Mansion Dachinko.
AKH!
Pria itu menjerit kesakitan, kuku kaki dan tangan nya di cabut dengan tang satu per satu, rasa perih dan ngilu yang membuat nya terus menjerit.
Sedangkan darah yang ia keluarkan dari ujung jari-jarinya di tampung di wadah dan akan di gunakan untuk mewarnai bunga yang memiliki warna putih tersebut.
"Sekarang kau sudah ingat siapa yang memberi mu gadis tadi?" tanya James pada pria yang meringis kesakitan tersebut.
"Aku tidak tau! Aku saja tidak ada di sana!" jawab pria itu segera.
"Kau kan pemilik nya, kau pasti punya data semua barang yang masuk ke club' mu kan?" tanya James lagi.
Ia menculik pemilik Havana Club dan menginterogasi nya sendiri ketika ia sudah kembali saat membereskan sisa tempat terkutuk itu.
Pemilik Havana Club tidak berada di sana terjadi perdagangan manusia melainkan tengah berada di hotel bersama pada wanita sewaan nya, lalu tiba-tiba ia di bawa paksa dan di hadapkan pada pria yang lahir dari neraka tersebut.
"Club' ku! Kau membakar nya?!" tanya pria itu saat di beri tau jika sumber penghasilan nya hilang bagaikan debu.
"Bukan aku, tapi bukan berarti juga aku tak melakukan apapun." jawab James sembari menaikkan bahu nya enteng.
"Apa yang kau inginkan?! Dasar gila!" ucap pria itu berteriak namun tak bisa bergerak saat dirinya di rantai di sebuah kursi dengan tangan dan kaki yang di ikat kuat.
"Cukup mudah, kau harus beri tau dari mana kau bisa mendapatkan gadis yang kau jual malam ini," ucap James lagi.
"Sial! Memang nya apa yang penting dari jal*ng itu?! Kalau tau begini aku pakai saja dulu dia sebelum ku jual!" decak pria yang terlihat cukup berumur tersebut dengan kesal.
James menatap tajam ia bangkit dari duduk nya dan,
Plak!
Satu tamparan dengan tangan kuat yang lebar. Membuat pria paruh baya itu meringis, tak hanya di situ, James juga menarik rambut pria itu hingga wajah nya menengadah ke arah nya, dan tangan kanan nya menyentuh dan memasukkan ibu jari nya ke bola mata pria itu lalu mengeluarkan dengan tangan nya sendiri.
Crass!!
AKH!
"Ampun! Tolong berhenti!" teriak nya kesakitan, seluruh tubuh nya memberontak namun kursi yang kuat dan menyatu dengan lantai itu membuat nya tak bisa melawan.
Mata kiri nya merasakan sakit yang luar biasa, bukan lagi air mata namun darah yang keluar dari mata itu saat sesuatu yang masuk dan mencukil nya memaksa keluar.
Duk!
Bola mata tersebut jatuh menggelinding, pria itu lemas, sakit yang luar biasa hingga membuat nya berharap mati saat itu juga.
"Tolong...
Ampun..." ucapnya nya lirih meringis kesakitan.
"Selagi aku masih baik jawab saja pertanyaan ku dan jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu, kau mengerti?" ucap James dengan tenang dan meminta sapu tangan pada bawahan nya guna mengusap darah di tangan nya.
"Dari mana kau mendapatkan nya?" tanya James lagi mengulang.
"Seseorang mengirimkan nya, dia bilang akan mengawasi ku kalau aku, jadi aku tak bisa memakai nya sebelum berhasil di jual." jawab pria paruh baya itu meringis kesakitan.
"Dia punya nama atau sesuatu?" James yang terus menerus mengorek informasi.
"Tidak ada, pengirim nya hanya memberi nama D saja," jawab nya lagi.
"Lalu yang mengirimnya kau tau orang nya? Sebutkan ciri-ciri nya," jawab James lagi.
