Menemukan Petunjuk

Mendengar pertanyaan Mark membuat Sella mati gaya, tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya karena itu sama saja menceburkan diri ke lubang buaya. Menyerahkan diri ke kantor polisi.

Sella merutuki kebodohan sendiri yang sudah mengambil keputusan tanpa dipikir dahulu. Sella masih diam memikirkan jawaban yang paling masuk akal, jemari tangannya saling meremas, gugup melihat pria yang masih menunggu jawabannya.

"Rosse ...." Mark menggantungkan ucapannya. Mata tajamnya seperti sinar laser menembus tubuh Sella. "Ah, maksudku Sella." Mark tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya.

Mata wanita ini sempat membola ketika ia menyebut nama Rosse. Bibir Sella terbuka membuat ia gemas ingin menciumnya. "Kenapa diam, Nona Sella?" tanya Mark lagi.

Mark menumpu satu kaki di atas paha. Melipat tangan bak inspektur mengadili tersangka. Mark merasa ada yang janggal di dalam diri wanita ini. Hanya orang-orang tertentu yang tahu alamat Villa ini dan tidak seorang pun bisa masuk tanpa ijin darinya. Kenapa wanita yang baru sebentar ia kenal dan belum lama tinggal di Kanada sangat paham jalan menuju Villa pribadi miliknya?

Sangat membingungkan.

Sella merasa berada di kursi kesakitan, menghadap hakim yang sedang mengadilinya. Kesadarannya hampir hilang saat Mark menyebut nama Rosse, tapi kembali bernapas lega ketika Mark meralat ucapannya.

Situasi yang membingungkan.

"Ehm, aku tanya sama supir taksi tadi. Hampir semua orang mengenalmu 'kan?"

Jawaban yang masuk akal, wanita ini masih berusaha meyakinkan, ia tidak perduli meskipun raut wajah Mark berubah lagi, seperti tidak percaya padanya.

"Kau pingsan jadi tidak tahu kalau aku berusaha mencari alamatmu, ini!" Nada bicara Sella seperti menantang Mark, suaranya naik satu oktaf.

Mark terbahak, di matanya wajah Sella seperti anak kelinci yang lucu. Kegugupan dan wajah gadis ini benar-benar mengingtkannya pada seseorang.

'Apa aku tidak salah lihat? Ternyata pria jahat ini bisa tertawa juga'

"Kau mengingatkan aku pada seseorang. Cara bicaramu, wajahmu dan semuanya. Aku pikir kau diam-diam mencari tau tentangku. Kau tau, hanya ada dua wanita yang tidak tertarik denganku. Kau ... dan wanita itu!"

Mark sengaja memancing Sella, menilai raut wajah, cara bicara dan bahasa tubuhnya. Berharap wanita yang ada di depan matanya ini memang Rosella gadis yang sudah lama ia cari.

Jika benar maka, akan ia kurung wanita ini agar tidak bisa pergi jauh darinya.

Desiran aneh itu datang lagi, hati kecil sella bahagia karena Mark masih mengingat Rosella.

'Andai saja kau benar-benar mencintai aku, Mark. Detik ini juga akan aku katakan kalau aku orang yang sama. Tapi, apapun itu semua sudah terlambat. Sampai kapanpun kita tidak akan bisa bersama.'

"Siapa bilang aku tidak tertarik denganmu?" tanya Sella, kening pria itu mengkerut melihatnya.

Sella sudah mengambil keputusan untuk pura-pura tertarik dan mulai membuka hati untuk Mark. Semua ia lakukan agar Mark tidak semakin curiga padanya.

'Aku harus bersandiwara dan membuatmu bertekuk lutut padaku dan setelah itu kau akan menerima hukuman dariku. Kau akan rasakan sakitnya dipermainkan.'

"Kau cepat sekali berubah pikiran." Mark kecewa karena Sella masih tidak mau berkata jujur. Sebenarnya siapa wanita ini?

"Ya, aku masih normal. Kau tampan, kau baik, kau kaya dan kau tau cara membahagiakan wanita. Berlian mahal itu saja tidak ada nilainya di matamu. Bagaimana bisa aku tidak tertarik denganmu?" Sella menggulung-gulung rambutnya, senyum manis selalu menghiasi wajahnya.

Apa yang dilakukan Sella membuat kepala Mark semakin uring-uringan. Gerakan dan wajah Sella tampak menggodanya.

"Jadi, kau tidak akan menghindariku lagi 'kan?" Jiwa petualang Mark yang sudah lama tidur kini, muncul lagi.

"Aku pikir kita bisa jadi teman dan ada kemungkinan kita akan menjadi partner kerja yang baik. Jadi kenapa kita tidak mencoba berteman saja?"

