Pelayan cafe itu meletakkan dua gelas air dengan sedikit emosi, hingga terdengar nyaring suara pan°tat gelas beradu dengan meja.
"Idih, nyantai aja nape, Patime!" Sergah Rosmawati pada pelayan wanita yang usianya terlihat sebaya dengannya.
Karena Rosmawati berbicara dalam bahasa Indonesia, pelayan itu hanya mengernyitkan dahi tanda tak mengerti. "I'm sorry, what?" Tanyanya ketus.
"Oh, nothing ... nothing!" Maryam meringis menengahi. Ia lalu menjitak kepala Rosmawati. "Udah, jangan cari gara-gara! Misi kita belum selesai! Mana belum ketemu aa Jamie lagi!" Gerutunya pelan.
Rosmawati hanya mencebik lalu meminum airnya beberapa teguk.
"Eh ... eh ... jangan dihabisin!" Cegah Maryam seraya menarik gelas yang sedang dipegang Rosmawati. "Pelan-pelan aja minumnya, biar ada alasan kita lama di sini," lanjut gadis itu.
"Alah, nggak apa-apa, Mun! Kalau abis, kita tinggal minta lagi," sanggah Rosmawati.
"Ntar takutnya si pelayan itu ngasi minumnya nggak ditaruh di meja, tapi langsung disiram ke muka kita! Lu nggak liat muka dia yang jutek itu?" Cibir Maryam setengak berbisik.
"Iya, iya!" Balas Rosmawati malas. Dia lalu menyandarkan punggungnya di kursi dan mulai mengedarkan pandangan ke sekeliling cafe. Karena letak duduk mereka ada di pojok ruangan cafe, maka mereka bisa melihat dengan leluasa ke semua penjuru.
Tepat saat Maryam akan meneguk minumnya, ekor matanya menangkap sosok yang ditunggu-tunggu. Gadis itu membelalak sambil menunjuk ke arah pria jangkung yang sedang berbicara pada pegawai cafe. "Itu si aa, Jem!" Seru Maryam tertahan.
"Mana?" Tanya Rosmawati. Ia mengikuti arah telunjuk sahabatnya.
"Oh ... iya!" Rosmawati menurunkan kacamatanya. "Kita ikutin, yuk!" Ajaknya.
"Yuk!" Maryam segera berdiri. Ia lalu membetulkan roknya dan dengan pelan-pelan mengikuti pria jangkung itu keluar ruangan cafe, menuju area outdoor.
Rosmawati mengikuti dari belakang sambil berdecak kagum, "Yang di luar, pemandangannya lebih bagus, Mun!" Bisiknya.
"Iya!" Maryam mengangguk setuju.
Kedua gadis itu melihat ke sekeliling. Lampion-lampion berwarna emas, bergantung rapi dan berjajar di atas kepala. Beberapa gazebo artistik yang berbentuk tenda khas suku Indian, lengkap dengan kain terpal penutup dan kayu penyangga, dan juga tanaman hias merambat yang makin menambah keindahannya. Masing-masing gazebo itu sudah terisi penuh dengan pengunjung cafe.
"Ilang kemana sih, aa Jamie?" Maryam mengeluh pelan.
"Tuh, tuh!" Rosmawati menepuk pundak Maryam pelan sambil mengarahkan telunjuknya pada seorang pria tampan yang duduk sendirian di sebuah meja. Dia terlihat sedang memainkan ponselnya. "Lah, mas Justin kemana?" Rosmawati menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sang pujaan hati.
Tak berapa lama, yang ditunggu pun tiba. Mr. Blake dengan rambut rapi tersisir ke belakang, berjalan gagah ke arah Jamie. Saat dia berjalan di depan kedua gadis oleng itu, aroma tubuhnya yang wangi dan maskulin terbang dan hinggap di hidung Rosmawati. Karena tak terbiasa dengan aroma mahal, seketika hidung Rosmawati berontak dan bersin. "Hatsyii!"
Justin Blake melihat ke sumber suara. Spontan kedua gadis antik itu terkejut dan membalikkan badan, membelakangi pria itu.
Mr. Blake melihat penampakan dua gadis dengan rambut unik, pirang dan coklat. Si rambut pirang terlihat miring. Dia agak sangsi, entah rambutnya ataukah kepalanya yang miring, yang jelas penampakan itu sudah mengganggu matanya yang sudah terbiasa melihat segala sesuatu yang seimbang dan singkron. Justin pun hanya geleng-geleng kepala.
Sementara Rosmawati dan Maryam berdebar-debar sambil berpura-pura berfoto selfie. "Jangan sampai dia lihat kita ... jangan sampai dia lihat kita!" Tampak mulut gadis itu komat-kamit seperti seorang dukun yang sedang merapal mantra ajaib.
Justin Blake tak mau ambil pusing. Dia pun kembali melanjutkan langkahnya menuju Jamie yang sudah melambaikan tangannya dengan mesra. "Hey, mate! Sudah lama menunggu?" Sayup-sayup terdengar suara seksi Mr. Blake sampai di telinga Rosmawati.
