Mark duduk gelisah tanpa menggunakan sabuk pengaman. Jemari tangan yang besar ia gunakan untuk menjambak rambutnya. Meskipun kepalanya semakin terasa pusing namun, tetap dibenturkan di strir dan jendela kaca yang tebal.
Keadaan ini sangat menyiksa dirinya. Mark tahu harus segera dituntaskan. Sebagai pria dewasa ia paham apa yang harus dilakukan. Na*su dan hasrat menuntut untuk secepatnya dituruti tapi, hati dan otak Mark menolaknya.
Ya! Mark berusaha menjaga kesadrannya, berusaha melawan gejolak tubuh yang menggelora, ntah berhasil atau tidak yang pasti Mark tidak mau melakukan kesalahan.
Sebenarnya tidak perlu menggunakan obat ini. Katerine pernah berulang kali terang-terangan agar ia menyentuhnya, merayu bahkan sampai melakukan pemanasan pun pernah tapi, Mark tetap menolak mentah-mentah.
Tidak masuk akal memang, kucing garong mana yang sanggup menolak ikan? Buaya mana yang tidak suka daging di depan mata? Pria mana yang tidak tergoda oleh kemolekan tubuh tanpa busana meliuk-liuk di hadapannya?
Ya! Mark masih pria yang normal. Namun, ia tidak mau kegabah menyentuh wanita ular berbisa bukan keinginannya. Bila ia tergoda, bila ia tidak bisa menahannya maka, tidak ada pilihan lain selain berakhir di kamar mandi.
Dan kini, setelah kehadiran wanita bernama Sella, timbul rasa ingin menyentuhnya sama seperti yang ia rasakan kepada Rosella dulu.
"Akhhhhh!!" pekik Mark menjambak rambutnya frustasi, urat-urat halus di tangan dan kening sudah membiru, Mark tidak bisa menunda lagi. Ada dua pilihan, menyalurkannya atau mengucurkan darah.
Mesin mobil sudah menderu, tangan yang masih gemetaran ia gunakan memutar strir dan tancap gas. Mobil Mark sudah melesat di jalan raya, menembus malam yang gelap dan sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang melintasinya. Mobil ini tetap melaju pelan dan tidak seimbang, selalu berbelok ke kanan dan ke kiri tidak tentu arah. Hingga menabrak taksi yang ada di depannya.
Brak!!!
Dua kendaraan itu berhenti di tengah jalan, beruntung saat itu tidak ada mobil lain yang melintas hingga meminimalisir kecelakaan beruntun.
"Orang itu pasti mabuk, Nona!" seru supir taksi pada penupang yang duduk di belakang. "Anda tidak apa-apa?"
"Tidak, Pak! Pinggirkan saja taksinya," ucapnya.
"Ada-ada saja. Untung masih bisa dinyalakan. Akhhh kapnya pasti hancur!" Sopir taksi kesal dan keluar dari taksi.
Sementara mobil mewah itu masih diam di tempat, mesin dan klakson masih berbunyi, sopir mendekat dan mengintip dari kaca yang sudah pecah sebagian.
"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanya sopir, ia melihat seorang pria terkulai lemas di bangku kemudi. "Tuan, buka pintunya!" Ia menggedor jendela tapi, pria itu hanya bergeming dan membenamkan wajahnya di strir.
"Kenapa, Pak? Apa ada masalah?" Sella keluar dari taksi dan berdiri di samping supir taksi.
"Sepertinya pria itu pingsan, dia tidak merespon apapun!"
"Kita harus bawa dia ke rumah sakit, Pak!" Sella mengintip kondisi pria tersebut, matanya terbelalak lebar ketika melihat wajah itu menghadapnya.
"Mark! Buka pintunya!" panik Sella, ia menggedor dan mencoba membuka paksa pintu mobil.
"Nona kenal orang ini?" Pria paruh baya ini tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
"Ya, kita harus buka pintu ini!" Sella mengambil batu yang cukup besar. "Aku akan pecahkan kaca ini, Mark! Kau minggirlah!"
Mark mengamati wajah Sella. "Pergilah ...." lirih Mark, ia menegakkan punggung dan tanpa sengaja lengannya menekan tombol otomantis hingga membuat kaca tebal itu terbuka lebar.
"Kau sakit? Wajahmu pucat sekali. Pergilah ke rumah sakit!" ucap Sella.
Mark menjambak rambutnya, ia tidak bicara sepatah katapun. Berdekatan dengan Sella semakin membuat dirinya tersiksa.