"Dia pakai masker aku tidak lihat apapun tapi di pergelangan tangan nya ada tato ular dalam gelas seperti lambang obat," jawab pria itu.
Nick mendekat pada James ia membisikkan sesuatu dari yang ia lihat, "Tuan, tadi memang ada orang seperti itu. Tapi sudah mati dan sudah saya pastikan sendiri kematian nya."
"Dia mati karna apa?" tanya James pada Nick.
"Keracunan," jawab Nick lagi.
James diam sesaat namun ia memutar otak nya guna berusaha memecahkan teka teki yang mengancam nya.
"Kau yang memberinya pakaian dan merantai nya?" tanya James lagi.
"Ti-tidak dia sudah seperti itu sejak di bawa pada kami," ucap pria tersebut terbata-bata.
"Pisahkan kulit dan daging nya lalu tampung darah nya untuk bunga ku," perintah James dan berbalik pergi.
Bawahan pria tampan itu mulai mengikis perlahan kulit dan memisahkan nya dari daging pemilik club' lalu mulai menampung darah nya dan di gunakan untuk memberi warna pada bunga Lily putih.
....
James memijat pelipis nya ia tak bisa tidur sama sekali, ia juga tau bahkan jika dia menghubungi gadis itu tak akan dapat kabar apapun karna sang kakak akan menutup akses adiknya serapat mungkin.
"D? Siapa? Inisial nama? Atau ada maksud lain?" gumam pria itu sembari menatap langit-langit ruangan kerja nya.
"Sial! Siapa dia?!" decak nya kesal.
Lamunan nya buyar ketika ketukan pintu nya terdengar dari luar.
Nick mulai masuk dan berbicara pada pria tampan itu, "Ponsel tuan terakhir kali lokasi nya berada di apart nona Bella."
James mengernyit, ia memang tak menyuruh Nick untuk mencari dimana ponselnya namun langsung menghancurkan data dari jauh.
Namun Nick malah menemukan sesuatu saat, ia kembali ke mansion dan memeriksa ulang.
"Disana? Kenapa disana? Aku saja tak ada kesana?" jawab James heran, "Aku saja tidak ada menemui nya hari in-"
Ucapan nya terhenti, ia memang tak menemui Bella sama sekali ataupun pergi ke apart nya namun ia menemui putra nya di sekolah dan membawa makan siang lebih dulu sebelum kembali mengantar pria kecil pada ibu nya.
"Tuan menemui nona Bella?" tanya Nick lagi saat melihat pria itu tak mengatakan kata selanjutnya.
"Tidak, aku tidak menemui nya tapi menemui Arnold," jawab nya menggeleng, "Apa ada yang hilang dalam data? Atau masalah?" tanya James lagi.
"Tidak ada tuan, saya hanya terkejut saja karna GPS terakhir anda ada di sana dan cukup lama." jawab Nick.
Ia takut tuan nya kembali lagi pada wanita yang dulu nya pernah mengkhianati dan bahkan mengincar nyawa tuan nya.
"Ponsel ku hilang, menurut mu Al yang ambil?" tanya James sedikit ragu, saat anak berusia 4 tahun bisa mencuri ponsel.
"Dia masih anak-anak, apa mungkin seseorang menyuruh nya?" ucap Nick bertanya kembali.
Pria itu mengangguk pelan, ia pun menyuruh Nick untuk segera keluar, tangan nya mengetuk meja yang diatas tangan nya hingga beberapa kali.
"Ponsel? Ponsel ku terhubung dengan Louise tapi hilang dan ada di tempat nya? Kalau ada yang menyuruh Al mungkin dia? Tapi untuk apa?" gumam nya yang masih berpikir jika mantan kekasih nya masih sama seperti yang ia kenal dulu.
"4 tahun yang lalu? Kematian Rendly, kecelakaan Xeon, Berlian dan data yang dulu pada ku, dan D? Lalu Rick yang menjebak nya tapi Rick sudah mati 3 tahun lalu?"
