Sella menghapus air mata di pipinya, ia menangis, marah dan kecewa. Sella pikir, pria ini sudah berubah tapi ternyata sama saja. Sekali brengsek akan tetap brengsek. Napas Sella berhembus tidak menentu, telapak tangannya masih terasa panas, ia menyesal sudah membuka kesempatan untuk memulai pertemanan mereka.
Niatnya ingin pura menerima Mark dilunturkan oleh ketkutan sendiri.
"Aku membencimu, Mark!" Sella mengepalkan kedua tangan, dalam hati ia lebih membenci dirinya sendiri sebab tidak bisa konsisten menjauh dari pria ini.
Mark tetap diam melihat Sella, ia meraba pipi kanan yang masih terasa panas seperti hatinya. Mark mengutuk dirinya karena tidak bisa mengontrol emosinya. Ya, sudah beberpa hari ini Sella mengcaukan pikirannya.
"Maaf kalau perbutanku sudah di luar batas, aku tidak berniat menyakiti dan membuatmu takut. Kau pergilah, supirku yang akan mengantarkanmu pulang!"
Mark tidak tahan melihat Sella menangis, ingin rasanya ia menghapus air mata Sella tapi, ia tidak mau menambah masalah. Tidak ada jawaban dari Sella, wanita ini justru berpaling muka. Mark mengalah dan kembali masuk ke Villa.
***
Kehadiran Mark di rumah sakit menarik perhatian banyak orang. Suara langkah kaki pria ini menggema di koridor rumah sakit. Dua pengawal yang berjaga di depan ruangan Kate di rawat menyambut dan membukakan pintu untuknya.
Di dalam ruangan, Mark melihat Kate terbaring lemah di tempat tidur pasien. Ditemani Nico duduk di kursi kecil yang tidak jauh darinya.
Nico beranjak mendekati Mark yang masih berdiri di tempatnya. Kedua pria ini seperti petinju yang siap bertarung di atas ring, aura permusuhan kian kental menyelimuti ruangan itu.
"Aku pikir kau tidak berani menunjukkan wajahmu di sini!" Nico mulai bicara, jari telunjuknya menancap di dada bidang Mark. "Kau lihat ... karenamu, adikku berniat mengakhiri hidupnya! Kalau terjadi hal yang lebih buruk dari ini maka, aku tidak akan melepaskanmu!"
"Kau tidak bisa menyalahkan dan mengancamku! Jadi, hentikan omong kosongmu!" Mark menepis tangan Nico dan mengibaskan kemejanya seolah menghapus debu yang ditinggalkan Nico.
"Cih! Kalau bukan karena adikku, aku pasti sudah lama melenyapkanmu!" Nico maju dua langkah dan berbisik. "Kau tidak tahu siapa aku jadi, jangan remehkan aku dan turuti kemauan adikku!"
"Lakukan apa yang mau kau lakukan. Begitu juga denganku. Aku akan melakukan bagianku!" jawab Mark tidak kalah sengit. Tentu, ia tahu siapa Nico hanya saja saat ini Mark masih mengumpulkan bukti yang lebih akurat.
Mark tidak mau rencana yang sudah disusun rapi menjadi berantakan hanya karena Nico berusaha memancing amarahnya. Bukan karena ia takut berhadapan dengan Nico hanya saja Mark menunda sampai waktunya tiba.
Suara gaduh mengusik telinga Kate, wanita ini membuka mata dan tersenyum melihat Mark.
"Mark...." lirihnya lemah, tangan yang tertusuk jarum infus itu terangkat melambai memanggil Mark. "Kau datang, sayang?" Kate mencoba duduk tapi, Nico datang mencegahnya.
"Jangan konyol Kate, kau masih sakit!" seru Nico. "Jangan lagi menyakiti dirimu seperti ini!" Nico membenarkan selimut Kate sampi sebatas dada.
"Apa yang terjadi denganmu, Kate?" Mark berdiri di sisi lain, berhadapan dengan Nico, dilihatnya perban di pergelangan tangan Katerine.
"Bukankah kau yang sudah menyakitiku?" Kate memelas, wajah yang pucat pasih sengaja ia tunjukkan pada Mark. "Daripada kau yang meninggalkan aku, lebih baik aku yang meninggalkanmu, Mark!" Kate menangis di hadapan Mark dan Nico.
"Kau melukai dirimu sendiri?" Mark yakin kalau wanita ini sengaja menyayat urat nadinya. "Kenapa kau lakukan ini, Kate?" Mark hampir tidak percaya Kate bisa berbuat senekat ini.