Sella tahu pria di depan matanya ini sangat berbahaya, hingga ia tidak mau memancing amarahnya lagi. Jika waktu itu ia bisa melarikan diri namun, Sella tidak yakin kesempatan itu datang lagi.

Mark tersenyum simpul dan berpindah duduk di samping Sella. Gadis ini reflek menggeser duduknya tapi, Mark semakin menghimpitnya.

"Ka-kau mau apa?" Sella menyilangkan tangan berjaga agar Mark tidak merobek pakaiannya seperti dulu. Harum shampo dari rambut basah Mark menggelitik hidungnya.

Mark mengamati wajah Sella. "Aku suka matamu, senyummu dan semua yang ada di dirimu," ucap Mark, ia masih beranggapan kalau gadis ini adalah Rossela. "Siapapun dirimu tolong, jangan lagi menghindari aku."

Wajah Mark tampak sayu, tidak sangar seperti biasa. Jiwa rapuh yang selama ini tersembunyi seakan muncul di permukaan. Detik itu juga ia menyandarkan kepala di bahu Sella.

"Kupinjam sebentar," lirih Mark, ia ingin menikmati moment langka ini. Baginya ini adalah tempat ternyaman.

Jika bisa bila waktunya sudah tiba, Mark ingin mengakhiri segalanya di pangkuan Rossela. Mungkinkah?

Sella tidak melarang dan juga tidak mengiyakan, ia hanya diam melihat kepala Mark tertunduk di dekatnya.

Keheningan tercipta di ruangan itu. Dua manusia dewasa ini larut dalam pikiran masing-masing.

'Harusnya tidak begini, aku semakin tidak mengenalimu, Mark,' batin Sella.

Handpone Sella berdering, Mark sontak menarik kepalanya. Sella cepat-cepat mengambil benda pipih tersebut di dalam tas yang ia letakkan di atas meja.

"Leon?" gumam Sella, untuk apa pria itu menghubunginya hampir tengah malam begini?

Tanpa diduga Mark merebut ponsel Sella dan memerhatikan hiasan kecil yang menggantung di sana. Seketika, manik mata Mark memerah dan ia melirik Sella dengan tajam.

"Berikan, Mark!" Sella ingin menjawab panggilan itu tapi, pria ini malah menekan tombol merah. "Kenapa dimatikan?" kesal Sella.

"Ini milikmu?" Mark memegang benda mungil berbentuk kristal itu.

"Iya, peninggalan ibuku dan ....." Sella tidak melanjutkan bicaranya, ia sadar sudah hampir kelepasan bicara. "Berikan, aku mau pulang!" pinta Sella.

Mark memegang pergelangan tangan Sella. "Jauhi pria itu!" ucapnya, suaranya terkesan menakutkan.

"Siapa?" tanya Sella tidak mengerti.

"Leon! Dia bukan pria yang baik. Kau tidak perlu menjadi sekretarisnya lagi. Keluarlah dari apartmen itu. Aku bisa cari tempat yang lebih layak untukmu!"

"Ada apa denganmu, Mark? Kau tidak bisa melarang dan mengaturku! Meskipun kita sudah mulai berteman tapi, aku tidak harus menuruti perintahmu!" Sella merampas handhpone miliknya dan berdiri.

Mark mengepalkan tangan, ia bergerak cepat menghadang jalan Sella. "Sudah larut malam, bermalamlah di sini!" Mark menarik tangan Sella tanpa bisa dihindari lagi.

Sementara di tempat lain. Leon murka karena Sella tidak mengangkat panggilannya, pria ini hanya ingin memastikan apakah Sella sudah menemukan kamera yang sengaja ia sisipkan di kamar mandi atau belum.

Pria ini kecewa karena kameranya tidak berfungsi lagi bahkan, tidak ada gambar apapun yang terekam di sana. Padahal ia sudah menghayalkan yang indah-indah terutama membayangkan Sella tanpa busana.

"Kau akan jadi milikku, Sella! Tidak perduli apapun akan aku lakukan untuk mendapatkanmu!!!"

PRANG!!!

Leon membenturkan benda pipih itu di dinding dan hancur tidak berbentuk.

***

Mau Sad ending atau happy ending. Seperti biasa babnya nggak panjang nggak sampai 100 bab.

Novel nggak aku kontrak😊 Makasih

Terpopuler

Comments

Dedek nisanya oppa😁😁😁

Dedek nisanya oppa😁😁😁

kao sangat jahat leon singa jantan😠

2021-12-15

0

Wijaya Wijaya

Wijaya Wijaya

happy ending ... dong KK...

2021-12-12

0

dwie

dwie

happy dong

2021-12-05

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!