Pria itu mencoba merangkai semua kemungkinan yang bisa ia miliki, kemungkinan yang bisa saja menjadi petunjuk.
......................
3 Hari kemudian.
JBS Hospital.
Semua saksi atas perdagangan gadis itu telah tiada, club' yang dulu nya besar dan mewah pun kini sudah rata dengan tanah.
Louis menatap ke arah adiknya yang belum tersadar sejak hari ia di bawa, Zayn juga belum mengatakan tentang kehamilan gadis itu dan melarang para dokter yang tau untuk mengatakan nya pada Louis.
Ia mencari tau kenapa adik nya bisa berada di sana, namun ia tak menemukan apapun, satu-satunya yang ia tau adalah yang membeli adik nya adalah rival nya yang kalah dalam perselisihan lahan di Ceko.
"Apa kau terluka karna ku? Tapi kenapa dia bisa di sana juga?" gumam Louis sembari menggenggam erat tangan adik nya.
Ia ingat pada pria yang memeluk adik nya dan mengarahkan pistol ke arah nya guna menjaga gadis itu.
"Padahal kau tidak boleh terluka aku tak ingin kau terluka," ucap nya lagi.
"Louis," panggil seseorang yang membuat pria itu menoleh ke arah pintu.
"Hm?"
"Sekertaris Verdi tadi mencari mu," ucap Zayn sembari mendekat.
"Aku sudah kosongkan semua jadwal yang akan datang dan menyelesaikan pekerjaan ku lebih cepat," jawab Louis karna ia memang menyelesaikan semua nya dengan cepat ingin menjaga adiknya lebih lama.
"Ponsel mu mati?" tanya Zayn pada pria itu saat mendengar penjelasan nya.
"Tidak," jawab Louis sembari memeriksa ponsel nya dan baru menyadari jika ponsel nya tak menyala," Kau benar, daya ponsel ku habis."
"Clara jatuh dari tangga, seperti nya dia pergi sendiri tanpa Cecil." ucap Zayn pada pria itu.
Mata Louis membulat, adiknya belum selesai kini istrinya yang jatuh.
"Tidak parah, kaki nya hanya terkilir saja, mungkin karna dia belum hapal letak rumah yang dia tempati." ucap Zayn menjelaskan agar sahabat nya tidak panik.
Pria itu diam sejenak, ia mau melihat istrinya namun masih ingin menjaga adiknya, Zayn dapat melihat raut bingung dari sahabat nya.
"Kau mau pulang sebentar? Lagi pula kondisi Louise juga mulai stabil kan? Kalau dia sudah sadar aku akan memberi tau mu." ucap Zayn yang dapat mengerti pikiran sahabat nya.
"Aku pulang sebentar, kalau ada sesuatu kabari aku langsung." ucap Louis beranjak pergi.
Namun beberapa langkah pria itu pergi, ia kembali lagi melihat adiknya dan mengelus dahi gadis itu dengan lembut.
"Jangan terlalu lama tidur dan cepat bangun, Princess trouble maker..." ucap nya dengan senyuman tipis yang berharap adik nya cepat sadar dan beranjak pergi.
Zayn melihat punggung sahabat nya yang menghilang di balik pintu, ia menghela napas berat.
"Bagaimana aku memberi tau nya? Apa beri tau Louise dulu?" gumam nya bingung ingin memberi tau siapa lebih dulu.
Ia pernah bertanya pendapat Louis tentang kekasih adiknya dan melihat reaksi pria uru membuat nya sadar jika Louis sangat tidak menyukai James dan hal itu membuat nya takut jika hubungan kakak beradik itu kembali renggang seperti dulu.
Ukh!
Pria itu menatap ke arah sahabat nya, tubuh gadis itu mulai bergerak dan seakan terjebak dalam tidur nya.
"Louise?" panggil nya mencoba membangunkan gadis itu.
Namun tubuh gadis itu malah gemetar, dan terlihat seakan dikejar oleh sesuatu.
