Dua bulan kemudian.
Brak!
Suara gaduh yang terdengar keras di rumah tersebut memenuhi setiap sudut yang menjadi saksi bisu atas kekerasan yang terjadi pada anak lelaki berumur 10 tahun tersebut.
"Siapa kau berani memukul putra ku?!" marah seorang wanita sembari menendang dan memukuli anak lelaki tersebut.
Sedangkan anak lelaki itu terus meringkuk melindungi mainan robot nya yang menjadi hadiah terakhir dari sang Ayah telah rusak karna ulah sepupu nya.
"Xavier gak salah! Gerall yang salah!" teriak nya membela diri di tengah pukulan yang membabi buta hingga membuat seluruh tubuh nya lebam membiru dengan sempurna.
Wanita yang tengah menyiksa anak lelaki tersebut adalah Risya, bibi yang merupakan adik ipar dari Ayah anak itu.
Ia maupun suami nya bergegas mengambil hak asuh Xavier hanya untuk mengambil uang asuransi yang melekat pada anak malang itu.
Mereka bahkan memindahkan anak dengan segudang prestasi itu ke sekolah biasa dan tak memenuhi semua kebutuhan nya termasuk pendidikan atau hanya sekedar makanan.
Setelah puas memukul keponakan nya ia pun berhenti dan meninggalkan anak tersebut di gudang kumuh nan gelap itu.
"Xavier kangen Papah...
Huhu..
Kangen Mamah..." tangis nya kecil dengan segugukan sembari memeluk mainan robot yang telah rusak tersebut.
"Na-nanti kalau Xavier udah besar, Xavier yang bakal hukum mereka...
Polisi nya juga, om jaksa yang jahat juga..." ucap nya di sela tangis lirih nya.
Ia pun meringkuk diatas karpet tipis yang menjadi alas tidur nya.
Pikiran yang masih polos dengan ingin membalas semua yang terjadi pada nya sesuai hukum yang berlaku.
Xavier kecil masih berharap dan memegang prinsip nya,
Aku akan jadi jaksa seperti Papah dan menghukum orang jahat!
Itulah yang masih terlintas di kepala nya dan masih tertanam di dalam dirinya.
Flashback on.
Ruang sidang yang banyak menarik perhatian publik itu membuat masyarakat menanti kasus dan keputusan selanjutnya.
"Bukan! Bukan dia yang di bunuh Mamah Papah!" teriak Xavier kencang saat para polisi, jaksa, dan hakim membawa tersangka yang berbeda dengan yang di kenali nya.
Ia terus berkoar dan berteriak untuk keadilan nya, namun nihil. Tak ada satupun yang menerima pernyataan nya.
Alasan pertama karna ia masih kecil dan kesaksian nya di anggap tak kuat, dan alasan kedua karna psikis nya yang terguncang karna peristiwa mengenaskan itu hingga mendapat surat pernyataan jika ia sempat mengalami penyakit mental.
Hukum pun berjalan dengan prosedur nya menggunakan tersangka kambing hitam, tersangka kambing hitam itu di tuntut atas kejatahan perampokan hingga pembunuhan.
Dan Xavier lah yang paling tau jika rumah nya tak di rampok saat itu namun para pembantai itu mencari sesuatu dan membunuh kedua orang tua nya yang bukan berniat mencuri apapun di rumah nya.
Namun tak ada satupun yang mendengarkan jeritan pilu anak lelaki itu saat ia membutuhkan keadilan untuk dirinya dan keluarga nya.
Flashback off.
......................
Dua minggu kemudian.
Robert terus berusaha mencari cara agar dapat menghubungi keponakan kecil nya setelah dibawa oleh keluarga kakak ipar nya.
Namun ia tak mendapat kabar sedikit pun dan mengira jika keponakan nya baik-baik saja.
...
Prang!
Satu lemparan piring berisi nasi melayang di kepala anak lelaki itu.
"Makan di dapur!" hardik Risya tanpa merasa bersalah pada keponakan nya.
Padahal ia adalah orang paling tak pantas memperlakukan anak malang itu karna sebenarnya ia dan keluarga nya lah yang menumpang hidup dengan uang asuransi yang harus nya menjadi milik keponakan nya.
Xavier tak lagi menangis, ia mengutip nasi yang tumpah di lantai dan kembali meletakkan ke piring nya, ia pun berjalan ke dapur dan membiarkan paman, bibi, serta sepupu nya makan bersama di ruang makan sedang ia memakan sisa makanan dari keluarga paman nya.
Nasi kotor yang terasa bergerigi serta mulai basi itu ia masukkan ke dalam mulut nya, ia berusaha tak menangis namun bulir bening nya terus jatuh di setiap suapan nasi yang masuk ke dalam mulut nya.