"Pergilah...." lirih Mark lagi.
"Kau memang keras kepala!" Sella membuka pintu mobil. "Keluar! Biar kami antar ke rumah sakit!"
Mark yang masih duduk menatap sayu. "Jangan, jangan bawa aku ke rumah sakit. Aku tidak mau ... kau tidak boleh bawa aku ke sana."
"Lalu ke mana aku harus membawamu?" Sella semakin bingung. "Mana ponselmu!"
Mark menggeleng dan memejamkan mata.
"Jangan bercanda, Mark!" Sella menarik dan mengelurkan Mark secara paksa, dibantu supir memindahkan Mark ke samping.
"Jangan ke rumah sakit ...." lirihnya lagi.
Sella buru-buru mengambil alih kemudi, ia memberikan beberapa uang dolar sebagai ganti rugi taksi yang sudah tidak mulus lagi.
Sella sudah mulai menjalankan mobil milik Mark, ia bingung harus pergi ke mana, sebab tidak tahu tempat tinggal keluarga Mark yang baru.
"Kemana aku harus membawamu?" Sella melirik Mark, pria itu tetap diam dan membenturkan kepalanya di dashboard mobil.
Sella tidak tahu apa yang terjadi pada pria ini, ia tidak punya pilihan selain membawa Mark ke Villa miliknya.
***
Tidak ada yang berubah, Villa ini masih sama seperti yang dulu. Sella gemetaran ketika meminta dua penjaga Villa membawa Mark ke dalam.
"Bisa panggilkan dokter?" tanya Sella, ia cemas melihat Mark hampir kehilangan kesadaran, pria itu terlihat terbaring tidak berdaya di sofa.
"Kelarlah," lirih Mark. "Jangan panggil dokter," ucap Mark pada penjaga Villa. Mereka menurut dan meningalkan Mark berdua dengan wanita cantik ini.
Sella menelan ludah, sekujur tubuhnya terasa dingin teringat pengalaman yang mengerikan itu. Di tempat ini Mark pernah hampir melecehkannya, di tempat ini ia memukul Mark kemudian melarikan diri.
Sementara Mark masih tidak karuan, rasanya ingin mendekap dan mencium Sella. Ya, obat itu masih bekerja dan menguasai tubuhnya.
"Ka-kau mau ke mana?" tanya Sella ketika Mark berdiri sempoyongan.
"Sebentar, tunggulah di sini." Mark tertatih masuk ke ruangan lain yang ada di lantai dasar.
Di kamar mandi ia menanggalkan pakaiannya lalu mengguyur tubuhnya menggunakan air dingin. Tidak sampai di situ saja, ia pun membenturkan keningnya di tembok hingga berdarah.
"Lebih baik seperti ini," gumam Mark, ia melawan hasrat agar tidak menyentuh Sella.
***
Sella tidak tahu harus berbuat apa, penjaga Villa tidak mengijinkannya pergi. Akhirnya ia tertahan di tempat keramat ini. Sella masih tidak paham kenapa Mark tidak mau dibawa ke rumah sakit padahal, sudah jelas pria itu menahan sakit yang luar biasa.
Kejadian beberapa tahun yang lalu terlintas lagi, Sella sekuat tenaga membuang jauh ingatan itu agar Mark tidak curiga padanya.
Beberpa menit kemudian, Mark muncul dengan wajah yang lebih segar, ia duduk di hadapan Sella.
"Kau sudah baik-baik saja?" tanya Sella.
Pria yang memakai kaos hitam dan celana jeans sebatas lutut ini mengangguk dan tersenyum ."Terima kasih sudah menolongku," jawab Mark.
"Ah, iya ... itu keningmu, kenapa?" Sella menunjuk keningnya sendiri. "Berdarah," imbuhnya lagi.
"Hanya luka kecil. Boleh aku tanya sesuatu, Nona Sella?" Mark sudah memasang wajah serius.
"Apa itu?"
"Dari mana kau tahu alamat Villa ini?" tanya Mark, sedari tadi ia berpikir dan mengingat tidak pernah memberikan alamat ini pada Sella. Tapi, kenapa Sella membawanya ke sini?
Glek!!! Rossela terdiam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
bisa bahaya nih..
2023-02-13
0
Mersy Loni
ya ampun sella...
2022-07-28
0
Juan Sastra
pria hebat bisa melawan hasrat di bawah pengaruh obat.
2022-02-05
0