"Louise!" panggil nya dengan keras sembari menekan tombol yang membuat memanggil para dokter lain nya agar ke ruangan gadis itu.
Deg!
Mata gadis itu membuka lebar, getaran tubuh nya terhenti dan menarik napas nya dengan berat.
"Za-zayn?" panggil nya lirih saat memutar mata nya dan menatap ke arah teman nya.
Greb!
Entah dari mana tenaga nya yang sudah tiga hari tak sadar namun ia langsung menarik pria mendekat dan memeluknya.
"Louise?" panggil Zayn lirih sembari mengusap lembut punggung gadis itu.
Ia bisa merasakan tubuh gadis itu gemetar dan suara lirihan yang seakan menangis di dalam pelukan erat nya.
"Sstt...
Sekarang sudah baik-baik saja, hanya mimpi buruk..." ucap pria itu yang sadar jika gadis yang sukai tengah menangis tersedu.
Para dokter yang datang pun terhenti saat melihat nona merek memeluk sahabat pria nya, Zayn menyuruh dengan isyarat tangan agar para medis itu keluar lebih dulu dan masuk saat gadis itu sudah tenang.
...
Satu jam kemudian.
"Kau sudah tenang?" tanya Zayn sembari memberikan teh mawar pada gadis itu.
Louise mengangguk, maya nya masih sembab memerah karna tangis nya.
"Zayn..." panggil gadis itu lirih.
"Hm?"
"Tempat itu...
Benar-benar mengerikan, mereka memperlakukan manusia seperti benda, semua yang berada di sana lebih mengerikan dari iblis," ucap gadis itu dengan suara gemetar.
Zayn tak mengatakan apapun, ia hanya mendengarkan ketakutan gadis itu.
"Aku takut...
Aku takut kalau aku akan jadi seperti mereka..." sambung nya lirih dengan meneteskan kembali air mata nya.
Ia takut, semua yang terjadi malam itu benar-benar membekas di kepala nya dan sewaktu ia menembak seseorang hingga meninggal namun saat itu tak ada perasaan yang membekas kecuali pikiran yang terus mengatakan,
Dia harus mati!
Lantai tang yang berlumuran darah dan ketika ia sadar, ia sudah membunuh seseorang walau hanya untuk mempertahankan dirinya sendiri.
"Bagaimana kalau aku juga seperti mereka?" tanya gadis itu sembari menatap wajah teman nya.
Zayn mengusap air mata yang jatuh dari kelopak sayu itu dengan ibu darinya secara lembut.
"Kenapa kau jadi seperti mereka? Kau hanya berusaha bertahan," ucap nya pada gadis itu.
"Tapi aku..." Louise masih berusaha menyela, ia bingung dan masih merasakan takut.
"Kau hanya bertahan, bukan monster yang memiliki hasrat yang keji." ucap pria itu lagi.
Louise diam, air mata nya masih luruh. Ia masih terkejut dan takut.
Tentu nya tak akan ada gadis normal yang bisa baik-baik saja setelah di jual dan dilelang lalu di beli seseorang seperti binatang.
"Kau lupa? Dimana pun kau berada kau itu ratunya, Jangan menangis dan takut terlalu lama. Setelah itu jadilah seperti dirimu yang biasanya," ucap pria itu dengan suara rendah yang lembut serta senyuman yang menenangkan.
Louise menatap kembali ke arah teman nya, mata yang mempercayai nya serta senyuman yang dapat menenangkan nya.
"Don't forget, You're a queen." sambung nya sembari menatap erat dengan senyuman menyejukkan di wajah nya sembari menghapus titikan air mata terkahir dari kelopak sayu gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Unii
my baby zayn 😍😍
2021-12-09
0
Lanchenk Tandes
uuuuhhhh ea ampuuunnn greget dech
2021-12-09
0
Sriwati Ika Febriana
tegar lah Louise...buat pertahanan dirimu sendiri
2021-12-08
0