"Semua ini karenamu! Kalau saja kau tidak menunda pernikahan kalian, adikku tidak akan berpikir untuk mengakhiri hidupnya!" cetus Nico berapi-api.
"Aku lelah dengan hubungan ini. Kau tau kalau aku sangat mencintaimu tapi, sepertinya kau tidak mencintai aku. Kau selalu menghindariku, Mark! Kau tidak mau menikah denganku!" Kate semakim histeris, ia menyingkap selimut dan membuangnya ke sembarang arah.
Nico berusaha menenangkan adiknya. "Tenanglah, Kate!"
"Aku lebih baik mati daripada hidup tanpa Mark! Tapi pria ini tidak mau menikahi aku! Apa yang harus aku lakukan, Kak?" Kate menarik jarum infus yang menancap di punggung tangannya.
"Cukup, Kate! Baiklah aku akan menikahimu! Setelah kau keluar dari rumah sakit, kita bisa mulai merancang pernikahan kita!" jawab Mark cepat.
Kate bethenti menangis, ia mengmati wajah Mark. "Kau janji?" tanya Kate lirih.
"Iya, aku janji!" Mark mengusap kepala Kate. "Jangan lakukan ini lagi, Kate."
Kate tersenyum dan memeluk Mark. "Tidak akan karena kita akan menikah. Aku pegang janjimu, Mark!" Kate tidak sabar ingin segera keluar dari rumah sakit.
***
Di kafe bibi Jeny.
Rosella membantu bibi Jeny melayani para pelanggan setia yang menyukai masakan bibi jeny. Rose masih cekatan melakukan pekerjaannya seperti dulu. Tempat ini seperti obat untuknya, di sini ia bisa melupakan semua maslah yang ia hadapi.
"Rose, bawalah makanan ini. Bibi tidak mau kau keluar malam lagi." Bibi Jeny memberikan kotak makanan untuk Rose, wanita paruh baya ini sangat senang Rose menghabiskan waktu seharian di kafenya.
"Bibi berhenti memanggilku, Rosse. Aku Sella, Bi...." bisik Sella.
"Bibi lupa sayang, ya sudah hari sudah petang kau pulanglah, Nak. Angin malam tidak baik untukmu."
"Terima kasih untuk makanan dan semuanya, Bi. Aku bersyukur masih ada yang menyayangiku setulus ini."
Bibi Jeny memeluk Rose. "Kau sudah seperti anak kandungku sendiri. Datanglah kapanpun kau mau, Nak!"
Rosella mencium pipi Bibi Jeny. "Terima kasih, Bi. Aku pasti sering datang ke sini," jawab Sella.
***
Hari sudah semakin gelap ketika Sella keluar dari taksi. Keadaan sekitar pun tampak sepi. Sella melenggang pelan menuju lift, belum sempat ia menekan tombol, seorang wanita cantik datang menghampirinya.
"Sella!" Panggil wanita sexy tersebut.
"Anda mengenalku?" tanya Sella.
"Tidak, hanya saja ada yang ingin aku tanyakan padamu."
Bangku panjang di taman menjadi tempat dua wanita ini meluangkan waktu sebentar. Dinginnya angin malam seolah tidak terasa di kulit keduanya.
"Dari mana Anda tau namaku?" tanya Sella memecah keheningan diantara mereka.
"Ya, sebelumnya perkenalkan, namaku Samantha. Apa kau pernah mendengar seseorang menyebut namaku?"
Samantha mengakui kecantikan Sella. Hingga Leon pun tergoda padanya tapi, Sam tetap tidak akan membiarkan wanita ini merebut Leon darinya.
"Tidak!" Rosella semakin bingung, wanita asing ini mengambil amplop berwarna coklat dari dalam tasnya.
"Bukalah! Kau akan tahu siapa aku setelah melihat isi di dalamnya!" Ia meletakkan amplop itu di pangkuan Sella.
Perlahan, Sella membuka dan melihat isi di dalamnya, seketika mata Sella terbelalak lebar, perutnya mual seperti mau memuntahkan isi di dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
penasaran isi amplot tu
2023-02-13
0
Stevani febri
apa isinya😳😳
2021-12-21
0
Yuen
Isshhhh sapa jg yg mau laki bekas elu sam 😆😄😁😂 pede bgt lu anj****rrrrrrr 😅😄
2021-11-12
0