu berikutnya ia dapat pekerjaan proyek disekitar kantor pemerintahan tempat Nahda bekerja. Hati Arkam terlonjak senang, begitu ia dapat kesempatan curi-curi pandang lagi , pada ipar yang ia rindukan sejak dulu. Bocah kecil yang pernah diminta Almarhum pamannya untuk ia nikahi setelah dewasa.

" Aku memang tak pantas lagi memintamu adik..." tapi andai ada takdir kita aku pasti beran memintamu untukku." kata batin Arkam saat menatap Nahda dari kejauhan.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!