Xavier anak kuat! Papah gak ngajarin Xavier jadi lemah!
Batin berusaha kuat padahal ia seharusnya masih memiliki kehidupan nya yang indah seperti anak lain nya.
...
Pukul 01.24 am
Dini hari itu Xavier tak dapat tidur, ia ingin kabur dan menemui paman Robert nya, ia ingin bisa kembali bersekolah lagi karna paman dan bibi yang mengurusnya saat ini mulai tak membolehkan nya sekolah dan di suruh melakukan pekerjaan rumah tangga.
Ia pun beranjak dari gudang kumuh dan mengendap ke kamar paman nya, ia ingin kabur namun ia butuh uang untuk menjalankan misi nya hingga sampai kerumah paman Robert nya.
Duk!
Kaki nya tersandung saat selesai mengambil uang paman nya, walaupun jika di telaah lagi itu adalah uang nya karna memang seharusnya ia yang mendapatkan nya sejak awal.
"Dasar anak sialan! Sudah berani mencuri!" ucap sang paman saat melihat bocah itu mengambil uang dari dompet nya.
Xavier terperanjat, ia segera berlari dan membuka jendela, tubuh nya masih kecil sehingga ia bisa lolos dari jendela tersebut.
Langkah nya tergesa dengan deru nafas yang tak beraturan membelah malam yang gelap gulita.
Jantung nya berdetak cepat, dengan kaki yang berlari sekuat tenaga menghindari tangkapan sang paman.
Pandangan nya terbatas di tengah gelapnya malam hingga membuat nya memasuki semak belukar dan duduk bersembunyi di dalam nya.
Ia berkeringat dengan menggenggam erat uang yang ia pegang dan jantung yang tak henti nya berdegup kencang.
Melihat sang paman yang kebingungan dan pada akhirnya memilih untuk pergi kembali ke rumah nya membuat Xavier bernafas lega.
Ia pun berjalan mendatangi stasiun bus dengan langkah tertatih tanpa alas kaki, tubuh yang terluka serta pakaian yang kumuh karna paman dan bibi nya tak pernah mengurusnya layak nya manusia.
......................
Stasiun xx.
Setelah sampai di stasiun yang sudah tutup ia pun mendapat penolakan dari penjaga stasiun karna mengiri jika adalah pengemis.
"Aku bukan pengemis! Aku mau pesan tiket! Aku juga punya uang!" teriak nya sembari menunjukkan uang di genggaman nya.
Penjaga tersebut pun mengernyit, dan mulai bertanya, "Di mana orang tua mu?" tanya penjaga tersebut.
Xavier menunduk, ia juga ingin orang tua nya namun ia tak bisa lagi bertemu dengan mereka.
"Tidak punya..." jawab nya lirih.
"Kau tak punya wali?" tanya penjaga itu.
Mendengar kata 'wali' membuat Xavier langsung menggeleng kuat, ia tau jika wali nya adalah paman dan bibi nya yang jahat.
"Aku mau ke rumah paman Robert, tapi aku gak ingat nomor nya..." ucap nya meraih tangan penjaga stasiun tersebut.
"Sekarang sudah tak ada lagi bus, besok akan ada lagi mulai jam 7 pagi," jawab penjaga tersebut. " Kau perlu polisi?" sambung nya melihat tubuh penuh luka tersebut.
Xavier menggeleng dan penjaga tersebut pun akhirnya membiarkan anak itu menginap di pos penjaga nya serta memberi kan susu hangat hingga pagi datang dan dapat memesan tiket.
......................
Rumah Robert.
Wanita itu tergesa berlari ke arah pintu rumah nya begitu mendengar bel yang terus dinyalakan tanpa henti.
Ia membuka pintu nya dan mata berwarna coklat itu langsung terperanjat kaget melihat apa yang di depan nya.
"Astaga! Xavier!" ucap nya terkejut melihat kondisi anak lelaki di depan nya.
Greb!
Ia langsung memeluk anak tersebut tanpa pikir panjang dan melihat ke arah nya dengan mata lekat yang penuh khawatir.
"Kenapa bisa seperti ini?!" tanya nya dengan panik.
"Bi-bibi...
Huhu..." anak lelaki itu tak bisa menyembunyikan air mata nya antara lega dan senang akhirnya ia sekarang terbebas dari penderitaan paman dan bibi jahat nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Pink Blossom
Ikut sedih kak😭😭
2023-01-22
1
Nia Kurniawati
tragis nya nasib xavier
2022-03-10
0
ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •
hm jahat sekali bibinya xavier
2022-01-05
0