"Terima kasih sayang..." Bisik Arden, "Semoga tumbuh dedek bayi ya disini" Arden mengelus lembut perut bawah Hanny dan melepas miliknya keluar dari inti tubuh Hanny. Dengan pekikan kecil Hanny mengeluh karena terkejut tiba-tiba rasanya sangat ringan dibawah sana. Segeralah menyembur keluar sisa peperangan dan benih yang gugur. Arden menghempaskan tubuhnya di samping Hanny dan memeluk Hanny dengan napas masih memburu.
Setelah beristirahat 15 menit dan mengatur napas, Arden segera menggendong Hanny yang masih lemas untuk membersihkan diri. Dengan telaten Arden membasuh dan mengeringkan tubuh Hanny lalu membaringkannya lagi. Baru dia sendiri membersihkan dirinya. Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi.
"Hanny sayang... kau tidur?" Tanya Arden sambil memeluk tubuhnya.
"Hmm tidak, tapi badanku lemas." Ujar Hanny pelan.
"Ingat ya.. besok bersikap seperti biasa saja. Anggap kalau Johan yang telah menidurimu ok.." Arden kembali mengingatkan Hanny tentang rencana mereka. Hanny hanya berdehem mengiyakan.
"Bagaimana rasanya malam pertama kita?" Tanya Arden jahil, Hanny langsung membuka matanya memandang wajah Arden yang masih memakai topengnya.
"Ehm... melelahkan. Tapi aku suka." Jawabnya dan menundukkan kepalanya. Wajahnya memerah dan sangat malu. Tentu saja suka, permainan Arden sangat membuatnya kewalahan bercampur nikmat luar biasa.
"Hahaha... " Arden tertawa lebar. "Gadis kecilku yang menggemaskan ternyata sudah pintar ya." Ujar Arden gemas dan menggigit gemas pipi Hanny.
"Jadi kau suka? Mau lagi?" Tanya Arden lagi.
"Mau lagi." Jawab Hanny malu-malu. Yang membuat Arden gemas bukan main.
"Dasar mesum." Ujarnya lagi langsung mendekap Hanny dan tak lama akhirnya Hanny tertidur duluan.
Perlahan Arden mengambil ponselnya dan turun dari ranjang menuju ruang tamu.
"Vin, balik sini. Bawakan obat anti nyeri, salep dan suntikan bius yang aman ya." Perintah Arden pada vino di sebrang sana.
Tak lama Vino telah sampai diruang tamu kamar khusus itu dan memberikan permintaan Arden. Ternyata Jupi juga ikut dan pastinya kepo dengan urusan ranjang Arden.
"Bagaimana bro?" Tanyanya berbisik.
"Mantap" Jawab Arden cepat.
"Itu buat apa bos?" Tanya Vino menunjuk obat anti nyeri. Akhirnya mendapat hadiah jitakan dari Jupi
"Ukuran bosmu itu jumbo, muat aja sukur. Bisa-bisa anak orang ga bisa jalan besoknya karna kesakitan." Jelas Jupi dan mereka terkekeh geli.
"Jadi gini, sekarang antar kembali Hanny ke kamar bawah. Atur seperti seharusnya. Tapi hubungi Arka untuk panggil Johan membicarakan tentang kerjasama yang dia tawarkan. Jadi si Johan tidak curiga dengan kondisi Hanny sebelum Hanny bangun. Kalau bisa atur agar si Johan keluar kota beberapa hari agar Hanny pulih" Jelas Arden, Vino dan Jupi pun mengerti akan maksud dari bosnya.
"Tapi bersihkan kamar bawah jangan ada sisa bekas orang-orang itu. Harus steril." Cercanya lagi.
"Lalu, perketat penjagaan untuk Hanny di rumah Salim, bilang pada Siti buatkan makanan sehat dan begizi biar cepat hamil. Aku sudah bicara pada Hanny siapa aku tapi tidak membuka jati diri, dia hanya tau aku Kak Jo nya yang dulu. Setelah ini kita tidak akan bertemu dan dia akan bersikap wajar." Jelas Arden lagi agar kedua anak buahnya mengerti apa yang harus dilakukan.
Semua berjalan sesuai rencana, akhirnya Hanny dibawa kembali kekamar di lantai 3 pada jam 4 subuh. Radian sudah bersiap pergi dari sana. Sambil melihat kondisi Hanny yang terlihat pucat dan penuh tanda merah di bagian lehernya yang tak tertutup. "Siapa sebenarnya yang telah menikmatimu Hanny?" Pikir Rdian namun dengan cepat membuang pandangannya sebelum Vino melihatnya memandangi Hanny. "Tidak mungkin bos Vino karena sampai tengah malam dia masih diganggu oleh bos. Berarti diatas bos Vino lagi." Pikiran Radian berkelana sendiri menebak siapa orang yang begitu menginginkan Hanny.
Jam 7 pagi ternyata Johan baru mampir ke kamar Hanny, Johan memandang jijik ke arah Hanny yang terlihat menyedihkan dan banyak bekas percintaan.