"Ah, tidak lama. Baru sepuluh menit," sahut Jamie Scott, "bagaimana?" Tanya pria tampan dan menawan itu. Suaranya juga terdengar begitu merdu di telinga Maryam, bahkan terdengar jauh lebih merdu dari suara penyanyi favoritnya, Guy Sebastian.
Rosmawati dan Maryam akhirnya kembali memutar badan dan mengarah pada kedua pria tampan yang duduk sekitar lima meter di depan mereka. Supaya tak terlihat, mereka bersembunyi di balik salah satu tenda gazebo yang berisi satu keluarga yang penuh dengan anak-anak.
"Kau sudah tahu tentang poin keberatan dari Mr. D'Angelo?" Justin Blake membuka pembicaraan sembari menarik kursi dan duduk di hadapan Jamie. Malam itu, Justin tampak mempesona dengan kemeja hitam dan celana bahan berwarna krem. Sedangkan Jamie terlihat lebih casual dengan kaus Navy dan celana jeansnya.
"Yeah, yeah! I've heard that!" Jamie mengusap dagunya lalu memperhatikan Justin dengan seksama.
"Untunglah salah satu pegawai memberi ide brilian padaku. Hebat sekali dia! Aku tak menyangka gadis itu sangat cerdas," sebuah pujian dari Justin yang jelas ditujukan kepada Rosmawati, seketika membuat hidung gadis itu kembang kempis. Tak dihiraukannya kepalanya yang mulai gatal.
"Oh, ya? Siapa? Arsitek baru kah?" Tanya Jamie antusias.
"Oh, bukan! Kau tidak mengenalnya. Dia bekerja di divisi yang berbeda denganmu," sahut Justin sedikit gugup. "Anyway, dia menyarankan untuk melapisi seluruh kaca dengan material anti refleksi," lanjutnya.
"Wow, briliant!" Jamie bertepuk tangan. "Aku jadi ingin berkenalan dengannya," ujarnya kemudian.
Maryam langsung cemberut dengan kata-kata Jamie. Dia mendengkus sebal lalu mencubit lengan Rosmawati. Akan tetapi, Rosmawati tak peduli. Dia hanya fokus pada obrolan kedua pria tampan yang bergantian memujinya.
Lubang hidung Rosmawati makin melebar. Kepalanya terasa membesar hingga wig nya seperti terpeleset dan hampir lepas dari rambut aslinya.
"Mum, look at that!" Tunjuk salah seorang anak dari dalam gazeebo yang menjadi tempat bersembunyi kedua gadis itu.
"A ghost! A ghost!" Seru anak kecil yang tiba-tiba menyembulkan kepalanya dari balik tenda. Dia terbelalak dan ketakutan melihat dua gadis aneh yang bersembunyi di belakangnya. Seketika satu keluarga yang berada di dalam gazebo heboh dan bergegas keluar.
Rosmawati dan Maryam panik. Mereka pun segera berlari masuk ke dalam area ruangan cafe. Dengan tergesa-gesa, mereka menghampiri meja dan meraih gelas air putih yang kebetulan hampir saja dibawa pergi oleh pelayan. Mereka pun kemudian meneguk gelas yang masih terisi setengah hingga habis. Setelah itu mereka lalu berlari keluar cafe.
"Crazy girls!" Umpat pelayan cafe itu dengan kecing.
Rosmawati dan Maryam terengah-engah berlari menjauh. "Berhenti dulu, Jem! Berhenti!" Maryam menarik cardigan Rosmawati hingga gadis itu pun berhenti.
"Seru banget ya, Jem! Kita berasa kayak detektif beneran," Maryam tertawa kecil sambil mengatur napasnya agar lebih teratur.
"Iya, seru! Mana aku dipuji bolak-balik sama mereka!" ujar Rosmawati bangga. Dia dalam posisi membungkuk sambil mengatur napas.
"Orang mereka ga nyebut nama lo, kok! Jangan ge er, deh!" Cibir Maryam tak terima.
Rosmawati terbahak melihat tanggapan sahabat kembar siamnya itu. "Iya deh, iya! Tapi yang jelas, ternyata mereka bukan pasangan belok seperti yang kita bayangin. Mereka cuma ketemuan buat bahas masalah kerjaan aja," ucapnya seraya bernapas lega. Ia pun kembali berdiri tegak.
"Iya juga, ya!" Gumam Maryam. "Terus sekarang kita mau ke mana?" Tanya gadis itu.
"Beli minuman ringan sama cemilan aja, buat gantiin kalori kita yang terbuang!" Cetus Rosmawati.
"Ya udah, deh, kita ke Heboh Mart aja yuk!" Ajak Maryam, "lagi banyak diskon disana," lanjutnya yang berbalas anggukan setuju dari Rosmawati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
💠 Coco 💠
pemburu diskon,mklum lah krj di luar harus pandai² mengatur pengeluaran
2022-01-07
0
Titik pujiningdyah
awas idungnya si ros kemasukan sedootan
2021-10-24
2