"Dasar wanita murahan." Rutuknya pelan dan segera membuka bajunya dan tidur di sebelah Hanny. Hingga pukul 9 Hanny baru bangun dari tidurnya merasakan pegal diseluruh tubuhnya dan perih di pangkal pahanya. Hanny langsung teringat untuk bersikap biasa saja dan pura-pura tidak tau apa-apa.
Terasa ada pergerakan dari Hanny, Johan pun berbalik dan tersenyum sinis. "Kau lumayan juga." Ujar Johan berpura-pura.
Hanny hanya menatapnya bingung "Ini dimana? Kenapa kita disini tuan?" Tanya Hanny kebingungan.
"Kakek ingin segera punya cicit jadi kita membuatnya disini. Sudahlah cepat bersihkan tubuhmu dan kita kembali." Hardik Johan yang telah terduduk di tepi ranjangnya. Hanny tidak berani bergerak karena sakit di pangkal pahanya, jika dia meringis akan ketahuan bahwa dia bukan wanita ****** yang telah tidur dengan banyak pria. "Duh... bagaimana ini?" Cemas Hanny dalam hati.
Tedengar dering ponsel Johan di meja nakas, dan langsung diangkat olehnya.
"........"
"Benar dengan saya Johan Salim." Jawabnya .
".........."
"Baik saya segera kesana." Ujarnya segera bangkit dan memakai bajunya dengan cepat.
"Kau pulang dengan taxi. Ini!" Johan melemparkan beberapa lembar uang ke atas tempat tidur dan pergi dari sana.
Hanny hanya menghela napasnya panjang, masih susah untuk bergerak. Untuk balik badan saja dia meringis kesakitan. Tak lama sesorang pria masuk dan Hanny tau itu Arden karena tubuh gagahnya dibalut jas hitam seperti kostum pengawal yang selalu memantaunya, di wajahnya terpakai masker warna hitam yang menutupi setengah dari wajahnya. Tetapi mata hijaunya masih terlihat jelas oleh Hanny.
"Kak Jo..." Hanny berteriak senang melihatnya. Arden segera memeluknya sambil menggendong Hanny seperti menggendong anak kecil yang melingkarkan kakinya di pinggang Arden. Hanny memeluknya erat. Arden membawa Hanny kembali ke kamarnya di lantai 18.
"Sayang... makan dulu ya." Setelah mendudukkan Hanny di kursi dapur, Arden membuka tutup nampan dan sudah ada Mie Ayam kesukaan Hanny jika sarapan. Hanny meringis pelan merasakan nyeri sewaktu menggeser duduknya.
"Maaf, pasti sangat sakit." Lirih Arden yang terlihat dari sorot matanya yang merasa bersalah. Hanny menggeleng dan tersenyum.
"Tidak apa-apa sakit, aku rela jika tiap hari bisa bersama seperti ini." Jawab Hanny tersenyum.
"Dasar nakal." geram Arden gemas dan menyentil hidung Hanny pelan.
Arden menjelaskan kembali apa saja yang harus dikakukan Hanny setelah menemani Hanny sarapan dan minum obat, serta mengoleskan salep tentunya sambil menahan terjangan nafsunya.
"Kau tinggal disini dulu ya, tidur saja. Tapi ingat kata-kataku ini." Hanny mengangguk dan mendengarkan dengan seksama.
Arden memberi pesan, setelah hari ini mereka tidak akan bertemu seperti ini lagi sampai..mungkin 2 tahun kedepan tetapi Arden tetap akan melindunginya. Hanny harus patuh kepada Johan karena dengan hamil nantinya Johan tidak akan berbuat kasar lagi dengannya, anak ini lah yang menjadi jaminan Hanny agar aman di kediaman Salim setidaknya sampai melahirkan. Atau bisa saja sampai 4 tahun kedepan setelah Irene berhasil dalam kontraknya.
"Jika anak kita lahir, apapun yang terjadi jangan katakan kalau ini adalah anakku. Jika kejadian ini terbongkar, Johan pasti akan menuduhmu, kau hanya bilang tidak tau karena tidak sadar."
"Dan satu lagi, jangan khawatirkan papi alex, dia akan baik-baik saja. Aku janji, tunggu aku ya.. sebentar lagi." Hanny menganggukan kepalanya.
"Aku sudah menunggumu 7 tahun, 2 tahun lagi tidak masalah. Akhirnya aku tau kakak tidak pernah meninggalkanku." Ucap Hanny lirih menahan tangisnya. Arden memeluknya erat sambil mengecup kepalanya masih dengan masker diwajahnya.
"Kau akan tidur lagi sayang... nanti setelah bangun jalankan harimu seperti biasa, jangan nakal dan jaga dirimu demi calon anak kita. ehm..?" Arden menyuntikkan obat bius di lengan Hanny dan perlahan Hanny mulai kehilangan kesadaranya. Arden mengangkat tubuhnya dan menidurkan di ranjang besar dikamar sambil memeluk Hanny dan ikut tertidur.
TBC~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments